Sentimen
Negatif (100%)
14 Jan 2025 : 09.26
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Kendal, Semarang, Yogyakarta

Kasus: kecelakaan, penganiayaan

Detik-detik Poniyem Terima Uang Rp 25 Juta dari Polisi Yogyakarta: Saat Itu Kondisinya Tertekan

14 Jan 2025 : 09.26 Views 8

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: News

Detik-detik Poniyem Terima Uang Rp 25 Juta dari Polisi Yogyakarta: Saat Itu Kondisinya Tertekan

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Misteri kematian Darso masih belum menemukan titik terang. Apa penyebab meninggalnya warga Mijen, Semarang tersebut.

Sejumlah kejanggalan pun muncul.

Diantaranya soal uang Rp 25 juta yang diterima istri Darso, Poniyem. Uang itu diterima Poniyem dalam kondisi galau.

Sekarang uangnya pun masih utuh.

Poniyem menunjukkan foto Darso semasa hidup di rumahnya di Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Sabtu (11/1/20245). (Tribun Jateng/ Iwan Arifianto)

Misteri uang Rp 25 Juta

Penyelidikan kasus dugaan penganiayaan mendiang Darso (43) oleh anggota Satlantas Polresta Yogyakarta mengungkap beberapa fakta baru.

Fakta-fakta tersebut di antaranya pemberian uang sebesar Rp 25 juta diindikasikan sebagai uang damai dan kejadian kencing bersama antara polisi dengan Darso di pinggir jalan.

"Soal uang Rp 25 juta, kalau memang tidak ada penganiayaan mengapa sampai memberi uang Rp 25 juta ke keluarga Darso? Jumlah tersebut bukan uang kecil untuk anggota Satlantas dalam rangka takziah atau uang duka," kata Kuasa Hukum keluarga Darso, Antoni Yudha Timor selepas proses ekshumasi di TPU Sekrakal, Gilisari, Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Senin (13/1/2025).

Uang sebesar Rp 25 juta tersebut diterima oleh istri Darso, Poniyem (42) di rumah pemilik rental tempat Darso bekerja di wilayah Cangkiran, Mijen, Kota Semarang, Sabtu (14/12/2024).

Pemberian uang itu,  Poniyem mengaku menerimanya dalam kondisi tertekan lantaran mendatangi mediasi seorang diri.

Antoni menilai, uang sebesar Rp 25 juta ada indikasi sebagai uang damai.

Sebab, selama tiga bulan ada beberapa pihak yang mencoba untuk melakukan mediasi.

Namun, kasus itu baru dipegang pihaknya pada 23 Desember 2024.

Bahkan, para polisi itu sempat menyatakan minta maaf dan mau bertanggung jawab.

"Uang ini yang perlu didalami oleh penyidik. uangnya masih utuh, karena ketika diterima oleh istri korban, langsung diserahkan kepada adik korban yang saat ini sebagai pelapor untuk dikembalikan," ucapnya.

Namun, keluarga kesulitan melakukan pengembalian uang.

Antoni menilai, merasa keluarga belum mengembalikan uang tersebut karena komunikasi dengan terlapor yakni seorang polisi berinisial IS buntu.

"Ya komunikasi buntu dari 23 Desember 2024 sampai 8 Januari 2025. Kami akhirnya melapor ke Polda Jateng pada Jumat 10 Januari 2025," katanya.

Keraguan lainnya yang dirasakan oleh keluarga Darso adalah dalih anggota Satlantas Polresta Yogyakarta mendatangi Darso untuk pemberian surat klarifikasi.

Keluarga menyebut tidak menerima sepucuk surat pun.

"Kalau mau menyerahkan surat mengapa harus membawa Darso sampai keluar rumah," terangnya.

Di samping itu, keluarga mempertanyakan soal korban yang dibawa sejauh 500 meter dari  rumahnya.

Lalu korban disebut minta turun karena hendak buang air kecil yang disusul para anggota polisi.

"Kami anggap aneh karena ngapain polisi jauh-jauh dari Yogyakarta ke Semarang hanya kencing bersama-sama," terangnya.

Dari runutan kejadian itu, Antoni menilai ada potensi pelanggaran Standard Operating Procedure (SOP).

"Keluarga korban menceritakan polisi datang tanpa perkenalan tanpa surat, terus diduga adanya pemukulan sampai kehilangan nyawa, lantas SOP mana yang tidak dilanggar?," ungkapnya.

Sementara keluarga Darso heran pasca kejadian tersebut Toni dan Feri malah menghilang.

Darso dalam kecelakaan di Yogyakarta sedang bersama Toni dan Feri.

Mereka terlibat kecelakaan di Jalan Mas Suharto, Danjurejan, Yogyakarta pada Jumat, 12 Juli 2024.

Dalam kecelakaan itu, pengendara motor Tuti Wijayanti alami luka-luka selepas terlibat kecelakaan dengan mobil Avanza pelat H9047YQ yang dikemudikan Darso.

"Saya meminta keluarga Darso untuk segera menghubungi mereka agar mau ketemu dengan saya, tapi sampai hari ini belum ada hasil. Saya berharap nanti penyidik yang memanggil Toni dan Feri," jelas Antoni.

Pemanggilan Toni dan Feri, lanjut Antoni, sangat penting dilakukan.

Meskipun keduanya hanya terlibat dalam kejadian kecelakaan bukan dugaan penganiayaan tetapi dua kejadian tersebut adalah dua hal yang tidak terpisahkan.

"Informasi yang saya dapat Toni adalah kepala desa di salah satu desa di Boja Kendal, istrinya anggota kepolisian. Kalau Feri saya belum dapat informasi," terangnya.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Dwi Subagio mengungkapkan, belum memperoleh informasi soal kedatangan anggota Polresta Yogyakarta ke Semarang untuk mendatangi korban. "Soal itu nanti Polda DIY yang menyampaikan," katanya.

Belasan Saksi Diperiksa

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah telah memeriksa 13 saksi berkaitan dengan laporan dugaan penganiayaan yang menimpa Darso sopir rental Semarang.

Pelaporan tersebut dilayangkan keluarga di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam. Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial IS.

"Kami telah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 13 orang terdiri keluarga Darso, masyarakat sekitar, dan rumah sakit (RS Permata Medika)," jelas Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Dwi Subagio selepas ekhumasi di TPU Sekrakal, Gilisari, Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Senin (13/1/2025).

Dwi menyebut, kasus ini prosesnya dalam rangka penyelidikan sehingga belum bisa menyimpulkan kasus tersebut ada unsur pidana atau tidaknya.

"Proses ekshumasi ini untuk mendukung bisa menentukan ada pidana atau tidak," ungkapnya.

Terkait terlapor yakni IS anggota Satlantas Polresta Yogyakarta, Polda Jawa Tengah belum melalukan koordinasi untuk melakukan pemanggilan. Dwi menyebut, hendak memastikan dulu unsur pidananya terlebih dahulu baru melakukan pemanggilan.

"Kami belum koordinasi dengan Polda DIY, kami tentukan dulu ini ada proses pidana atau tidak," tuturnya.

Makam Dibongkar

Kondisi makam Darso selepas dibongkar di ekshumasi di TPU Sekrakal, Gilisari, Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Senin (13/1/2025). (Iwan Arifianto)

Makam Darso (43) korban diduga penganiayaan oleh anggota Satlantas Polresta Yogyakarta telah dibongkar oleh Polda Jawa Tengah, Senin (13/1/2025).

Proses pembongkaran dimulai pukul 10.00 WIB yang berakhir pada pukul 12.05.

Petugas gabungan dari tim forensik membawa dua boks kontainer selepas proses pembongkaran makam.

Istri Darso, Poniyem (42) yang menyaksikan proses ekshumasi mengaku, merasa tertekan melihat makam suaminya dibongkar.

Terlebih, keluarganya sempat keberatan makam Darso dibongkar.

"Namun, demi kebenaran kami rela makam suami dibongkar. Biar tidak simpang siur dan hasilnya nyata," kata Poniyem selepas proses ekshumasi di TPU Sekrakal, Gilisari, Purwosari, Mijen, Kota Semarang, Senin (13/1/2025).

Poniyem mengungkapkan, proses ekshumasi ini bisa menguatkan keterangannya soal adanya dugaan penganiayaan.

Dia menyebut, melihat sendiri ada luka lebam suami di bagian kepala.

Kondisi tersebut juga dikuatkan oleh penuturan suaminya sendiri.

"Suami dijemput mereka (terlapor) dalam kondisi sehat. Tidak sakit apapun. Tiba-tiba dibawa ke rumah sakit," ungkapnya.

Darso diketahui memiliki riwayat sakit jantung. Jantungnya telah dipasang sebanyak lima ring.

Kondisi Darso yang sakit jantung telah diidapnya selama lebih dari enam bulan.   
Dalam sehari-hari, Darso memang tidak bisa aktivitas berat.

"Suami saya mungkin  kaget dijemput, takut atau tertekan jadi jiwanya terguncang ditambah mendapatkan perlakuan tersebut," katanya.

Proses ekshumasi dilakukan oleh tim gabungan terdiri dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng bersama Tim Kedokteran Forensik Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) bekerjasama dengan Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) dan Fakultas Kedokteran Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang.

"Kami melakukan ekshumasi jenazah Darso ini bagian dari scientific crime Investigation yaitu untuk menemukan penyebab kematian almarhum Darso dianiaya atau tidak," kata Kepala bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Artanto.

Menurutnya, petugas membawa sejumlah sampel organ tubuh  dari Darso. Sampel ini akan dibawa ke laboratorium untuk penyelidikan.

"Tim Kedokteran forensik akan melakukan penelitian dalam bentuk kegiatan patologi anatomi. Ini salah satu bentuk pendukung dari penyebab kematian daripada almarhum Darso," bebernya.

Terkait lamanya proses sampel, dia menilai tergantung nanti petugas dalam melakukan pendalaman.

Namun, kondisi jenazah yang sudah tiga bulan dimakamkan nantinya akan berpengaruh.

"Ya tentunya antara jenazah baru dan jenazah lama berpengaruh namun dari scientific crime Investigation dokter punya keahlian menemukan jawaban dari hasil penelitian," terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Seorang warga Gilisari Purwosari Mijen, Kota Semarang, Darso (43) meninggal dunia selepas diduga dianiaya oleh sejumlah polisi dari Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Yogyakarta pada Sabtu, 21 September 2024.

Akibat kejadian itu, korban meninggal dunia selepas dirawat di rumah sakit dengan sejumlah luka lebam pada Minggu, 29 September 2024.

Keluarga sempat diberi uang sebesar Rp25 juta dari para terduga pelaku sebagai uang damai pada Sabtu, 14 Desember 2024.

"Iya sebelum meninggal dunia , suami saya dijemput jam 6 pagi oleh tiga orang pakai mobil. Dijemput dalam kondisi sehat, 2 jam kemudian saya dikabari sudah di rumah sakit," ujar istri Darso, Poniyem (42) di Mapolda Jawa Tengah, Jumat (10/1/2025) malam.

Poniyem mendatangi Mapolda Jawa Tengah untuk membuat laporan kejadian penganiayaan berujung suaminya meninggal dunia.

Poniyem yakin suaminya dihajar oleh orang-orang yang mendatangi rumahnya.

Sebab, suaminya selama di rumah sakit mengaku dihajar oleh orang-orang tersebut.

"Saya lihat ada luka lebam-lebam di kepala bagian pipi kanan," terangnya.

Kasus ini akhirnya dilaporkan ke Polda Jateng terkait dugaan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian yang sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 3 KUHP junto pasal 170 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta di SPKT Polda Jateng pada Jumat (10/1/2025) malam.

Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial IS.

Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa sejumlah bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti-bukti lainnya.

Termasuk saksi dari keluarga korban.(iwn)

Sentimen: negatif (100%)