Sentimen
Undefined (0%)
3 Jan 2025 : 10.08
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

MPPS: Anak Putus Sekolah dan Perundungan Masih Jadi PR Pendidikan Kota Solo

3 Jan 2025 : 10.08 Views 24

Espos.id Espos.id Jenis Media: News

MPPS: Anak Putus Sekolah dan Perundungan Masih Jadi PR Pendidikan Kota Solo

Esposin, SOLO — Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS) menilai masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk menyelesaikan persoalan pendidikan. Mulai dari masalah anak tidak sekolah (ATS) dan anak putus sekolah (APS) hingga kasus perundungan.

Pegiat MPPS, Pardoyo, mengatakan akan menyusun evaluasi pelayanan di bidang pendidikan pada 2024 dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pada 2025. Hasilnya akan disampaikan ke Dinas Pendidikan Kota Solo, Dewan Pendidikan Kota Surakarta (DPKS), dan DPRD Kota Solo.

“Tapi secara garis besar, akhir Desember 2024 lalu, terutama untuk PR yang harus ditangani Pemkot, kami sudah sampaikan kepada Astrid Widayani sebagai Wakil Wali Kota Solo terpilih terkait masalah PPDB, APS-ATS, dan sejumlah layanan pendidikan lainnya,” kata dia ketika dihubungi Espos, Kamis (2/1/2025).

Mengenai PR pendidikan Kota Solo, Pardoyo mengatakan MPPS terus menekankan betapa pentingnya penanganan ATS dan APS yang berkelanjutan. Menurutnya, perlu ada transparansi data agar masyarakat juga bisa memantau.

Dia mengatakan ATS dan APS merupakan isu yang berkepanjangan dan sudah menjadi perhatian sejak dulu. Secara serius, MPPS pernah mencoba menginisiasi program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) pada 2010.

Dia mengatakan BPMKS waktu itu mencoba merespons masalah ATS dan APS di Kota Solo. Namun, permasalahan ATS dan APS tidak berhenti pada masalah ekonomi, melainkan juga sosial sampai psikologis anak.

Maka, menurutnya, penanganan ATS dan APS juga harus menjadi prioritas agar tidak ada lagi peningkatan angka kasus. Selain itu, masalah yang terus berulang di sekolah yakni kasus perundungan. Ini juga menjadi PR yang butuh perhatian besar Pemkot Solo dalam dunia pendidikan.

Dia mengatakan sudah ada data yang dirilis oleh Yayasan Kepedulian untuk Anak atau Yayasan Kakak yang harus menjadi perhatian bersama. Yayasan Kakak yang bekerja sama dengan DP3APPKB Kota Solo melakukan survei terhadap 46 sekolah dengan 4.139 anak.

Hasilnya diketahui 47% anak jadi korban perundungan. Perundungan berupa kata-kata atau verbal, seperti diejek, dihina, direndahkan, diolok-olok, sering dipanggil dengan nama orang tua, dan sering dibanding-bandingkan.

Sedangkan perundungan fisik berupa sering didorong-dorong, ditoyor di kepala, ditampar, bahkan dipukul. Adapun tempat yang paling sering terjadi perundungan, berdasarkan riset tersebut, adalah di sekolah mencapai 59 persen. Disusul lingkungan permainan 23 persen dan rumah 18 persen.

Pardoyo menilai ini menjadi PR yang harus digarap secara serius oleh semua pihak, terlebih Solo mengklaim sebagai Kota Layak Anak. Mekanismenya juga sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Solo Nomor 16 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak.

“Tetapi di sekolah masih ada anak-anak yang menjadi korban perundungan, ini menjadi PR yang harus dituntaskan pada 2025 ini,” kata dia.

Sentimen: neutral (0%)