Sentimen
Positif (100%)
21 Des 2024 : 17.38
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Poso, Sampit, Yogyakarta

Sarasehan Lintas Agama FT - UST, Pluralitas Bisa Jadi Sumber Konflik

21 Des 2024 : 17.38 Views 35

Krjogja.com Krjogja.com Jenis Media: News

Sarasehan Lintas Agama FT - UST, Pluralitas Bisa Jadi Sumber Konflik


Krjogja.com - YOGYA - Pluralitas di Indonesia bisa jadi sumber konflik. Hal ini bisa terjadi manakala pluralitas tidak dikelola dengan baik. Realitas telah mengajarkan seperti beberapa tahun terjadi konflik Poso, Sampit.

"Untuk itu, pluralitas bukan untuk dipertentangkan, tetapi justru dimaknai sebagai kekuatan, kelebihan terutama menyongsong Indonesia Emas tahun 2045," kata KH Prof Dr Phill Syahiron Syamsudin MA dalam Sarasehan Tokoh Lintas Agama di Auditorium Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), Jalan Batikan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Jumat (20/12/2024). Sarasehan menandai Dies Natalis ke-27 Fakultas Teknik UST bertema 'Budi Pekerti Luhur' juga menghadirkan narasumber Romo Dr Martinus Joko Lelono Pr dengan moderator Ir V Reza Bayu Kurniawan MSc. Hadir dan memberi sambutan serta membersamai Dr Iskandar Yasin MT (Dekan FT - UST).

Menurut Syahiron Syamsudin, pluralitas menjadi kekuatan manakala tetap dijaga dalam semangat kebersamaan berbangsa dan negara. Seperti halnya Ki Hadjar Dewantara di Tamansiswa sudah memberi teladan, baik pemikiran dan perilaku. "Pemikiran - pemikiran kritis Ki Hadjar sebenarnya juga mengangkat pluralitas kebangsaan," ujarnya. Tokoh -tokoh bangsa, para pahlawan telah membutikan itu. Hanya saja, keteladan sekarang semakin sulit ditemukan. "Budi pekerti luhur sebenarnya menghargai harkat dan martabat kemanusiaan. Berbudi pekerti luhur tidak boleh menihilkan seseorang, menghina orang lain," tuturnya.

Sedangkan Romo Dr Martinus Joko Lelono Pr berpandangan, pluralitas akan terjaga dengan baik manakala tetap menjunjung etika. "Bahasa mudahnya seperti bal-balan, sepakbola itu berlangsung dengan damai-damai saja tanpa menayakan pemain agamanya apa?" ujarnya.

Kebersamaan dengan kebaikan tanpa melukai itu juga bentuk konkrit berbudi pekerti luhur. Bentuk lain, bela rasa, kasih sayang, senyuman.

Diingatkan, kondisi berbangsa dan negara situasinya tidak sedang baik-baik saja. Seperti sejarah arah tidak berjalan lurus. "Kita bisa melihat dan merasakan sendiri. Saya percaya, pandangan Jawa, siapa salah akan seleh, becik ketitik ala ketara. Sebagai masyarakat tetaplah berjalan dalam kebaikan." tandasnya. (Jay).

Sentimen: positif (100%)