Sentimen
Undefined (0%)
16 Des 2024 : 16.36
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Solo

Kasus: korupsi

Tokoh Terkait
Firdaus

Firdaus

Pilkada oleh DPRD Kemajuan atau Kemunduran, Begini Analisis Guru Besar UNS Solo

16 Des 2024 : 16.36 Views 60

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Pilkada oleh DPRD Kemajuan atau Kemunduran, Begini Analisis Guru Besar UNS Solo

Esposin, SOLO -- Wacana pemilihan kepala daerah atau pilkada oleh DPRD yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto, baru-baru ini, bisa menjadi langkah maju atau malah kemunduran dalam sistem demokrasi di Indonesia. 

Pendapat itu diungkapkan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sunny Ummul Firdaus, terkait wacana Pilkada dikembalikan kepada sistem pemilihan oleh DPRD.

Menurut dia, pada prinsipnya Pilkada harus dilaksanakan secara demokratis. Hal itu merujuk Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Pasal itu menjadi dasar konstitusional kepala daerah dan wakil kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dipilih secara demokratis.

"Dipilih secara demokratis mencakup mekanisme pemilihan oleh rakyat atau mekanisme lain yang sesuai prinsip demokrasi. Sebelum menentukan mekanismenya harus dikaji mendalam kelebihan dan kekurangan masing-masing," ujar dian saat diwawancarai Espos, Senin (16/12/2024).

Sunny mengatakan ketika regulasi saat ini mengatur Pilkada secara langsung pasti sebelumnya sudah ada argumentasi akademik yang mendukung mekanisme itu. Namun, tidak tertutup kemungkinan dapat dikaji ulang dengan melihat kondisi sekarang.

Mencerminkan Kehendak Rakyat

Namun demikian, dia menekankan pentingnya tetap mengutamakan konsep filosofis demokrasi di Indonesia. "Intinya Pilkada harus dilaksanakan demokratis, transparan, dan adil, mencerminkan kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi," terang dia.

Lebih jauh. Sunny mengatakan Pilkada oleh DPRD bisa menjadi langkah maju atau malah langkah mundur. Ia kemudian menjabarkan analisisnya mengenai hal itu. Menururtnya, Pilkada oleh DPRD bisa dianggap sebagai langkah maju jika:

  1. Mengurangi beban biaya besar dari Pilkada langsung, terutama di daerah terpencil dengan infrastruktur minim.
  2. Untuk wilayah yang sulit dijangkau atau daerah konflik, Pilkada melalui DPRD bisa menjadi solusi praktis untuk memastikan pemerintahan tetap berjalan.
  3. Mengurangi polarisasi sosial. Pilkada langsung sering memicu konflik horizontal di masyarakat karena perbedaan pilihan. Pilkada oleh DPRD lebih minim risiko konflik.
  4. Memperkuat peran wakil rakyat, memberikan tanggung jawab lebih besar kepada DPRD untuk menyeleksi dan memilih pemimpin berdasarkan kompetensi dan visi pembangunan, bukan sekadar popularitas.
  5. Untuk daerah-daerah dengan kapasitas politik masyarakat yang rendah atau infrastruktur demokrasi yang belum matang, Pilkada oleh DPRD bisa menjadi alternatif sementara.

Di sisi lain, Sunny melanjutkan pilkada oleh DPRD bakal dianggap sebagai langkah mundur jika:

  1. Mengurangi kedaulatan rakyat. Demokrasi modern menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Pilkada oleh DPRD menghilangkan hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung, sehingga bertentangan dengan prinsip demokrasi partisipatif.
  2. Potensi korupsi dan politik transaksional. Pilkada oleh DPRD lebih rentan terhadap politik transaksional. Kandidat kepala daerah hanya perlu memenangkan hati anggota DPRD, bukan masyarakat luas. Hal ini membuka peluang korupsi, seperti jual beli suara.
  3. Melemahkan akuntabilitas pemimpin. Kepala daerah yang dipilih DPRD lebih bertanggung jawab kepada anggota DPRD atau partai politik daripada kepada masyarakat. Ini bisa mengurangi fokus mereka pada kepentingan rakyat.
  4. Menurunkan kepercayaan publik terhadap demokrasi.
  5. Pilkada oleh DPRD bisa dilihat sebagai langkah mundur dibandingkan dengan sistem Pilkada langsung yang lebih sesuai dengan tren demokrasi global. 

Sentimen: neutral (0%)