Sentimen
Negatif (99%)
14 Des 2024 : 21.25
Informasi Tambahan

Kasus: Maling

KH Sumarno: Gus Miftah Lupa Siapa Dirinya, Harus Urut Dada

14 Des 2024 : 21.25 Views 78

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

KH Sumarno: Gus Miftah Lupa Siapa Dirinya, Harus Urut Dada

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Gus Miftah yang viral karena dugaan menghina seorang penjual es teh keliling terus menuai polemik.

KH Sumarno Syafei, memberikan tanggapannya terhadap peristiwa tersebut, menyebut ada dua sisi yang perlu diperhatikan, yakni kepentingan politik dan sosial.

"Kasus Miftah ini sepele, kita melihat ini kan ada dua sisi kepentingan. Kepentingan politik dan sosial," KH Sumarno memulai tanggapannya saat hadir di acara Indonesia lawyers Club, dikutip pada Jumat (13/12/2024).

Dikatakan KH Sumarno, polemik tersebut sudah masuk ke rana politik mengingat Gus Miftah saat itu berposisi sebagai pejabat publik.

"Kepentingan politik karena sekarang Gus Miftah sudah menjadi pejabat politik. Apalagi kasus ini bermuara dari potongan-potongan video," ucapnya.

Diceritakan KH Sumarno, atmosfer yang nampak dalam potongan video tersebar itu belum tentu sama seperti di lokasi pengajian.

"Yang terjadi di pengajian orang gak tahu, yang ada kelihatannya dia mengusir tukang es dengan kata-kata kalimat yang gak layak, di situ pun ada gimmick yang kurang etis," sebutnya.

Hanya saja, kata KH Sumarno, karena Gus Miftah saat itu merupakan pejabat publik maka ia harus selalu siap menerima segala bentuk kritikan.

"Tapi efek dominonya ke dalam politik tadi secara tidak langsung membuat kelemahan kekuasaan yang mengangkat dia sebagai utusan Presiden," KH Sumarno menuturkan.

"Menariknya, kenapa kok pak Prabowo tidak membela? Semestinya ketika itu memberikan jawaban. Minimal sudah ada teguran. Itu disampaikan oleh sekretaris kabinetnya. Itu mestinya disampaikan kepada publik," tambahnya.

Ia pun secara blak-blakan menuturkan bahwa karena urusan sepele itu sudah dipolitisasi maka isunya terus menggelinding.

"Ketika urusan sepele sudah dipolitisasi apakah orang politik itu punya etik? Ini kan sok bicara etik, apakah mereka juga punya etik? Saya gak membela, saya juga menjadi bagian dari korban apa yang dilakukan Gus Miftah," imbuhnya.

Menurutnya, atmosfer yang dialami Gus Miftah dalam pengajian itu merupakan hal biasa. Bahkan, ia mengaku pernah mengalaminya juga.

"Ketika menghadapi atmosfer di lapangan seperti itu biasa. Bahkan saya pernah orang stres naik ke panggung. Bahkan ada maling diuber-uber larinya ke panggung, saya lagi ceramah," terangnya.

"Lalu bagaimana posisi kita di situ? Di mana kita berbicara, ada posisinya, ada tempatnya memang," sambung dia.

Kata KH Sumarno, saat menjabat sebagai utusan khusus Presiden, ia harus lebih mampu menjaga setiap kalimat-kalimat yang disampaikan ke jemaah.

"Mustinya Gus Miftah juga urut dada, oh sekarang ini saya sudah menjadi pejabat publik. Gak layak lagi kayak kemarin, walaupun dia punya ciri khas seperti itu," cetusnya.

Meskipun sudah menjadi ciri khas, ia berpendapat bahwa Gus Miftah harus mengurangi kebiasaan tersebut.

"Tolong ciri khas, tensinya, dikurangi dikit aja. Ini efek dominonya loh kepada dai, mubaligh, kiai, ustaz," bebernya.

Ia pun menyinggung bagaimana Perdana Menteri Malaysia ikut memberikan komentarnya mengenai isu tersebut.

"Sampai tadi dibilang Perdana Menteri Malaysia sotoy menilai. Aneh saya bilang. Urusan apa Malaysia? Bolanya aja kagak benar. Saya juga gak setuju kalau mereka ikut campur urusan dalam negeri kita," timpalnya.

Sementara berkaca pada sisi sosial, ia menekankan bahwa bagi pejabat publik harus memiliki batasan-batasan yang terus dijaga.

"Ini pembelajaran bagi kita semua ketika kita di atas harus urut dada. Jangan merasa mentang-mentang ada satu kebiasaan yang terus terbawa, ketika kebiasaannya seperti itu, lupa siapa dirinya. Sehingga pada akhir gilirannya ia ceplas-ceplos jalan terus," tandasnya.

KH Sumarno bilang, karena perkara itu merupakan hal yang sepele maka publik mestinya menghentikan perdebatan panjang yang terus bergulir.

"Hentikan polemik ini, selesai sampai di sini. Gus Miftah sudah minta mundur dan kemudian Presiden menerima kemunduran dirinya. Dia sudah minta maaf, kemudian orang yang merasa dirugikan sudah mendapat banyak keuntungan. Apa yang harus kita bicarakan lagi?" tandasnya. (Muhsin/Fajar)

Sentimen: negatif (99.9%)