Sentimen
Informasi Tambahan
Event: vaksinasi
Hewan: Sapi
Kab/Kota: Gunung, Jati, Yogyakarta, Serang, Gunungkidul
Antraks kembali serang warga Gunung Kidul
Elshinta.com
Jenis Media: Nasional

Elshinta.com - Bakteri Antraks kembali menyerang warga kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menyebabkan tiga orang warga meninggal dunia dan puluhan lainnya positif terinfeksi. Penyebaran Antraks di Gunung Kidul bukanlah yang pertama kalinya, karena bakteri mematikan ini juga pernah muncul di tahun-tahun sebelumnya.
Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari mengatakan penanganan kasus Antraks harus dituntaskan agar tidak muncul lagi di kemudian hari.
Saat ini kasus dalam penanganan Pemkab Gunung Kidul dan diharapkan bisa diselesaikan, apabila Pemkab Gunung Kidul tidak juga mampu mengatasi maka seharusnya Pemda DIY mangambil-alih penanganan kasus tersebut.
Kasus Antraks sudah memakan korban jiwa maka penangananya harus lebih serius lagi sehingga tidak ada korban-korban berikutnya. Sosialisasi kepada warga harus diintensifkan akan bahayanya penyebaran bakteri Antraks ini.
"Sekarang sedang dibuat raperda kompensasi pada masyarakat yang memiliki hewan ternak, jika nantinya sudah ditetapkan dan berlaku tetapi tidak menjadi solusi dikemudian hari, kita dorong Pemda DIY untuk ambil alih penanganan bakteri antraks ini," ujarnya di DPRD DIY, Rabu (12/7), seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Izan Raharjo.
Menurutnya masyarakat juga harus diberi pemahaman akan bahayanya penyebaran bakteri antraks. Jika ada hewan ternaknya yang mati atau sakit agar tidak makan dagingnya. Karena kasus penyebaran Antraks di Gunung Kidul ini bermula dari sejumlah warga di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul, yaitu ketika menggali hewan ternak yang telah mati dari kuburnya dan kemudian mengonsumsi dagingnya. Dari kasus tersebut per-tanggal 4 Juli 2023, Kemenkes mengungkapkan bahwa terdapat 93 kasus positif antraks dan tiga kasus meninggal.
"Di sisi lain, ada tradisi Brandu yang masih melekat di kehidupan warga Gunungkidul yang diduga menjadi pemicunya. Tradisi ini dilakukan untuk menyembelih sapi yang sakit atau sakratul maut, lalu dagingnya dijual murah dan dibeli oleh tetangga untuk meringankan beban warga yang memiliki hewan ternak. Brandu merupakan tradisi yang tujuannya baik. Meski tujuan dari Brandu semata-mata untuk membantu sesama, tetapi hal ini disayangkan karena dapat membahayakan masyarakat karena memperbesar resiko penularan Antraks," imbuhnya.
Oleh karena itu, harusnya muncul mitigasi resiko kesehatan berbasis budaya atas maraknya kasus tersebut. Ruang partisipasi dibuka selebar mungkin, agar kolaborasi pencegahan dapat dilakukan.
Penanganan kasus Antraks yang tidak tepat dikhawatirkan justru menjadi penyebab terhadap penyebaran agen penyebab penyakit. Sumber penularan antraks adalah hewan mati, produk hewan (wol dan daging) dan material tercemar (kandang, lingkungan dan peralatan).
Balitbangtan menyebutkan infeksi antraks pada hewan hampir selalu melalui oral, seperti melalui pakan. Namun jika muncul kasus, biasanya sifatnya tidak merata, atau spot-perspot. Pada musim penghujan, perkembangan kasus mengikuti aliran air yang menuju lokasi pakan atau gembalaan, sehingga ternak yang makan di lokasi itu akan terpapar Antraks.
"Masih munculnya penyakit Antraks dikarenakan belum ada koordinasi yang matang, seperti penutupan wilayah yang belum langsung dilakukan. Komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat penting, tetapi peran masyarakat juga harus ditingkatkan dengan pemberdayaan dan gotong-royong tentunya," jelasnya.
Politisi yang akrab dipanggil Ndari terebut mengingatkan pencegahan paling mudah yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah jangan mengonsumsi daging mentah atau setengah matang ketika mengunjungi daerah dengan kasus Antraks yang tinggi. Hindari kontak langsung dengan hewan ternak atau bangkai hewan yang diduga terinfeksi Antraks. Pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan vaksinasi. Vaksinasi adalah cara yang paling tepat untuk pencegahan dan harus rutin dilakukan.
"Perlu disediakan vaksin dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan daerah endemis dan area sekitarnya. Agar kemunculan kembali Antraks pada masa mendatang dapat dicegah, evaluasi atas vaksinasi Antraks harus dilakukan, agar mampu mencegah munculnya kembali kasus Antraks. Wilayah-wilayah endemis Antraks sebenarnya wajib mendapatkan vaksinasi Antraks secara rutin," pungkasnya.
Sentimen: positif (66.7%)