Sentimen
Positif (79%)
16 Agu 2024 : 18.29
Informasi Tambahan

Hewan: Ayam

Tokoh Terkait
joko widodo

joko widodo

Sepenggal Budaya Timor Saat Senja di Pantai Kelapa Lima...

16 Agu 2024 : 18.29 Views 52

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Sepenggal Budaya Timor Saat Senja di Pantai Kelapa Lima... Tim Redaksi   KUPANG, KOMPAS.com - Inci demi inci, matahari mulai menembus garis horizon, memukau orang-orang yang merelakan diri larut dalam senja di Pantai Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Semenjak diresmikan Presiden Joko Widodo, Maret 2022 silam, Pantai Kelapa Lima menjadi salah satu tujuan wisata favorit. Matahari terbenam menjadi magnet utama kawasan itu selain aneka kulinernya yang lezat-lezat. Seperti yang saya, Shinta Dwi Ayu, jurnalis Kompas.com , lakukan pada Kamis (15/8/2024). Menatap matahari yang berjarak 151.48 juta kilometer itu seolah menjadi obat dari rutinitas bekerja sehari-hari. Sayangnya, terdapat sampah plastik di sana sini. Meski sedikit, tetap merusak pemandangan. Tampak kontras dengan pasir putih dan laut yang bersih.  Singgah di Kupang sendiri merupakan bagian dari perjalanan saya menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motamasin, perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, bersama Badan Nasional Pengelola Perbatasan ( BNPP ) RI. Pada Sabtu, 17 Agustus 2024 pagi akan dilaksanakan upacara peringatan hari kemerdekaan ke-79 RI di sana. Berita-berita perjalanan ini dapat Anda baca selengkapnya di topik Merah Putih di Perbatasan | Kompas.com x BNPP . Terdapat deretan tempat duduk berbentuk sasando, alat musik tradisional dari Pulau Rote, di tepi jalan, dekat pantai. Tempat itu dijadikan spot favorit warga, termasuk saya, untuk menikmati senja sembari diterpa semilir angin.  Selain itu, terdapat pula rumah panggung dua lantai di pinggir pantai.  Rasa penasaran terhadap bangunan itu pun menuntun saya berbincang dengan seorang remaja lokal bernama Gege (18) yang juga tengah beraktivitas di sana. Menurut Gege, bangunan itu merupakan rumah khas dari Suku Rote dan Suku Sabu. "Biasa disebut Bebak. Itu bahasa Kupang-nya," kata Gege. Salah satu bagian yang menarik dari rumah panggung itu terletak pada atapnya yang terbuat dari daun pohon lontar kering. Menurut Gege, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk merangkai daun kering itu agar menjadi atap yang kuat menahan air hujan dan panasnya matahari. Pengerjaannya pun tak menggunakan bantuan mesin. Hanya tenaga manusia dibantu teriknya sinar matahari yang terkenal menyengat di timur Indonesia. "Kalau sudah begini, kuat. Biasanya mereka merancangnya satu-satu secara manual. Bukan ditempel, tapi diikat dan prosesnya cukup lama," terang Gege. Gege kemudian berpamitan untuk menemui teman-temannya yang sudah menunggu di pantai. Rupanya, ia dan enam temannya ingin berlatih menari di pantai untuk menyambut HUT ke-79 Republik Indonesia. Saya tentu tak ingin melewatkan momen itu. Setelah diizinkan, saya kemudian mengabadikan foto dan video mereka berlatih.  Meski berlatih tanpa musik, lenggak-lenggok para remaja perempuan NTT itu sungguh memikat mata. Ditambah langit yang semakin oranye pekat membuat sore ini begitu istimewa. Pakaian yang mereka gunakan untuk berlatih itu terbuat dari kain tenun Timor berwarna merah. Ada corak garis vertikal yang rupanya memiliki makna. "Baju (yang saya kenakan) ini melambangkan budaya Timor. Timor ini kan memiliki banyak suku, jadi baju ini menggambarkan, meski kita berbeda-beda, tetapi kita tetap satu," kata Gege, usai berlatih. Sedangkan bawahan rok merah serta keemasan adalah kreasi mereka sendiri supaya pakaian adat itu tampak lebih modern. Penampilan ketujuh remaja ini juga semakin memesona karena menggunakan aksesoris mahkota yang terbuat dari bulu ayam berwarna hitam, putih, dan pink. "Bulu ayam melambangkan keanggunan dan betapa memesonannya seorang perempuan," ucap dia.  Senang rasanya bisa mengetahui budaya orang-orang Timor, meski pasti baru sedikit saja. Matahari tinggal setitik ketika saya dan Gege jeda berbincang. Sejenak, pandangan beralih ke titik itu hingga akhirnya benar-benar sirna meninggalkan pendar gradasi kuning, oranye dan biru keungu-unguan. Tak lama kemudian, gelap sedikit demi sedikit berkuasa. Situasi ini mengakhiri perjumpaan saya dengan Gege beserta teman-temannya dan senja di Pantai Kelapa Lima. Momen ini sekaligus menjadi kelanjutan dari perjalanan saya dan rombongan BNPP menuju PLBN Motamasin Malaka yang masih berjarak sekitar 260 kilometer lagi. Tunggu cerita saya selanjutnya... Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (79.5%)