Menkes Budi Gunadi: Bukan Pajak yang Jadi Biang Kerok Harga Obat Mahal
Beritasatu.com
Jenis Media: Hiburan
Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan di balik harga obat yang mahal di Indonesia yang mencapai 100% hingga 500% lebih tinggi dibandingkan negara lain. Menurut Budi, penyebab utama bukanlah pajak melainkan biaya pemasaran dan biaya pendidikan.
“Penyebab harga obat mahal bukanlah pajak, melainkan biaya pemasaran dan biaya pendidikan. Kenapa obat branded, obat generik yang di-branding, dan obat paten bisa jauh lebih mahal, bahkan hingga 500% dibandingkan negara lain? Karena komponen biaya marketing dan education expenses,” ujar Budi Gunadi Sadikin dalam Investor Daily Roundtable (IDRT) ke-12 di Hotel Westin Jakarta, Selasa (6/8/2024).
Budi menjelaskan, obat di Indonesia terdiri dari tiga kategori, yakni obat generik, obat generik yang di-branding atau bermerek, dan obat paten. Menurutnya, obat generik adalah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, terutama melalui BPJS.
Penelitian Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa harga obat generik di Indonesia lebih rendah dibandingkan di Malaysia dan Singapura.
Sebaliknya, obat generik yang di-branding atau bermerek bisa 1,8-5 kali lebih mahal dibandingkan di Malaysia. Sementara itu, obat paten, yang dibuat oleh industri farmasi internasional, juga lebih mahal.
Budi menambahkan bahwa masalah harga obat mahal umumnya lebih dirasakan oleh masyarakat golongan menengah ke atas, karena obat generik branded dan obat paten harganya lebih tinggi. Sebaliknya, obat generik justru lebih terjangkau karena banyak dibeli.
Menkes menanggapi klaim kenaikan harga obat disebabkan oleh pajak. Budi menegaskan bahwa sebagai mantan bankir, dia merasa sulit percaya bahwa pajak dapat menyebabkan perbedaan harga yang sangat signifikan.
“Saya pernah menjadi bankir. Pajak itu biasanya 11%, 5%, atau 7,5%. Sulit bagi saya untuk memahami bagaimana pajak dapat menyebabkan perbedaan harga 100% - 500%. Jika pun ada pajak, perbedaannya tidak akan lebih dari 30% - 40%,” jelasnya.
Untuk mendukung pernyataannya, Budi juga menyebutkan bahwa dia telah melakukan riset bersama Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Rizka Andalucia. Hasil riset tersebut mengonfirmasi bahwa penyebab harga obat mahal bukanlah pajak, melainkan biaya pemasaran dan pendidikan.
Sentimen: positif (98.8%)