Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: kekerasan seksual
10 Risiko Aborsi yang Harus Dipertimbangkan
Beritasatu.com
Jenis Media: Hiburan
Jakarta, Beritasatu.com - Pemerintah Indonesia telah mengizinkan tenaga kesehatan melakukan aborsi untuk korban pemerkosaan atau kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Pada Pasal 116 menyatakan, aborsi hanya diperbolehkan dalam kasus darurat medis atau jika kehamilan terjadi akibat tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual, dengan bukti sesuai ketentuan hukum pidana.
Kehamilan yang mengancam nyawa ibu atau janin yang memiliki cacat bawaan tidak bisa hidup di luar kandungan masuk dalam kategori darurat medis. Untuk kasus kehamilan akibat kekerasan seksual, diperlukan bukti berupa surat keterangan dokter yang menunjukkan usia kehamilan dan keterangan penyidik mengenai dugaan kekerasan tersebut.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 119 dan Pasal 121, aborsi hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang sesuai dengan ketetapan menteri kesehatan, dan harus ditangani oleh tim pertimbangan yang terdiri dari dokter berkompeten.
Seperti dijelaskan dalam Pasal 124, korban kekerasan seksual yang memilih aborsi juga harus mendapat pendampingan konseling, dan berhak mengubah keputusannya hingga persalinan.
Namun, aborsi bukan berarti tanpa risiko. Berikut ini 10 risiko dari aborsi yang harus dipertimbangkan.
1. Perdarahan dan infeksi
Aborsi dapat menyebabkan perdarahan hebat dan infeksi parah, yang jika tidak diobati dengan baik, dapat berdampak serius pada kesehatan wanita. Risiko ini meningkat jika aborsi dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian medis atau di tempat dengan fasilitas yang tidak memadai.
2. Kerusakan rahim
Kerusakan rahim, seperti perforasi, perlubangan, dan luka robek adalah komplikasi yang serius dan dapat terjadi setelah aborsi. Risiko kerusakan rahim meningkat pada wanita yang sebelumnya telah melahirkan dan mereka yang menerima anestesi umum.
3. Sepsis dan syok sepsis
Aborsi yang tidak sempurna atau infeksi bakteri selama proses aborsi dapat menyebabkan sepsis dan syok sepsis, kondisi yang berpotensi fatal jika tidak diobati dengan cepat.
4. Kerusakan serviks
Remaja yang melakukan aborsi sendiri pada trimester kedua memiliki risiko kerusakan serviks yang lebih besar. Kerusakan serviks dapat menyebabkan komplikasi persalinan di masa depan.
5. Peningkatan risiko kanker
Wanita yang pernah melakukan aborsi memiliki peningkatan risiko kanker serviks, ovarium, dan hati. Peningkatan kanker ini mungkin disebabkan oleh gangguan hormonal dan kerusakan leher rahim yang tidak diobati.
6. Kematian ibu
Aborsi ilegal dapat menyebabkan kematian ibu karena perdarahan hebat, infeksi parah, emboli paru, dan anestesi yang gagal. Risiko kematian ini meningkat dalam seminggu setelah aborsi.
7. Risiko kehamilan ektopik
Aborsi yang tidak sempurna dapat menyebabkan kehamilan ektopik, yang jika tidak terdiagnosis dan diobati, dapat berdampak fatal pada kesehatan wanita.
8. Stres dan dampak psikososial
Aborsi dapat meninggalkan dampak psikososial yang signifikan, termasuk stres dan gangguan mental. Wanita yang melakukan aborsi perlu mendapatkan dukungan psikologis untuk mengatasi dampak ini.
9. Risiko kelahiran prematur
Kehamilan remaja berdampak negatif pada kesehatan remaja dan bayinya, termasuk risiko kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir rendah (BBLR).
10. Dampak sosial dan ekonomi
Kehamilan remaja juga dapat berdampak pada aspek sosial dan ekonomi, seperti perubahan status sosial dan biaya medis yang tinggi.
Sentimen: negatif (100%)