Sentimen
Positif (66%)
5 Agu 2024 : 16.13
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Asmat

Kasus: stunting

Masalah Gizi Buruk di Asmat seperti Lingkaran Setan yang Sulit Diputus Megapolitan 5 Agustus 2024

5 Agu 2024 : 16.13 Views 1

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Masalah Gizi Buruk di Asmat seperti Lingkaran Setan yang Sulit Diputus Tim Redaksi PAPUA, KOMPAS.com - Masalah gizi buruk telah berlangsung lama di Kabupaten Asmat , Papua. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Asmat, dokter Steven Langi mengatakan bahwa kondisi gizi buruk diibaratkan lingkaran setan yang terus berputar, memengaruhi kehidupan ribuan anak dan keluarga di daerah yang dikelilingi sungai itu. Penyebabnya sangat kompleks dan berlapis. Mulai dari daerah Asmat yang sulit dijangkau karena kondisi geografisnya yang berat untuk dilalui alat transportasi. Karena kondisi georafis itu, Asmat menjadi sulit diakses dan membuat distribusi makanan bergizi, seperti sayur, buah, dan protein hewani, menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian besar warga. Bisa dibayangkan, jika ada ibu hamil di Asmat, mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan gizi harian. Sehingga ketika melahirkan, gizi anak mereka menjadi berkurang. Kedua, kurangnya edukasi mengenai pentingnya gizi seimbang membuat banyak orangtua tidak mengetahui cara memberikan asupan yang tepat bagi anak-anak mereka. Hal ini diperparah oleh keterbatasan informasi yang diperoleh. Banyak keluarga yang belum memahami pentingnya memberikan asupan gizi yang cukup bagi anak-anak mereka. Akibatnya, pola makan yang tidak sehat dan kurangnya variasi makanan menjadi hal yang umum di kalangan masyarakat Asmat. Ketiga, faktor kemiskinan yang tinggi di Asmat turut memperburuk situasi. Banyak keluarga yang tidak mampu membeli makanan bergizi dan hanya bergantung pada pangan yang ada, yang disebut kurang memberikan nutrisi yang cukup. “Seperti lingkaran setan yang kita bilang. Tadi yang secara umum misalnya dia bisa tidak makan atau kurang makan, itu ada. Penyakit penyerta, kemudian ibu ada riwayat kesehatan gizi buruk,” ujar Steven kepada Kompas.com , Sabtu (3/8/2024). Kemudian, sanitasi yang buruk dan akses terbatas ke layanan kesehatan menyebabkan tingginya angka penyakit infeksi yang dapat mengganggu penyerapan nutrisi pada anak. Sementara itu, uskup dari Keuskupan Agats Kabupaten Asmat Mgr Aloysius Murwito mengatakan, krisis gizi buruk di Asmat mencapai puncaknya pada 2018. Banyak anak-anak menderita stunting dan kekurangan nutrisi, bahkan hingga ada yang meninggal. “Tahun 2018, Asmat secara luar biasa mengalami gizi buruk. Banyak anak-anak yang meninggal. Itu ( stunting ) melonjak dengan terasa sekali, mengenai data-data banyak anak yang kurang nutrisi, kurang vitamin, sakit keras bahkan meninggal," ujar Aloysius. "Waktu itu, awal mula terbongkarnya kasus ini, saya pergi merayakan Natal di kampung Asartat, ditemukan pada satu bulan itu sekitar 13 anak meninggal. Belum lagi melihat anak-anak yang kurus, perut buncit. Kemudian mama-mama, akibat banyak melahirkan, susu-susu (air susu ibu) tidak produksi lagi, tidak produktif,” imbuhnya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah gizi buruk ini. Pihak gereja dan lembaga swasta memberikan bantuan berupa makanan tambahan berupa kacang hijau dan susu, meski tidak rutin setiap hari karena keterbatasan persediaan. Pemerintah setempat juga berusaha menyediakan makanan tambahan, tetapi masih belum mencukupi kebutuhan seluruh anak di Asmat. “Secara keseluruhan kami melihat bahwa kebutuhan makanan yang bergizi masih amat diperlukan bagi anak, sedangkan makanan-makanan tambahan yang sekarang ini hanya seadanya," kata Aloysius. Karena kekurangan bahan pangan untuk dikonsumsi, anak-anak di Asmat jadi sering absen bersekolah. "Karena makan tidak mencukupi, tidak bisa masuk sekolah. Mereka lapar, akibatnya sering tidak masuk, sering absen,” ujarnya. Saat ini, mulai tumbuh beberapa titik kesadaran di masyarakat untuk meningkatkan pola makan mereka. Namun, upaya ini masih jauh dari harapan. Menurut Aloysius, saat ini diperlukan program-program pemberdayaan berkelanjutan untuk mengajarkan masyarakat Asmat bagaimana memanfaatkan pekarangan mereka untuk menanam sayur-mayur, meski kondisi alam di sana sangat bergantung pada pasang surut sungai. “Perlu ada karya-karya pemberdayaan. Memberdayakan usaha-usaha pemberdayaan ditingkatan pangan bagi keluarga-keluarga,” tutur Aloysius. Maksy Azrul selaku fasilitator wilayah Kabupaten Asmat dari Wahana Visi Indonesia mengatakan, kondisi ini menyebabkan banyak anak sering tidak sarapan ke sekolah karena tidak adanya makanan yang bisa dikonsumsi di pagi hari. Akibatnya, anak-anak di Asmat pergi ke sekolah dalam kondisi lemas karena kurangnya asupan gizi yang memadai. “Kita bisa lihat anak makan atau tidak itu saat anaknya bermain. Kalau hanya duduk, lemas, tidak tahu mau aktivitas apa, kadang kita tanya, ‘Kau kenapa ? Kenapa kau tidak mau ikut bermain dengan teman-teman?’. Jawabannya, ‘Lapar’. 'Kenapa lapar? Tidak makan di rumah?' Jawabannya, ‘Iya, tidak makan di rumah’,” ungkap Maksy. Gizi buruk di Asmat merupakan masalah kompleks yang tidak dapat diatasi dengan satu solusi tunggal. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat setempat untuk memberikan pendampingan dan pemberdayaan berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan masyarakat Asmat dapat mencapai pola makan yang lebih sehat dan mengurangi angka stunting di kalangan anak-anak. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (66.7%)