Sentimen
Netral (57%)
2 Agu 2024 : 06.02
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Guntur

Partai Terkait
Tokoh Terkait
Guntur Hamzah

Guntur Hamzah

8 Debat MK dan Pemerintah soal Gugatan SD-SMP Swasta Gratis Nasional

2 Agu 2024 : 06.02 Views 62

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Debat MK dan Pemerintah soal Gugatan SD-SMP Swasta Gratis Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Perdebatan cukup hangat tersaji dalam sidang lanjutan uji materi/gugatan atas UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Kamis (1/8/2024). Dalam uji materi di MK ini, Jaringan Pemantau Pendidik Indonesia (JPPI) meminta agar Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas tidak hanya mewajibkan pendidikan dasar (SD-SMP) gratis di sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta. Menurut mereka, sekolah swasta tidak wajib gratis bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi "setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hakim konstitusi dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku perwakilan pemerintah sempat silang pendapat. Bappenas klaim biaya sekolah siswa swasta amat tinggi Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami, mengeklaim bahwa biaya sekolah siswa swasta dapat mencapai belasan kali lipat lebih besar dibandingkan biaya sekolah siswa negeri. "Ini untuk ilustrasi saja, kalau memenuhi standar pelayanan minimal di negeri per siswa Rp 24,9 juta. Di sekolah swasta bisa berlipat-lipat dan mencapai Rp 200 juta per siswa per tahun. Kita bisa cari sekolah swasta yang mana," kata Amich di hadapan majelis hakim. "Yang bisa menjangkau ini (biaya sekolah swasta semahal itu) tentunya anak-anak dari keluarga yang kaya. Kalau pemerintah atau APBN harus juga menanggung bagian yang seperti ini, ada isu juga soal keterbatasan anggaran," imbuh dia. Pemerintah, ujar dia, saat ini mengutamakan siswa-siswi dari keluarga tidak mampu yang masih belum berkesempatan menempuh sekolah ,bahkan sampai ke jenjang pendidikan menengah. Prinsip dalam alokasi anggaran pendidikan yang disusun pemerintah, sambung Amich, yakni sepanjang memenuhi standar pelayanan minimal dan sejauh ini dianggap telah relatif cukup. "Yang tidak mencukupi adalah beban-beban lain di luar standar pelayanan minimal, (misalnya) kegiatan ekstrakurikuler, study visit, itu yang sekolah sebagian dari mereka memungut biaya kepada orang tua," jelas dia. Itu pula alasan yang membuat pemerintah menganggap penggratisan semua sekolah swasta tidak realistis. Sebab, sekolah-sekolah swasta dinilai memiliki standar tertentu untuk pembiayaan yang mereka sebut sebagai sekolah dengan karakter keunggulan. Sebagian dari mereka, misalnya, menerapkan kurikulum internasional dan sejumlah kegiatan ekstrakurikuler yang berdampak pada pembengkakan biaya studi di luar standar pelayanan minimal yang tidak bisa dicakup oleh APBN. Hakim ingatkan bunyi konstitusi Hakim konstitusi Guntur Hamzah mengkritik perencanaan pendidikan yang dipaparkan Bappenas. Guntur menganggap, realisasi itu tidak memperhatikan perintah Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang mewajibkan semua warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan mewajibkan negara untuk membiayainya. "Dalam hal perencanaan perlu diperhatikan tidak hanya bicara 20 persen (dari APBN untuk pendidikan)--memang itu benar sesuai Pasal 31 ayat (4) konstitusi--tapi juga harus dilihat Pasal 31 ayat (2)-nya," kata Guntur dalam sidang. "Perlu menjadi perhatian, supaya tidak hanya bicara 20 persen sudah dipenuhi--bahkan itu kan sekurang-kurangnya saja 20 persen, bisa lebih dari itu--tetapi juga harus didorong ke tidak dipungut biaya, istilah populernya gratis, untuk wajib belajar 9 tahun ini," jelas dia. Guntur menekankan, betapa pentingnya SD-SMP gratis tergambar betul dari dialektika amendemen UUD 1945. Ia menegaskan, dari 194 ayat yang termaktub dalam UUD 1945 hasil amendemen, frase "biaya" hanya ada pada Pasal 31 yang menyangkut pendidikan. "Luar biasanya, yang tidak disinggung dalam perencanaan pendidikan (Bappenas) itu, dua kali (konstitusi) menyebut kata 'wajib' dan itu dalam satu ayat, (Pasal 31 ayat 2)," kata Guntur. "Sudut pandangnya, menurut saya, titik beratnya ini pada tidak dibebaninya orangtua murid atau siswa membayar dalam kaitannya dengan pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun itu. Itu yang harus diprioritaskan dahulu," jelas dia. Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyinggung bahwa "mencerdaskan kehidupan berbangsa" adalah visi bernegara yang tercantum jelas dalam konstitusi. Akan tetapi, pendidikan dasar yang wajib dibiayai pemerintah saja dianggapnya justru "masih jauh dari yang dicita-citakan". Lalu, hakim Arsul Sani juga melontarkan kritik sejenis atas orientasi dan realisasi anggaran pendidikan selama ini. "Karena yang ada di hadapan kita, kementerian dan lembaga berlomba-lomba membuat lembaga pendidikan yang levelnya pendidikan tinggi. Itu bukan berarti tidak perlu, tapi secara konstitusi tidak diletakkan sebagai kewajiban utama," kata eks politikus PPP itu. "Kita tidak usah bicara kementerian A, B. Kita bisa menyaksikan lah kalau dari siaran televisi saja, bagaimana penerimaan, wisudanya, kemewahan gedungnya, itu kan ada. Dari perspektif konstitusi itu bukan 'kewajiban' nomor satu, 'kewajiban' nomor satu adalah pendidikan dasarnya," jelas Arsul. Mahkamah minta tambahan data Saldi dan Arsul kemudian meminta tambahan data serta keterangan terhadap Bappenas. "Apa konsekuensinya kalau ini dikabulkan? Itu yang paling penting. Sebab, kalau nanti itu tidak tergambar dengan baik, kami khawatir Mahkamah akan salah dalam mengambil sikap," kata Saldi. "Supaya ada keseimbangan kami memandang antara yang dimohonkan pemohon dengan desain yang itu dimulai dari Bappenas. Jadi, Bapak bisa menggambarkan, kalau ini dikabulkan, ini akan terganggu, ini terganggu, ini terganggu," tambah dia. Saldi menegaskan, MK membutuhkan gambaran yang komprehensif. MK, misalnya, mengantisipasi bahwa jika gugatan ini dikabulkan, hal tersebut berpotensi membuat pemerintah tak bisa menyediakan biaya untuk pendidikan menengah dan tinggi. Ada dampak lain yang perlu diantisipasi juga, misalnya, bakal menjamurnya sekolah swasta apabila MK memutuskan SD-SMP swasta turut dibiayai pemerintah. Arsul pun menegaskan, Bappenas perlu memberi masukan kepada majelis hakim supaya putusan terkait gugatan ini nantinya bukan sekadar cek kosong, semata-mata putusan utopis yang tidak bisa atau sulit dilaksanakan karena keterbatasan. "Apa sih sebetulnya yang bisa 'digoyang' dari alokasi APBN yang kurang lebih 20 persen untuk menguatkan pendidikan dasar?" pungkas Arsul. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: netral (57.1%)