Sentimen
Negatif (99%)
6 Jul 2024 : 14.24
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Menjelajahi Pulau Penyengat, Taman Para Penulis Melayu Regional 6 Juli 2024

6 Jul 2024 : 14.24 Views 1

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Menjelajahi Pulau Penyengat, Taman Para Penulis Melayu Tim Redaksi   TANJUNGPINANG, KOMPAS.COM - Bagi mereka yang pertama kali mendengar nama Pulau Penyengat , Tanjung Pinang, Kepulauan Riau , mungkin akan membayangkan sebuah pulau tak berpenghuni yang rawan atau berbahaya. Nyatanya, setelah menaiki kapal pompong berjarak sekitar dua kilometer dari dermaga, pulau ini ternyata ramai permukiman warga dengan rumah-rumah bercat kuning khas Melayu . Pulau Penyengat, anak keturunan Melayu sudah tak asing dengan sejarah pulau dengan panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter ini sebagai bukti termahsyurnya Kerajaan Riau-Lingga pada masanya. Namun jauh sebelum itu, kisah yang beredar dinamakan Pulau Penyengat bermula saat berabad-abad lalu, para pelaut yang kehabisan air singgah di sebuah pulau kecil untuk mengambil air tawar. Saat para pelaut ini berbondong-bondong mengambil air, mereka diserang oleh serangga semacam lebah atau disebut penyengat hingga memakan korban jiwa. Sejak saat itulah nama Penyengat disematkan di pulau ini. Kompas.com menapaki kaki pertama kali di Pulau Penyengat setelah menaiki kapal mesin sekitar 20 menit. Sayup-sayup terdengar musik lagu Bunga Seroja. Benar saja, terlihat seorang lelaki berusia paruh baya duduk mendendangkan lagu ciptaan Said Efendi yang berasal dari Melayu itu. Lagu Bunga Seroja yang dinyanyikannya seperti menambah kedekatan budaya Melayu dengan orang-orang yang datang ke Pulau Penyengat. Pun nuansa kuning dan hijau serta ornamen khas Melayu pada setiap sudut menambah pesona pulau tersebut. Tak hanya itu, aroma kuliner bakaran seperti otak-otak, ikan bakar, sotong dan lainnya juga tercium dari dekat gerbang "Selamat Datang di Pulau Penyengat". Lalu-lalang warga lokal dan wisatawan dengan bermacam aktivitas, ada yang berdagang, ada yang baru saja pulang bekerja dari seberang, atau pun mereka berjalan menuju Masjid Raya Sultan Riau membuat sibuk Pulau Penyengat sore itu, Kamis 5 Juli 2024. Mata kami pun terkesima dengan keunikan Masjid Raya Sultan Riau yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan mengunjungi Pulau Penyengat. Konon, masjid ini dibangun dengan campuran putih telur. "Kalau struktur bangunan Masjid Raya Sultan Riau terbuat dari pasir, putih telur, kabur dan tanah liat," ujar Raja Khaidir, penjaga Masjid Sultan Riau. Dalam narasi yang beredar, masjid ini dibangun pada tahun 1803 setelah diberikannya Pulau Penyengat sebagai mas kawin dari Raja Abdurrahman kepada Raja Hamidah Engku Putri. Kemudian, Raja Abdurrahman yang menjabat Yang Dipertuan Muda ke-7 Kerajaan Riau-Lingga pada tahun 1832, meminta mayarakat bergotong royong merenovasi masjid ini dengan arsitektur simbol-simbol ajaran agama Islam. Di masjid ini juga terdapat Galeri Kutubkhanah atau perpustakaan Marhum Ahmadi yang menyimpan kitab-kitab karya tulisan tangan bergaya Istanbul-Turki tentang ilmu pengetahuan. Menjelajahi Pulau Penyengat ternyata tak cukup satu hari. Keesokannya, bertepatan digelarnya Festival Raja Ali Haji, Kompas.com kembali menjelajahi sejumlah situs bersejarah di Pulau Penyengat. Bergeser dari Masjid Sultan Riau, berjarak sekitar 300 meter terlihat sebuah kerangka bangunan tua disebut Gedung Tabib merupakan kediaman Tabib Raja Daud. Bangunan yang tinggal susunan batu merah rawan runtuh dan dindingnya telah terkelupas itu memiliki dua tingkat dengan ukuran 12 x 8 meter, melintang tenggara-baratlaut 124,38 derajat. Pemerintah setempat memasang pagar larangan dan tiang penyangga agar Gedung Tabib ini tidak runtuh. Bernama asli Raja Ahmad Tabib bin Raja Han bin Raja Ali Haji, dia dikenal sebagai tabib atau dokter yang kemampuan ilmu pengobatannya terkenal hingga ke Riau, Singapura, dan Johor. Salah satunya Syarbat Zanjabil, yaitu obat herbal yang diracik dari rempah-rempah dengan aroma harum, untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti sakit jantung dan sakit kuning. Menurut Ketua Yayasan Balai Maklumat Indera Sakti Penyengat, Raja Malik Hamzah, orang-orang di Pulau Penyengat sangat suka menulis. Mulai dari masyarakat biasa, bangsawan, hingga cendikiawan, mereka menulis keilmuan apa saja yang dimiliki. Bekal inilah yang menjadikan Pulau Penyengat disebut sebagai pusat keilmuan Melayu. "Mulai dari ilmu falaqiyah, tata bahasa, ilmu pemerintah politik, sejarah, bahkan tentang ilmu pengobatan melayu, semua ditulis dalam bahasa Melayu," ujarnya. Keturunan dari Raja Fisabilillah ke-6 ini menjelaskan, khazanah intelektual yang ada di Pulau Penyengat dibuktikan dengan banyaknya manuskrip kuno yang ditulis dan disimpan oleh masyarakat keturunan dari nenek moyang orang penyengat. "Kami mengumpulkan naskah-naskah kuno yang diwariskan dari leluhur kepada anak cucunya, kami membujuk dan membeli mereka untuk menitipkan naskahnya agar bisa dipelajari dan dirawat di sini," ujarnya. "Bisa dikatakan, sebagian besar rumah-rumah di Pulau Penyengat menyimpan naskah kuno sebagai warisan," tambahnya. Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad, sosok ulama, sejarawan, sekaligus pujangga yang menciptakan banyak karya sastra, sejarah, hukum dalam bahasa Melayu dan Arab, salah satu karyanya yang terkenal yaitu Gurindam Dua belas. Raja Ali Haji adalah tokoh yang mengembangkan bahasa dan sastra Melayu, di mana karya-karyanya menjadi rujukan di masa kini. Dia menyebut, sebutan Pulau Penyengat tempat lahirnya Raja Haji Ali ini sebagai taman para penulis Melayu. "Oleh Raja Ali Haji dan lingkarannya membuat bahasa Melayu menjadi bahasa persuratan, tulis menulis, sastra dan lainnya, bahkan akar bahasa Indonesia adalah berasal dari bahasa Melayu," ujarnya. Raja Ali Haji meninggal dunia di Pulau Penyengat pada tahun 1873 dan dimakamkan tepat di samping makam ayahnya di kompleks makam para raja di Pulau Penyengat. Lurah Pulau Penyengat, Candra Agung Lukita, mengatakan, ada 782 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 2.853 orang di pulau ini. Rata-rata warga bekerja sebagai pedagang, nelayan, penambang boat, becak, dan lainnya juga banyak yang di bidang pemerintahan. Menurutnya, acara Festival Raja Ali Haji ini menjadi daya tarik wisatawan yang datang. Biasanya wisatawan datang dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Saat ini dia menyambut Laskar Rempah dari Muhibah Budaya Jalur Rempah yang datang dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengenalkan Pulau Penyengat lebih luas. "Festival Raja Ali Haji ini sebenarnya sudah pernah digelar sebelum pandemi. Ini digelar kembali tentu kita akan sangat senang," ujarnya. "Kita berharap Pulau Penyengat menjadi destinasi wisata religi yang semakin ramai dikunjungi," tambahnya. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (99.2%)