Sentimen
Negatif (88%)
12 Okt 2024 : 06.00
Informasi Tambahan

BUMN: PT Pertamina, PLN

Kab/Kota: Gunung, Serang

"Jangankan di Banten, Kami Menolak Geothermal di Mana Pun"

12 Okt 2024 : 06.00 Views 22

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

"Jangankan di Banten, Kami Menolak Geothermal di Mana Pun"

KOMPAS.com - Upaya Pemerintah Indonesia menggenjot pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi disambut penolakan di sejumlah daerah. Selain warga Poco Leok di Nusa Tenggara Timur, warga Padarincang di Serang, Banten, selama belasan tahun terakhir berkukuh menolak proyek geothermal di wilayahnya. Mengapa energi geothermal—yang diklaim sebagai energi bersih—menuai penolakan warga?

Salah satu warga yang menolak proyek pembangkit panas bumi di Padarincang adalah Doifullah. Pria berusia 51 tahun yang akrab disapa Haji Doif ini menggantungkan hidupnya pada hasil tani.

Cara bertahan hidup dengan bercocok tanam telah dilakukan secara turun-temurun oleh Doif dan warga lainnya di tanah Padarincang, yang berjarak sekitar dua jam perjalanan dari Jakarta dan dikenal sebagai salah satu produsen beras di Banten.

Baca juga: Teknologi Inovatif Penting untuk Maksimalkan Geothermal yang Ramah Lingkungan

“Kekhawatiran kami di sini [proyek] itu akan memengaruhi klimatologi, ketersediaan air, ketersediaan lahan pertanian, yang merupakan mata pencarian abadi masyarakat kami,” kata Doif kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, September silam.

“Kenapa kami bilang abadi? Karena ini turun-temurun dari nenek moyang kami, dan sampai saat ini kami masih menerima berkah yang luar biasa dari alam kami tanpa adanya industri,” ujar Doif kemudian.

Lebih jauh, tekad Doif untuk melawan proyek geothermal di Padarincang semakin kukuh setelah mengamati proyek geothermal di wilayah lain di Indonesia “tidak memberi keuntungan untuk warga, bahkan membuat kerusakan yang luar biasa di ekologi warga”.

“Seperti yang kita lihat di Mataloko, NTT (Nusa Tenggara Timur), Flores, juga daerah Dieng. Semua areal pertanian dan lahan pertanian warga semua menjadi tidak produktif karena adanya proyek geothermal ini,” ungkap Doif.

Baca juga: Pertamina Geothermal dan PLN IP Dorong Kapasitas Panas Bumi Lewat PLTP

“Itu fakta, dan kami tidak ingin itu terjadi di daerah kami di Padarincang,” tegasnya.

Tak jauh dari lahan sawah dan toko pupuk milik Doif, tampak Gunung Parakasak–lokasi yang direncanakan menjadi situs pembangkit listrik panas bumi di Padarincang–menjulang tinggi.

Dari kejauhan, gunung itu sekilas tampak masih rimbun dengan pepohonan, dengan permukiman warga berdiri memadati sekitarnya. Bekas bukaan lahan kini diliputi ilalang dan blokade warga yang dipasangi spanduk penolakan warga terhadap proyek tersebut.

Padarincang merupakan salah satu wilayah di Provinsi Banten yang teridentifikasi memiliki potensi energi panas bumi. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Provinsi Banten memiliki potensi energi panas bumi sebesar 790 Mega Watt, yang tersebar setidaknya di sejumlah titik di Kabupaten Serang dan Lebak.

Pada 15 Januari 2009 silam, Padarincang ditetapkan menjadi bagian wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi di Kaldera Danau Banten oleh Menteri ESDM. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Rawa Danau digadang-gadang akan dibangun di Desa Batukuwung, Padarincang.

Sejak saat itulah wacana pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal mendapat penolakan warga. Hingga kini, 15 tahun kemudian.

Baca juga: Pertamina Geothermal Kantongi Laba Bersih Rp 759,84 Miliar per Kuartal I-2024

BBC INDONESIA/Johanes Hutabarat Bekas bukaan lahan kini diliputi ilalang dan blokade warga yang dipasangi spanduk penolakan warga terhadap proyek geothermal di Padarincang.Mereka khawatir proyek tersebut berpotensi merusak ekosistem Gunung Parakasak yang memiliki sejumlah sumber air yang mengalir ke wilayah warga. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, aliran air dari Gunung Parakasak juga digunakan untuk mengairi sawah warga.

Meski mendapat penolakan warga, perusahaan pemenang tender tetap menggarap proyek tersebut dan sempat melakukan pembukaan lahan di Gunung Parakasak.

Pembukaan lahan untuk pengerjaan dan pembuatan tapak sumur di Gunung Parakasak, menurut Doif, mulai dilakukan sejak 2015.

Salah satu warga, Een Ratnasari, mengeklaim aktivitas eksplorasi di Gunung Parakasak mengakibatkan lahan warga mengalami kekeringan.

Een yang tinggal sekitar satu kilometer dari jalan masuk menuju situs proyek menduga pembukaan lahan menjadi penyebabnya. Pasalnya, menurut Een, sebelum ada proyek geothermal warga “tidak pernah kekurangan air”.

Baca juga: Ekosistem EBT RI Akan Ditopang Pembangkit Hidro dan Geothermal

“Kampung kami kan masih sangat kampung jadi masih menggunakan air sumur. Air sumur kami yang tadinya bersih, sekarang berkurang, karena pohon-pohon yang ada di gunung itu sudah tidak menyimpan air lagi sekarang,” jelas perempuan berusia 40 tahun tersebut.

“Terus kami kan di sini sebagai petani di sawah-sawah juga sudah banyak kekurangan air, penghasilan dari pertanian kami itu sudah sangat berkurang,” ujar Een kemudian.

Namun, klaim bahwa proyek geothermal di Padarincang telah menyebabkan kekeringan dibantah oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) di Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi.

Eniya mengeklaim pembangunan akses jalan dan tapak sumur untuk kegiatan eksplorasi proyek PLTP Rawa Danau yang dilakukan pada 2018 berada di kawasan hutan produksi terbatas di Gunung Parakasak dengan luas lahan 7,95 hektar.

Sentimen: negatif (88.9%)