Sentimen
Netral (84%)
10 Okt 2024 : 06.45
Informasi Tambahan

Kasus: KKN, nepotisme, korupsi

Tokoh Terkait

Pencabutan Nama Soeharto: Perubahan Non-Formal Ketetapan MPR

10 Okt 2024 : 06.45 Views 83

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Pencabutan Nama Soeharto: Perubahan Non-Formal Ketetapan MPR

RAPAT Gabungan Pimpinan MPR yang memutuskan untuk mencabut nama Soeharto dari ketentuan Pasal 4 TAP MPR No. XI/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN menimbulkan polemik.

Banyak pihak mengkritiknya dari sudut pandang sosial, politik, maupun hukum.

Pasal tersebut berbunyi "Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia".

Dalam perspektif hukum, apa yang terjadi pada TAP tersebut menggambarkan mangkirnya permusyawaratan rakyat dan otak-atik TAP MPR di luar prosedur formal. Upaya ini lah yang hendak penulis gambarkan sebagai gejala perubahan non-formal.

Istilah perubahan non-formal yang digunakan terinspirasi dari salah satu model perubahan konstitusi yang diungkapkan oleh Fajrul Falaakh (2014) sebagai “perubahan makna konstitusi tanpa perubahan dokumen”.

Perubahan non-formal ini pada dasarnya terjadi dalam konteks adanya penafsiran Mahkamah Konstitusi (constitutional interpretation) yang mengubah pemaknaan dari teks UUD.

Di antara contoh perubahan non-formal saat ini adalah kewenangan Komisi Yudisial dalam teks Pasal 24B UUD NRI 1945 untuk mengawasi hakim (secara umum), tapi diubah maknanya oleh Putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 menjadi hanya mengawasi hakim selain Hakim Konstitusi.

Selain konstitusi, model perubahan ini mungkin saja terjadi pada produk hukum lain, serta mungkin dilakukan bukan melalui interpretasi lembaga peradilan. Perubahan yang terjadi melalui tindakan politik, misalnya.

Di sini, definisi perubahan tersebut diadopsi untuk produk hukum TAP MPR. Sehingga, perubahan non-formal TAP MPR adalah perubahan makna tertentu, tapi kondisi dari dokumen formal dari TAP MPR tetap dan tidak berubah.

Prosedur formal

Sebelum menilai dampak dari perubahan non-formal, perlu digambarkan bagaimana prosedur formal terhadap TAP MPR/S.

Pascaamendemen, MPR sudah tidak dapat lagi mengeluarkan ketetapan yang bersifat regelling (mengatur), termasuk untuk mengubahnya.

Selain dipahami secara doktrinal akibat adanya amandemen UUD, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 66/PUU-XXI/2023 juga menekankan bahwa MPR tidak dapat mengeluarkan TAP yang bersifat mengatur dan berlaku mengikat keluar.

Dengan demikian, TAP MPR/S yang masih ada dan berlaku adalah produk MPR/S dahulu saat masih menjadi lembaga tertinggi yang menjalankan kedaulatan rakyat, bukan MPR saat ini yang kedudukannya setara dengan lembaga tinggi negara lainnya.

TAP MPR No. I/2003 (TAP Sapu Jagat) sebagai tindak lanjut dan amanat Aturan Tambahan UUD 1945 untuk meninjau seluruh TAP MPR/S yang pernah ada, mengatur satu-satunya prosedur formal terhadap Tap MPR.

TAP tersebut mengatur prosedur pencabutan TAP MPR/S yang ada, sementara prosedur perubahan substansi TAP tidak diatur sama sekali.

Sentimen: netral (84.2%)