Kabinet Prabowo: Gemuk atau Zaken?
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2024/08/16/66bed630ac1ae.jpg)
PASANGAN Presiden-Wakil Presiden terpilih masa bakti 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan dilantik 20 Oktober 2024. Salah satu topik yang menghangat di masyarakat adalah tentang susunan kabinet mendatang.
Memang belum ada siaran pers resmi dari Prabowo – Gibran tentang kabinet yang akan mereka bentuk. Namun, sudah ramai diskusi seperti apa perkiraan kabinet kelak.
Setidaknya ada dua kemungkinan dan tuntutan kabinet yang akan dibentuk. Pertama, kabinet era Prabowo-Gibran merupakan kabinet gemuk karena harus mengakomodasikan kepentingan para pendukung yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
KIM merupakan koalisi gemuk yang terdiri dari banyak partai.
Hal ini sudah terdengar dari pernyataan beberapa pihak bahwa jumlah kementerian akan bertambah serta akan ada pembentukan badan atau lembaga nonkementrian baru dalam era Prabowo-Gibran.
Jumlah kementerian dan lembaga non-kementrian dikabarkan akan bertambah dari 34 di era Jokowi menjadi 44 di era Prabowo.
Beberapa kementerian kabarnya akan dipisah dan ada beberapa lembaga non-kementerian baru yang akan dibentuk.
Sejumlah lembaga non-kementrian baru yang dibentuk tersebut antara lain: Badan Gizi Nasional untuk melaksanakan Program Makan Bergizi Gratis, Badan Pengelola Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon, Badan Penerimaan Negara, dan satu lagi badan yang mengurusi tata niaga pangan semacam Bulog (belum tahu apakah akan menggantikan Bulog atau bekerjasama dengan Bulog).
Kritik
Kritik dilancarkan terhadap rencana pembentukan kabinet gemuk jika benar akan dilaksanakan.
Pertama, tentu hal ini akan menambah beban keuangan negara dalam APBN. Belum lagi beban akibat program lain seperti makan bergizi gratis dan penyelesaian pembangunan IKN.
Membesarnya beban APBN tentu akan diikuti sejumlah langkah untuk menutup bertambahnya defisit APBN. Langkah-langkah tersebut juga punya dampak negatif.
Cara pertama dengan menaikkan penerimaan dari pajak. Wacana yang akan berjalan adalah kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025.
Kenaikan tarif PPN yang dibebankan ke konsumen tentu akan menjadi beban masyarakat, khususnya kelas menengah yang jumlahnya kian turun.
Selain itu, ada wacana untuk mengenakan cukai terhadap berbagai objek cukai baru seperti: minuman berpemanis dalam kemasan, plastik, tiket konser, dan lain-lain.
Cara kedua adalah dengan menambah utang luar negeri. Cara ini pun akan memberatkan bagi ekonomi dan masyarakat mengingat jumlah utang luar negeri Indonesia yang sudah besar dan jumlahnya terus meningkat drastis di era Jokowi.
Sentimen: positif (98.4%)