Sentimen
Positif (47%)
8 Sep 2024 : 13.24

Demokrasi Inklusif: Menjangkau Setiap Suara

8 Sep 2024 : 13.24 Views 4

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Demokrasi Inklusif: Menjangkau Setiap Suara

PADA 25 Agustus 2024, saya mendapat undangan untuk menjadi narasumber dalam kegiatan fasilitasi dan pembinaan aparatur pengawas pemilu yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat.

Peserta yang hadir merupakan Ketua dan Anggota Bawaslu, Koordinator Divisi SDM, Kepala/Koordinator Sekretariat, serta staf operator data dari seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Barat.

Pada kesempatan ini, saya diminta menyampaikan materi tentang “demokrasi inklusif”, topik yang semakin relevan jelang pemilihan kepala daerah, di tengah upaya bangsa kita untuk merangkul semua kelompok masyarakat dalam proses demokrasi.

Topik ini penting karena masih ada kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya dapat berpartisipasi dalam pemilu secara setara.

Di Indonesia, proses pemilu sering kali masih menyisakan tantangan bagi penyandang disabilitas. Dalam pembahasan ini, saya menggarisbawahi bahwa demokrasi inklusif harus menjangkau setiap suara, termasuk suara yang sering terabaikan.

Selama diskusi, saya mengangkat fakta bahwa meskipun sudah ada berbagai regulasi dan kebijakan yang mendukung hak penyandang disabilitas, pada kenyataannya implementasi di lapangan masih jauh dari ideal.

Banyak tempat pemungutan suara (TPS) yang belum ramah akses bagi penyandang disabilitas. Sebagai contoh, akses fisik ke TPS sering kali tidak memungkinkan bagi pengguna kursi roda, informasi pemilu belum tersedia dalam format yang bisa diakses oleh penyandang disabilitas sensorik, seperti Braille atau audio.

Selain itu, petugas pemilu belum terlatih dalam menangani kebutuhan khusus pemilih dengan disabilitas.

Dalam banyak kasus, tantangan ini menyebabkan pemilih disabilitas tidak dapat menjalankan hak pilihnya dengan mandiri.

Padahal, dalam sistem demokrasi, hak memilih merupakan bagian dari hak asasi manusia. Ketika kelompok-kelompok tertentu, terutama penyandang disabilitas, tidak dapat mengakses hak mereka secara setara, hal itu mencerminkan kita belum sepenuhnya menerapkan prinsip inklusivitas.

Jurgen Habermas, dalam bukunya The Structural Transformation of the Public Sphere (1992), menggambarkan pentingnya ruang publik yang inklusif sebagai tempat di mana setiap individu, tanpa kecuali, dapat terlibat dalam diskusi dan proses politik.

Pemilu sebagai salah satu bentuk partisipasi dalam ruang publik seharusnya tidak mengecualikan siapa pun.

Habermas menegaskan bahwa demokrasi hanya dapat berfungsi dengan baik jika setiap suara, termasuk yang paling marginal, memiliki akses setara untuk berpartisipasi.

Prinsip ini relevan dalam konteks kita, di mana penyandang disabilitas masih sering tidak mendapatkan akses penuh ke ruang partisipasi politik.

Perubahan paradigma

Dalam mengubah paradigma dari demokrasi eksklusif menjadi inklusif, kita harus mulai dengan melihat pemilu sebagai lebih dari sekadar pencapaian angka partisipasi.

Sentimen: positif (47.1%)