Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Kab/Kota: Senayan, Yogyakarta, Mataram, Solo
Kontroversi "Raja Jawa" di Tengah Pergolakan Politik
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2024/08/25/66cad1b95eb2b.jpeg)
SETELAH sang raja njeplak (bahasa Jawa, buka mulut asal-asalan) atau ratu ceblang-ceblung (bahasa Jawa, bicara semaunya) berkoar tentang “raja Jawa”, unjuk rasa hari Kamis, 22 Agustus 2024, di Solo dan Yogyakarta, mendapat bahan tambahan membuat tulisan spanduk menentang keras “sang raja Jawa”.
Kecaman para pengunjuk rasa semakin keras, lantang dan membahana sampai ke langit ketujuh. Terutama di Solo dan Yogya, tempat raja-raja Jawa yang sebenarnya, bersemayam.
Sejumlah pengunjuk rasa mengatakan akan melanjutkan aksi unjuk rasa. Hari Jumat, 23 Agustus 2024, saya menemui beberapa demonstran yang sedang berjalan dari depan gedung TVRI Senayan, Jakarta, menuju ke depan pintu gerbang gedung Parlemen, yang sehari sebelumnya dijebol para pengunjuk rasa.
Ketika saya tanya tentang adanya orang yang menyinggung “raja Jawa”, seorang pengunjuk rasa sambil berjalan dan berwajah serius berkata, “Oh itu yang ngomong si raja njeplak."
Demonstran lainnya yang berjaket biru kusam menimpali, ”yang bicara tentang raja Jawa itu adalah ratu ceblang-ceblung (Jawa, artinya asal bicara).”
Dari samping gedung Parlemen Senayan, Jakarta, saya berpindah menyaksikan aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jalan Imam Bonjol, yang di depannya (di garis batas jalan) sudah diberi benteng beton dan kawat berduri.
Unjuk rasa berlangsung cukup seru. Saya mengurungkan niat untuk mengajak bincang-bincang dengan para demonstran karena mereka nampak sibuk berunjuk rasa.
Saya hanya menonton hingga malam, sambil membayangkan tentang KPU yang pernah dipimpin orang yang dipecat karena melanggar susila.
Pergantian dari ketua KPU yang dipecat ke pelaksana tugas (PLT) ketua KPU berlangsung cepat karena, kata seorang komisioner KPU, “Kami di sini sudah seperti keluarga”, jadi lancar pergantiannya.
Hari Sabtu, 24 Agustus 2024, saya kontak teman-teman wartawan yang meliput aksi unjuk rasa di kedua kota itu.
Saya juga kontak para demonstran di kedua kota tempat kedudukan para raja Jawa setelah perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, yang membuat Kerajaan Mataram terpecah dua dan selanjutnya menjadi empat.
Banyak orang Jawa yakin, Kerajaan Mataram ini kelanjutan dari Kerajaan Singosari dan Majapahit (Jawa Timur).
Yang saya hubungi antara lain Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret Solo (UNS), Agung Lucky Pradita.
Ia mengatakan, aksi unjuk rasa di depan Balaikota Solo hari Kamis, 22 Agustus 2024, diikuti sekurang-kurangnya 1.000 orang demonstran.
Selain bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengaturan pencalonan kepala daerah dan sidang paripurna DPR untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Waikota (Pilkada), Presiden BEM UNS itu lebih banyak mengutarakan jalannya aksi unjuk rasa, yel-yel mereka dan spanduk-spanduk besar yang mereka bawa.
Sentimen: netral (93.8%)