Skandal Klaim Fiktif ke BPJS, Pemilik RS hingga Keluarganya Diduga Terlibat
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2024/07/24/66a0cf62bfb6b.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Tim gabungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap skandal klaim fiktif dari rumah sakit untuk mendapatkan uang dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Tim yang terdiri dari KPK, Kemenkes, BPJS, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan tiga rumah sakit (RS) swasta yang mengajukan klaim fiktif sehingga menimbulkan kerugian negara puluhan miliar rupiah pada 2022-2023.
“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
“Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis (fiktif),” ujar dia melanjutkan.
Baca juga: KPK Ungkap Ada RS Ajukan Klaim Palsu Ke BPJS, Diduga Rugikan Negara Puluhan Miliar
Pahala menjelaskan, awalnya tim gabungan menindaklanjuti temuan BPJS Kesehatan soal dugaan fraud akibat klaim fiktif RS.
KPK dan sejumlah lembaga itu kemudian turun ke tiga provinsi dan memeriksa enam rumah sakit sebagai sampel.
Hasilnya, ditemukan tiga rumah sakit yang diduga melakukan klaim fiktif.
Rumah sakit itu adalah RS A di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dengan nilai klaim Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar.
Kemudian, RS B di Provinsi Sumut dengan nilai klaim Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar.
Lalu, RS C Provinsi di Jawa Tengah senilai Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar.
Modus kecurangan klaim RS
Pahala mengungkapkan, terdapat sejumlah modus kecurangan RS dalam mengeklaim uang dari BPJS, salah satunya adalah phantom billing yang menurutnya merupakan bentuk kecurangan paling parah.
Ia menjelaskan, dalam modus phantom billing, pihak RS mengajukan klaim atas pemeriksaan pasien atau tindakan medis yang sebenarnya tidak ada.
Modus itu dilakukan pihak RS dengan membuat acara bakti sosial untuk mengumpulkan data-data pribadi seperti kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan nomor kartu BPJS.
Para pelaku kemudian membuat data fiktif bahwa seolah-olah pengguna BPJS terjangkit penyakit tertentu sehingga harus diobati.
Sentimen: negatif (98.1%)