Sentimen
Negatif (88%)
16 Jul 2024 : 16.15
Informasi Tambahan

Brand/Merek: KIA

Tokoh Terkait

Nasib Guru Honorer di Jakarta Terlunta-lunta Usai Diberhentikan Sepihak karena Kebijakan Cleansing

16 Jul 2024 : 16.15 Views 41

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Nasib Guru Honorer di Jakarta Terlunta-lunta Usai Diberhentikan Sepihak karena Kebijakan Cleansing

PIKIRAN RAKYAT - Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, mengungkapkan sejumlah guru honorer di Daerah Khusus Jakarta tiba-tiba diberhentikan mengajar pada awal tahun ajaran baru. Pemberhentian itu dilakukan secara sepihak.

Iman menuturkan, pemberhentian itu dilakukan setelah sebelumnya guru honorer mengisi formulir dalam aplikasi Google Spreadsheet. Dalam formulir yang diperlihatkan Iman kepada Pikiran Rakyat, terdapat judul "Cleansing TLHP BPK Guru Honor". Di dalamnya terdapat 172 nama guru honorer yang berdomisili di Jakarta.

Iman mengatakan, formulir tersebut ditujukan untuk menghitung jumlah honorer di setiap satuan pendidikan.

Baca Juga: Cuti Ayah Dibahas dalam Aturan Turunan UU KIA, Masih Perlu Diselaraskan dengan UU Tenaga Kerja

"Setelah mengisi formulir, para guru honorer juga diberitahukan bahwa mereka sudah tidak bisa mengajar lagi. Makanya pada shock. Sebab itu hari pertama mengajar," katanya Minggu, 14 Juli 2024.

Iman mengaku menyesalkan penggunaan kata di dalam pengantar formulir tersebut yang disebar melalui broadcast whatsapp. Dalam pengantar tersebut terdapat kata "cleansing/pembersihan honorer di satuan pendidikan negeri", dengan dalih menindaklanjuti Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (TLHP BPK).

Broadcast berisi link terhadap formulir di Google Spreadsheet tersebut disebarkan oleh Suku Dinas Pendidikan Jakarta kepada kepala satuan pendidikan. Setiap kepala satuan pendidikan kemudian memberikannya langsung kepada guru honorer.

Iman mengaku masih belum mengetahui maksud dari TLHP BPK, terutama soal rekomendasi kepada Pemprov Jakarta soal guru honorer yang harus ditindaklanjuti. "Masih saya pelajari," katanya.

Iman mengatakan, kebijakan ini membuat para guru honorer kebingungan. Sebelumnya para guru honorer tersebut tidak mendapatkan pemberitahuan apa-apa soal kegiatan mengajar mereka yang harus disudahi.

Nasib terlunta-lunta

"Sekarang mereka juga bingung mau mencari pekerjaan karena belum ada persiapan. Ini sangat tidak manusiawi," katanya.

Iman juga sebelumnya telah mengunggah soal pemberhentian secara mendadak para guru honorer tersebut di X pada Kamis, 11 Juli 2024. Dalam akunnya, terdapat tangkapan layar seorang guru honorer yang mengadu kepadanya soal pemberhentian secara sepihak tersebut.

Guru honorer yang mengadu kepada Iman mengatakan bahwa dirinya diberi tahu oleh pihak sekolah mengenai pemberitahuan hari terakhir mengajar.

Iman mengatakan, beberapa guru honorer yang menerima informasi pemberhentian tersebut masih terguncang karena terkesan mendadak prosesnya. Iman juga menuturkan ada informasi dari guru honorer yang telah mengajar selama 6 tahun diberhentikan begitu saja.

"Para guru honorer masih shock. Beberapa bingung, karena hari pertama masuk sekolah justru diberitahu bahwa itu hari terakhir mengajar. Lalu diminta isi formulir Cleansing guru Honorer. Ada murid yang tanya, kenapa gak masuk, tapi bingung jawab apa," kata Iman dalam unggahannya.

Iman mengatakan, pemecatan dengan perintah cleansing tidak menempatkan guru sebagai manusia. Para guru honorer sudah terbiasa bekerja dengan gajinya yang dirapel dengan besaran yang tidak seberapa.

"Sekarang, mereka untuk berangkat keluar rumah saja tidak tahu akan kemana," katanya.

Pemerintah perlu dialog

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, pemerintah daerah Jakarta dan BPK perlu dialog soal kebijakan tersebut. Pasalnya, kebijakan tersebut berdampak kepada pemberhentian guru honorer secara tiba-tiba.

“Prinsipnya tidak boleh ada kebijakan yang merugikan di sektor pendidikan. Apalagi ini konteksnya pemutusan kerja bagi guru honorer, terlebih ini dilakukan mendadak,” katanya.

Menurutnya, BPK harus berada pada posisi mau diajak dialog dan turut mencarikan solusi. “Saya kira pemda tidak boleh tiba-tiba menyerah. Kalau konteksnya adalah audit BPK dan merekomendasi pemberhentian, BPK seharusnya diajak dialog,” tuturnya.***

Sentimen: negatif (88.3%)