Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga
Kasus: kejahatan siber
Tokoh Terkait
Berdampak Pada Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik, Pakar Komunikasi Unair Minta Jokowi Bertanggung Jawab Atas Kebocoran Data
Fajar.co.id
Jenis Media: Nasional

FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kebocoran data Pusat Data Nasional (PDN) disebut berdampak pada segala aspek di Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta bertanggung jawab atas hal itu.
“Presiden harus bertanggung jawab terhadap kebijakan Kominfo yang strategis,” kata Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Henri Subiakto dikutip dari unggahannya di X, Selasa (2/7/2024).
“Bocornya pusat data nasional dapat memiliki berbagai konsekuensi buruk bagi kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia,” tambahnya.
Guru Besar Unair itumenjelaskan, privasi individu warga negara terancam. Siapapun warga negara bisa diekspos data kesehatannya, data keuangan, dan data pribadi lainnya.
“Jika itu adalah termasuk data yang diretas. Ini tentu berbahaya dan sangat merugikan,” ucapnya.
Data tersebut, kata dia bisa digunakan sebagai bahan tindakan kriminal, seperti penipuan dengan identitas palsu, atau kejahatan siber lainnya. Menurutnya itu adalah ancaman. Kebocoran data juga bisa memunculkan kerugian finansial.
“Dari hal sederhana, publik yang terlayani dengan buruk karena kacaunya data, hingga kemungkinan data bisnis dan keuangan yang bocor digunakan untuk kegiatan ilegal yang menyebabkan kerugian finansial yang besar. Pada dunia bisnis, personal, maupun negara,” terangnya.
Kebocoran data saat ini, dinilainya menggerus kepercayaan investor asing maupun lokal sehingga mengakibatkan ancaman turunnya investasi.
“Untuk memulihkan data dan reputasi pemerintah yg terlanjur rusak membutuhkan biaya besar. Biaya untuk memperbaiki dan memperkuat sistem keamanan data, terlebih jika harus kembali memproses data-data lagi. Biaya untuk itu bisa butuh ratusan milyar bahkan trilyunan,” ucpanya.
“Apalagi jika kebocoran data memunculkan kejahatan dan kerugian signifikan pada masyarakat. Terutama bila data strategis negara juga ikut bocor, itu bisa digunakan pihak asing atau kelompok tertentu untuk mengancam stabilitas nasional,” sambungnya.
Bahkan, kata Henri, kebocoran data bisa juga menjadi isu Internasional yang mempengaruhi hubungan diplomatik dengan negara lain, jika data yang bocor mencakup informasi sensitif yang bersifat Internasional. Atau pelakunya diidentifikasi berasal dari negara asing.
“Apalagi jika muncul spekulasi kerusakan data, dimaknai sebagai upaya penghilangan jejak digital terkait adanya kejahatan politik,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, ia menyebut kebocoran data nasional dapat mengakibatkan krisis multidimensional yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di Indonesia.
“Inilah pengalaman yang sangat mahal, yang harus diambil tanggung jawabnya oleh Presiden, atau minimal Menteri Kominfo. Mereka harus mengerti bahwa urusan kominfo terkait data itu bukan urusan teknis, tapi persoalan strategis negara,” ungkapnya.
Ia meminta, membangun pusat data adalah persoalan strategis yang kelembagaan dan tata kelolanya harus benar-benar siap sehingga andal dan aman untuk masa depan.
Kelembagaan pusat data menurutnya tidak boleh dicampur aduk dengan fungsi regulator pengawas dalam satu unit satuan kerja. Harus unit terpisah yang benar-benar siap secara teknis dan aman saat mengelola data nasional.
“Ke depan Presiden Indonesia yang baru nanti (pak Prabowo) jika memilih Menteri Kominfo hendaknya mendudukkan orang berdasarkan pertimbangan profesional dan basis kompetensi terhadap sektor yang sangat strategis ini,” harapnya.
“Jangan sampai seperti yang sudah-sudah, memilih menteri Kominfo hanya berdasar pertimbangan balas jasa politik, bukan berdasar pertimbangan right man on the right place,” tandasnya.
(Arya/Fajar)
Sentimen: negatif (99.8%)