Sentimen
Negatif (94%)
27 Mei 2024 : 08.55
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: UNPAD

Kasus: Teroris, korupsi, teror

Tokoh Terkait
Febrie Adriansyah

Febrie Adriansyah

Dugaan Spionase terhadap Jampidsus Kejagung, Pengamat Singgung Sinergitas Lembaga Penegak Hukum

27 Mei 2024 : 08.55 Views 16

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Dugaan Spionase terhadap Jampidsus Kejagung, Pengamat Singgung Sinergitas Lembaga Penegak Hukum

PIKIRAN RAKYAT - Guru Besar Universitas Padjadjaran Prof. Muradi memberikan tanggapannya terkait kasus dugaan spionase di Kejaksaan Agung. Seperti diketahui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah diduga dimata-matai oleh sejumlah anggota Densus 88.

Menurut Muradi terkait kasus dugaan spionase tersebut seharusnya tidak terjadi apabila Jampidsus secara clear menangani kasus ini dengan utuh. Namun Jampidsus, kata Muradi, menyerempet kasus timah yang memunculkan risiko politik yang juga diduga melibatkan elite-elite di TNI, Polri, termasuk elite politik.

"Jampidsus juga kalau bisa tidak memilah siapa saja yang akan diproses dalam kasus tersebut," kata Muradi saat diwawancarai pada Minggu, 26 Mei 2024.

Muradi juga mengatakan spionase ini juga akibat dari kurangnya sinergitas antara beberapa lembaga. Lembaga tersebut yaitu Kejaksaan Agung itu sendiri, KPK, dan Polri. Para lembaga ini punya cara masing-masing dalam menangani kasus.

"Kasus spionase yang menimpa Pak Febri sebagai Jampidsus ini seharusnya tidak perlu diperdebatkan atau disalahkan. Ini juga pernah menimpa Pak Tito Karnavian yang saat itu menjabat sebagai Kapolri," katanya.

Spionase ini pun sebagai bentuk saling mengingatkan, jadi apabila tidak merasa mempunyai masalah maka sebaiknya bersikap biasa saja. "Pak Sutarman pun pernah di-profiling seperti ini. Bahkan Pak Tito dulu sering berganti ponsel dan ganti pengawal," katanya.

Terlebih kata Muradi, Pak Febri ini bukanlah seorang Nabi pasti ada salahnya. Sehingga akan dicari celah kesalahan tersebut karena menyerempet elite-elite dari TNI, Polri, termasuk elite politik tersebut.

"Bagi kita masyarakat sipil, spionase tersebut sebenarnya bagus. Ini karena semuanya bisa saling bongkar kesalahan-kesalahan yang ada di lembaga-lembaga penegak hukum. Hanya saja problem Jampidsus adalah adanya dugaan pemilahan siapa saja yang akan diangkat kasusnya," katanya.

Apalagi semua lembaga penegakkan hukum ini sedang bersaing. Terutama dalam menjaga muruahnya masing-masing. "Ini karena jika dibuka kasus timah tersebut, maka akan didapat siapa-siapa saja yang terlibat. Siapa yang masih menjabat dan yang sudah tidak menjabat termasuk data lengkapnya," katanya.

Jadi spionase ini kata Muradi, merupakan akibat apa yang dilakukan Jampidsus yang diduga akan memilah tadi. "Apalagi yang melakukan spionase adalah pada tingkatan bintara. Ini bukan hal yang besar lah apalagi diperdebatkan," katanya.

Disinggung apakah kegiatan spionase ini melanggar hukum menurut Muradi seharusnya memang harus ada izin dari pengadilan. "Ada yang terbuka dan yang tertutup terkait spionase ini. Jika tidak ada izin maka melanggar hukum, kejadian kemarin tersebut juga apakah ada yang memberikan perintah atau tidak," katanya.

"Secara holistik spionase yang melibatkan TNI dan Polri ini pun merupakan distorsi masalah. Sebaiknya semuanya harus bersinergi dengan baik terutama empat lembaga penegak hukum, empat lembaga tersebut adalah TNI, Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung," katanya.

Dosen Hukum Universitas Islam Nusantara Dr. (C) Leni Anggraeni SH, MH menambahkan berita tentang Jampidsus Febrie Adriansyah ini diklarifikasi oleh pihak Kejaksaan Agung dan Polri sendiri. Tentunya masyarakat pun bertanya-tanya perangkat negara kok bisa saling mencurigai.

"Jadi berarti ini ada sesuatu yang urgensinya entah apa itu hanya tuhan yang tahu. Apalagi sebenarnya aksi spionase antara perangkat negara sebenarnya boleh saja karena itu diatur oleh negara kita," katanya.

Seperti misalnya kata Leni, KPK boleh menyelidiki Polri dan Pejabat Negara dalam rangka penegakan hukum terkait dengan korupsi.

"Hanya saja, nah kembali ke Densus 88 kita harus tahu dulu fungsi Densus 88 adalah memeriksa laporan aktivitas teror di daerah, melakukan penangkapan kepada personel atau seseorang atau sekelompok orang yang dipastikan merupakan anggota jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan dan keamanan NKRI," katanya.

Jadi kata dia jika memata-matai seseorang atau sekelompok terkait dengan jaringan teroris itu dibenarkan. Namun dalam peristiwa saat ini, terjadi aksi Densus 88 memata-matai Jampidsus Febrie Adriansyah hal ini tidak dibenarkan.

"Densus 88 sudah melampaui fungsinya terkecuali jaksa tersebut terlibat dalam aksi terorisme. Nah untuk Polisi Militer di sini mungkin masyarakat ada yang bertanya kenapa PM ini bisa mengawal Kejaksaan. Ini karena sepengetahuan saya memang ada nota kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung dan Panglima TNI," katanya.

Salah satunya, kata Leni, berisi penugasan prajurit TNI di dalam lingkungan Kejaksaan RI, dan ada juga dalam struktur Kejaksaaan Agung yaitu Jaksa Muda Pidana Militer.

Oleh karena itu, menurut Leni, Kapolri sebaiknya segera mengklarifikasi terkait dengan aksi anggotanya yaitu Densus 88. "Ini karena saat ini kinerja Polri betul-betul sedang disorot, dan rasa trust masyarakat sudah mulai sangat berkurang terkait beberapa kasus yang terjadi terutama saat masyarakat mencari perlindungan hukum terhadap Polri," katanya.***

Sentimen: negatif (94.1%)