Sentimen
Negatif (66%)
17 Mei 2024 : 13.24
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: UIN, Sekretaris Direktorat Jenderal, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Kab/Kota: bandung

Tokoh Terkait

Mahasiswa Mahasiswi Bersuara Soal Isu UKT Mahal: Padahal Buat Melamar Kerja Minimal S1

17 Mei 2024 : 13.24 Views 7

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Mahasiswa Mahasiswi Bersuara Soal Isu UKT Mahal: Padahal Buat Melamar Kerja Minimal S1

PIKIRAN RAKYAT - Mahasiswa dan mahasiswi bersuara terkait isu UKT mahal yang kini tengah meneror masyarakat. Perlu diketahui dalam beberapa waktu terakhir, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) disoroti karena kenaikan biaya UKT yang naik secara sporadis.

Putri Utami, mahasiswi Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyatakan bahwa ia sebenarnya tak terlalu mengikuti isu tersebut. Tapi, jika memang ada kenaikan tiba-tiba, itu patut menimbulkan pertanyaan panjang.

"Tapi kalau menurut saya tiba-tiba di tengah-tengah gitu kan. Tiba-tiba ada kenaikan UKT sepertinya, ada apa gitu. Di pikiran rektor ada apa gitu?," tuturnya saat dihubungi Pikiran-Rakyat.com Jumat 17 Mei 2024.

"Apakah mereka membutuhkan tanda kutip uang untuk membangun kampus lebih baik. Atau apakah ada niat-niat lain yang mungkin terselubung. Mungkinkah? Kita kan ga tahu?," ucapnya lagi.

Sebaiknya Didemo!

Senada dengan Putri, Aldi dan Rifki yang merupakan mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) juga mempertanyakan kebijakan kampus tersebut. Pasalnya, mereka mengetahui isu dari pemberitaan massif di media social.

Meskipun begitu, menurut mereka, wacana tersebut belum terasa di kampus Unisba. "Sejauh ini sih belum ada peningkatan terkait UKT ya. Masih dibilang sama seperti semester-semester sebelumnya," kata keduanya.

Tapi mereka gamang jika UKT mahal memang terjadi nantinya. Meskipun demikian, mereka masih bimbang dengan kebijakan tersebut. Aldi dan Rifki ingin jika UKT memang naik, harus diselingi dengan fasilitas kampus yang ikut naik.

"Untuk kebijakan ini sih sebenernya 50:50 sih. Bisa setuju bisa enggak. Kalau setuju, itu misalkan UKT naik berbanding lurus dengan apa yang diberikan kampus termasuk fasilitas, ya mungkin bisa didiskusikan ulang," kata Aldi.

"Tapi jika ada kepentingan lain, atau maksud terselubung dari pihak kampus. Sebaiknya didemo saja," ucap Rifki.

Mereka juga kecewa dengan kenaikan UKT kampus yang bisa sampai menyentuh angka ratusan juta rupiah tersebut. Bahkan siap untuk aksi turun ke jalan jika memang itu terjadi di Unisba.

"Ya lebih ke kecewa aja sih. Kenapa bisa sejauh itu kenaikannya. Kalau kejadian (UKT mahal) ya mungkin mahasiswa pasti turun aksi," tutur Aldi menjelaskan.

Melamar Kerja Aja Minimal S1

Lain lagi dengan tanggapan dari Vito Subandi. Mahasiswa Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) mengaku cemas dengan kebijakan pemerintah soal naiknya UKT jadi lebih tinggi ini. Pasalnya, menurutnya saat ini masyarakat masih banyak yang belum bisa merasakan bangku kuliah.

"Kalau tanggapan aku agak kaget ya. Jadi kenaikan UKT ini mengindikasikan kalau perkuliahan ini kan juga orang Indonesia sedikit ya. Mungkin kurang lebih 10 persen orang yang mengeyam Pendidikan S1. Jadi Kemendikbud itu wajib buat menyelesaikan masalah ini," ucapnya.

Ia juga mempertanyakan bagaimana komitmen pemerintah untuk nanti mencapai Indonesia Emas di 2045. Jika uang kuliah saja tak bisa dijangkau berbagai pihak.

"Bagaimana nanti statement itu Indonesia Emas 2024. Sedangkan aja kuliah aja mahal begini kan. Lucunya lagi tentang statement (pernyataan) kuliah itu kebutuhan tersier. Jadi bagaimana sedangkan aja ya, perkuliahan itu, untuk melamar kerja aja minimal S1. Apalagi mau ditekan pendidikan tinggi masyarakat Indonesia yang sudah sedikit ini," kata dia.

Dalam pernyataannya, ketiga pelajar juga sepakat akan turun dan melakukan aksi jika memang kenaikan UKT mahal tersebut terjadi di kampus masing-masing.

Perguruan Tinggi Tak Wajib

Perlu diketahui Kemendikbudristek telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (BOPT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di bawah naungan Kemendikbudristek.

Peraturan ini menetapkan standar minimal UKT (Uang Kuliah Tunggal) untuk dua kelompok:

Kelompok UKT 1: Rp500 ribu
Kelompok UKT 2: Rp1 juta

PTN diwajibkan untuk menerapkan standar minimal ini, dengan besaran UKT yang lebih tinggi dapat ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.

Selain itu, soal biaya UKT mahal yang terjadi saat ini imbas aturan di atas, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menekankan bahwa perguruan tinggi atau pendidikan tinggi termasuk dalam kategori "Tersier Education", yang berarti kebutuhan tersier dan tidak diwajibkan.

Berbeda dengan proses belajar 12 tahun dari SD, SMP, hingga SMA yang wajib, perguruan tinggi merupakan pilihan bagi lulusan SLTA/SMK.

"Pendidikan tinggi ini adalah 'tertiary education' (pendidikan tersier). Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi," jelas Tjitjik.

Oleh karena itu, menurut Kemendikbudristek, kuliah, perguruan tinggi, dan lainnya adalah pilihan, bukan kewajiban. Konsekuensi dari kategori pendidikan tersier ini adalah pendanaan pemerintah untuk pendidikan akan difokuskan dan diprioritaskan untuk program wajib belajar 12 tahun.***

Sentimen: negatif (66.7%)