Sentimen
Negatif (98%)
1 Mei 2024 : 17.01
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Institusi: Universitas Brawijaya

Kab/Kota: bandung, Depok, Rawajati, Garut

Masih Jomblo Ditanya Kapan Nikah, Sudah Nikah Ditanya Kapan Punya Anak

1 Mei 2024 : 17.01 Views 5

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Masih Jomblo Ditanya Kapan Nikah, Sudah Nikah Ditanya Kapan Punya Anak

PIKIRAN RAKYAT - Kalimat 'kapan nikah' menjadi salah satu pertanyaan yang paling banyak dilontarkan ketika bertemu seseorang yang masih sendiri atau sudah punya kekasih tapi belum juga melangkah ke jenjang yang lebih serius. Antara sekadar basa-basi atau kepo, yang pasti pertanyaan itu banyak terdengar saat acara keluarga atau kumpul dengan teman sebaya.

Akan tetapi, tidak hanya berhenti sampai di situ, pertanyaan dari masyarakat seakan tak ada habisnya. Ketika akhirnya si jomlo sudah menikah, pertanyaan beralih ke tingkat yang lebih serius, yakni 'kapan punya anak?'.

"Kalau ngikutin omongan manusia mah nya (ya) gak ada habisnya," ucap Mutiara Fadilla (27) kepada Pikiran-Rakyat.com.

"Waktu dulu, waktu masih gadis, 'kapan nikah?'. Sekarang udah nikah, 'kapan punya anak?' Udah punya anak satu, mungkin nanti 'kapan nambah?'. Terus aja, gak abis-abis," tutur guru di Kabupaten Garut, Jawa Barat, itu menambahkan.

Capeknya Ditanya Kapan Nikah

Meski terdengar sederhana, tetapi tak sedikit orang yang merasa pertanyaan tersebut 'mengganggu'. Bahkan, dampaknya tak main-main bagi kondisi psikis seseorang yang terus-menerus ditanya 'kapan nikah?'.

Seperti yang dialami Siti Aulia (27), perawat di salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di usianya yang sudah hampir kepala tiga, dia mengaku sering mendengar pertanyaan itu dari orang-orang di sekitar.

"Di momen-momen hari besar, contohnya kayak kemarin Idul Fitri, terus saat kumpul di tempat kerja, kumpul teman dekat," ucapnya saat dihubungi Pikiran-Rakyat.com, Sabtu 20 April 2024.

Siti Aulia pun tak menampik jika dia pernah dibuat kesal oleh orang-orang yang kerap bertanya 'kapan nikah' kepadanya. Namun, lagi-lagi semua itu tak terlalu diambil pusing.

"Kalau banyak yang nanya kapan nikah, jawabannya 'Insya Allah, kalau Allah mengizinkan. Allah juga pasti memudahkan urusan kita, doain aja'," ucapnya.

Meski mengaku santai, Siti Aulia mengaku banyaknya pertanyaan kapan nikah dilontarkan, membuatnya jadi lebih malas ikut perkumpulan. Baik itu kumpul keluarga seperti di momen Lebaran, hingga bertemu dengan rekan kerja.

"Kadang ada momen di mana ya kalau sudah ada pertanyaan kayak gitu, males ketemu orang. Emang, kadang ketemu orang cuma buat nanyain kapan nikah, tapi gimana ya? Karena perasaannya emang dibawa enjoy, gak dipikirin, jadi ya udah," katanya.

Tak berbeda jauh dengan Siti Aulia, Murni Amalia Ridha (43) juga masih sering mendapatkan pertanyaan 'kapan nikah' dari orang-orang di sekitarnya. Namun, pekerja swasta yang tinggal di Rawajati, Jakarta Selatan, itu memiliki trik ampuh dalam menghadapi pertanyaan tersebut.

Sudah sering ditanya 'kapan nikah' sejak zaman kuliah pada awal 2000-an, dia mengaku pertanyaan itu kini sudah mulai jarang dilontarkan. Namun, sang penanya kini sudah mulai bergeser, yang awalnya keluarga yang lebih tua dan teman ibu-bapak, kini justru teman sendiri yang banyak menanyakannya.

Belum menikah di usia yang sudah kepala empat, tak sedikit 'penghakiman' yang diterima Murni Amalia Ridha. Dituntut untuk segera menikah hingga disebut perawan tua pun sudah sering dia dengar.

"Jadi kalau dulu ada nada penghakiman, misalnya kayak 'ih nanti telat loh' atau 'ih nanti kamu usia kan, perempuan kan ada usianya' atau 'ih nanti gak laku', 'nanti perawan tua loh'. Kayak-kayak gitu tuh ada, itu paling sekitaran sampai umur 30-an awal," kata Murni Amalia Ridha.

"Perawan tua tuh kenapa? Kok jelek banget stigmanya. Aku sakit hati lebih karena orang mulai ngecap aku jadi sesuatu yang buruk di masa depan, padahal belum kejadian. Belum apa-apa udah perawan tua, seakan-akan mendoakan atau seakan-akan ke depan udah pasti suram. Padahal kan enggak juga," tuturnya menambahkan.

Akan tetapi, Murni Amalia Ridha mengaku kini lebih banyak memberikan jawaban yang nyeleneh kepada orang-orang. Dengan begitu, lama-lama mereka tak banyak bertanya masalah pernikahannya.

"Dibawa seru aja sih akhirnya, karena di usia yang sekarang 40-an gak ada tuh orang-orang yang ngomong kapan nikah ngebantuin. Kenalin kek, siapa kek. Ada sih beberapa orang yang ngejodohin, tapi jelas-jelas gak tahu seleraku seperti apa. Emang semua orang itu cuman ngelempar pertanyaan yang gak dipikirin dampaknya ke yang ditanya," ujar Murni Amalia Ridha menambahkan.

Belum Punya Anak Kok Dikasihani?

Memiliki anak merupakan salah satu impian dari pasangan yang sudah melangsungkan pernikahan. Namun, belum memiliki anak bukan berarti membuat pasangan suami istri perlu dikasihani.

Seperti yang dialami Mutiara Fadilla. Awalnya, dia mengaku santai mendapatkan pertanyaan seperti itu. Namun, sekarang rasanya berbeda, karena sudah lebih dari setahun menjalani pernikahan tapi belum juga dikaruniai anak.

"Jadi lebih menghindar dari kumpul-kumpul keluarga, takut ditanya-tanya. Jadi minder juga lihat temen-temen atau temen kerja yang udah atau baru nikah kemarin tapi udah punya anak," katanya menambahkan.

Mutiara Fadilla pun berharap, orang-orang tidak terus-menerus bertanya kapan dia dan suami memiliki anak. Sebab, mereka pun tidak bisa mengatur kapan buah hati itu akan hadir.

"Akan tetapi, jangan dikasihanin juga, kan kita cuma belum dikasih anak aja, bukan berarti harus dikasihanin 'Ih kasihan banget' gak perlu begitu. Keadaan pernikahan aku sekarang tanpa anak juga masih baik-baik aja, dalam arti suami aku tetep setia, sayang sama aku, aku juga tetep sayang sama suami aku. Gak ada yang kurang, kasih sayangnya dia walau pun aku belum hamil," katanya.

"Terus dari segi keuangan juga kita berdua kerja, gak kekurangan, bahkan gak sampai minta-minta ke orangtua. Kenapa belum punya anak ini dijadiin suatu kelemahan yang bikin orang lain karunya ka abi (kasihan sama saya). Padahal mah ya emang belum dikasih anak aja," tutur Mutiara Fadilla menambahkan.

Tak jauh berbeda dengan Mutiara Fadilla, Ren Puspita (37) juga sudah kenyang dicecar pertanyaan kapan punya anak sepanjang 11 tahun pernikahannya. Karyawan swasta di Depok, Jawa Barat, itu bahkan sudah lupa seberapa sering orang-orang melontarkan tanya.

Banyak ditanya 'kapan punya anak?' pada saat awal-awal pernikahan, dia mengaku kalimat itu kini sudah jarang terlontar. Paling, hanya orang-orang yang baru dikenal saja yang masih menanyakan hal tersebut.

Tak jarang pula orang-orang mengasihani, karena dia belum memiliki anak. Padahal, belum memiliki anak bukanlah suatu kondisi yang perlu dikasihani.

"Ini lebih terasa mengasihani ya, di mana gue sebenarnya ga suka dikasihani. Kayak memangnya kenapa kalau belum ada anak hehehe. Tapi karena yang ngomong biasanya orang tua, ya diiyain aja setelah itu tinggal alihkan bahas yang lain," kata Ren Puspita.

Akibat dari seringnya ditanya kapan punya anak, dia pun mengaku jadi malas menghadiri berbagai pertemuan. Dia juga membatasi interaksi dengan orang sekitar, agar tak banyak mendapatkan pertanyaan semacam itu.

"Dampaknya sih ada, jadi males ikut acara keluarga atau acara RT. Karena kalau di acara RT tuh pada bawa anak, sementara gue gak bawa siapa-siapa hahaha. Interaksi sama tetangga ya seperlunya aja," tutur Ren Puspita.

Kepo yang Tak Lepas dari Budaya

Pengamat sosial, Prof Ali Maksum melihat kebiasaan masyarakat Indonesia yang kerap bertanya 'kapan nikah' tak terlepas dari tradisi yang masih sangat memegang teguh fungsi keluarga.

Oleh karena itu, keberhasilan seseorang tidak hanya dilihat dari sisi akademik, karier, atau ekonomi. Namun, salah satu indikator keberhasilan seseorang, terutama perempuan, dilihat dari pernikahan, membangun keluarga, dan memiliki anak.

Dosen di Departemen Sosiologi Universitas Brawijaya itu menuturkan, ada sisi di mana orang-orang menanyakan dengan tulus terkait pernikahan. Namun, tak bisa dimungkiri, ada tendensi-tendensi lain di baliknya.

"Kalau sudah usia di atas 25, lebih-lebih di atas 30, belum menikah itu akan dipandang sebelah mata atau pandangannya negatif terhadap seseorang itu, terutama perempuan. Kalau pada laki-laki sih itu masih dianggap normal ya usia 25-30 belum menikah, tapi bagi perempuan itu sesuatu yang masih menjadi persoalan di masyarakat," tutur Ali Maksum saat dihubungi Pikiran-Rakyat.com.

Menurutnya, kebiasaan masyarakat Indonesia yang hobi bertanya kapan nikah merupakan hasil dari rasa ingin tahu mereka. Jika dalam bahasa gaul sekarang, bisa dibilang masyarakat kita terlalu 'kepo'.

"Kepo untuk mengetahui sebetulnya sudah menikah atau belum sih. Sudah lama menikah, sudah punya anak atau belum? Itu sebenarnya berangkat dari kepo ya, rasa ingin tahu," kata Ali Maksum.

"Akan tetapi, sebetulnya pertanyaan itu kadang-kadang untuk mencibir. Kalau belum menikah akan dikatakan di masyarakat itu sebagai perawan tua atau tidak laku atau kembang desa dan sebagainya. Lalu sudah menikah, setahun, dua tahun, tiga tahun lebih belum punya anak, maka akan muncul isu-isu atau gosip-gosip apakah mandul dan sebagainya," tuturnya menambahkan.

Ali Maksum pun mengungkapkan bahwa kebiasaan orang-orang yang kepo bertanya kapan nikah dan kapan punya anak tak lepas dari budaya yang tertanam di masyarakat Indonesia. Sebab, budaya masyarakat Indonesia bukan individualisme seperti di negara-negara maju.

Di negara-negara barat atau negara-negara yang secara ekonomi dan pendidikannya sudah maju, pertanyaan semacam itu masuk pada ranah private.

"Nah, budaya masyarakat kita itu masih budaya kolektivisme, budaya katembayan, di mana kekeluargaan itu masih menjadi ukuran. Keturunan, punya anak berapa, dan sebagainya itu masih menjadi kebanggaan bagi keluarga-keluarga yang ada di Indonesia," tutur Ali Maksum.

"Jadi, ada positif ada negatifnya ya. Dampak positifnya itu ada keberlanjutan, keluarga itu ada keturunan yang terus menerus. Sehingga, di Indonesia itu tidak atau belum sampai terancam adanya resesi seksual karena semakin sedikitnya anak-anak muda yang tidak menikah atau membangun rumah tangga," ujarnya menambahkan.

Akan tetapi, kebiasaan masyarakat itu juga tak lepas dari dampak negatif. Sebab, wilayah-wilayah private kerap ditanyakan di depan banyak orang.

"aIni wilayah-wilayah yang privat tapi tanpa melihat konteks, di depan umum, di acara-acara yang sifatnya ramai orang, pertanyaan seperti itu sering terlontar. Sehingga, tidak menjaga privasi dari seseorang. Jadi pertanyaan-pertanyaan itu masih sering muncul," kata Ali Maksum.

"Menurut saya, masyarakat harus semakin arif, semakin bijaksana, tidak melontarkan pertanyaan-pertanyaan sifatnya privat itu di depan publik. Ya mungkin kalau itu teman dekat sekali, di luar publik yang mungkin sifatnya berdua, sehingga tidak banyak didengar oleh orang lain," ucapnya menambahkan.***

Sentimen: negatif (98.5%)