Sentimen
Negatif (100%)
6 Apr 2024 : 22.51
Informasi Tambahan

Kasus: HAM, KKN

Tokoh Terkait
Jhon Sitorus

Jhon Sitorus

BEM UI Ditantang KKN di Papua Usai Kritik TNI, Jhon Sitorus: Pola Pikir yang Keliru

6 Apr 2024 : 22.51 Views 4

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

BEM UI Ditantang KKN di Papua Usai Kritik TNI, Jhon Sitorus: Pola Pikir yang Keliru

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Jhon Sitorus memberikan reaksi terkait tantangan yang dilayangkan kepada BEM UI untuk melakukan KKN di Papua usai mengkritik TNI.

Dikatakan Jhon, antara BEM UI atau TNI, dua-duanya punya peran masing-masing bagi negara.

"Yang jelas, Pangdam Cendrawasih Mayjend Izak Pangemanan sudah meminta maaf atas kejadian PENYIKSAAN terhadap warga Papua dan videonya viral," ujar Jhon dalam keterangannya d aplikasi X @Miduk l17 (5/4/2024).

Permintaan maaf Izak disebut sebaga upaya menginfirmasi jika tindakan pelanggaran HAM dan penyiksaan itu benar-benar terjadi.

"Jadi bukan tuduhan semata seperti tuduhan subjektif yang dialamatkan kepada BEM UI oleh orang-orang kebanyakan," tukasnya.

Lanjut Jhon, kritik dari BEM UI melayang kepada penyelenggara negara yang bersangkutan, TNI.

"BEM UI hanya meminta agar TNI menghentikan pelanggaran HAM di Papua," kata loyalis Ganjar ini.

Jhon kemudian mempertanyakan alasan dibalik tindakan over reaktif dengan meminta mahasiswa UI KKN di wilayah konflik Papua.

"Lalu apa yang salah? Itu pola pikir yang keliru," tandasnya.

Menurut Jhon, reaksi keras terhadap kritik BEM UI artinya semakin menginfirmasi telah sering terjadi pelanggaran HAM di Papua.

"Semakin mengkonfirmasi telah sering terjadi pelanggaran HAM dan oknum TNI tidak mau terusik disana oleh kelompok intelektual," sentilnya.

Jhon lanjut dengan membeberkan dua fakta, organisasi radikal Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) Papua yang mesti diberantas oleh TNI dan Satgasnya untuk memastikan kedaulatan negara dan berbagai pelanggaran HAM yang sudah berulangkali terjadi di wilayah yang sama.

"Fakta pertama diakui oleh semua pihak, baik sipil, TNI sebagai perwajilan negara, akademisi, pengamat dan juga mahasiswa," sebutnya.

Jhon menilai, semua pihak sepakat ada KKB dan mesti diberantas dengan pendekatan masing-masing.

"Fakta kedua, tak semua mau mengakui ada pelanggaran HAM di Papua," Jhon menuturkan.

Jhon bilang, dalam sejarahnya, negara tidak selalu ringan tangan untuk mengakui berbagai pelanggaran HAM karena ini soal tanggungjawab citra di wajah Internasional hingga urusan personal oknum soal masa depannya masing-masing.

"Berat bagi penyelenggara negara di sana, khususnya TNI dan Satgas untuk mengakui ini sebagai pelanggaran HAM karena secara moral dan psikologi berpengaruh negatif terhadap mental dan psikologi personel," imbuhnya.

Meski demikian, kata Jhon, mereka tetap mendapat dukungan moril dari mayoritas warganet walaupun mereka tak sepenuhnya paham persoalan ini.

"Beruntung TNI memiliki pimpinan yang humanis, khususnya Pangdam Cendrawasih yang memilih meminta maaf dan melakukan evaluasi atas kejadian penyiksaan warga lokal Papua tersebut dan berjanji kejadian yang sama tidak terulang kembali," cetusnya.

Dijelaskan Jhon, Kritik BEM UI menjadi relevan agar menjadi checks and balances bagi penyelenggara negara di wilayah konflik Papua karena yang paling berpotensi melakukan pelanggaran HAM adalah negara dan KKB.

"Kritik bukan dibalas dengan menantang agar KKN di Papua. Bagaimana mungkin sipil yang tak terlatih dalam dunia militer tiba-tiba diminta KKN ke daerah konflik? Itu sama saja memberi makanan empuk bagi peluru-peluru KKB," timpalnya.

"Lalu mengapa pula konflik yang sudah berpuluh-puluh tahun ini tidak kunjung selesai dengan kehadiran Satgas dan TNI disana? Jangan-jangan benar, pendekatan militeristik itu sudah tidak relevan lagi sehingga mereka meminta sipil (mahasiswa) turun kesana. Menarik dicermati," ungkapnya.

Yang jelas,tutur Jhon, masing-masing pihak sudah ada perannya. Mahasiswa sebagai angent of change melakukan fungsinya agar negara tetap berjalan sesuai koridornya, TNI sebagai perwakilan Negara tetap berupaya memberikan rasa aman dan menyelesaikan segala bentuk gerakan separatisme dan kekerasan bersenjata.

"Yang paling keren sebenarnya adalah, bila TNI dan BEM UI (termasuk BEM lainnya) berkolaborasi di daerah rawan konflik Papua," bebernya.

"Barangkali kehadiran mahasiswa disana bisa membantu memberi solusi dengan pendekatan manusiawi dibanding militer. TNI juga mesti mau berbuka diri dan pikiran, harus mau beradaptasi dengan cara-cara humanis dan elegan bukan dengan cara emosional," sambungnya.

Bagi Jhon, konflik mesti diselesaikan dengan cara manusiawi, bukan dengan cara militer karena mereka hanya butuh hidup yang lebih baik.

(Muhsin/fajar)

Sentimen: negatif (100%)