Sentimen
Positif (97%)
30 Mar 2024 : 21.04
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Potongan THR Lebaran 2024 Bengkak, Skema Pajak Baru Jadi Biang Kerok

30 Mar 2024 : 21.04 Views 10

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Potongan THR Lebaran 2024 Bengkak, Skema Pajak Baru Jadi Biang Kerok

PIKIRAN RAKYAT - Besarnya potongan pajak atas pengasilan dan tunjangan hari raya (THR) Lebaran 2024 yang cair pada Maret membuat banyak orang terkejut. Biang keroknya adalah skema baru penghitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang diterapkan sejak Januari 2024.

Aturan baru itu disebut hanya menambah pekerjaan praktisi pajak, dan memaksa banyak orang mengatur ulang rencana keuangannya. Apalagi menjelang Lebaran 2024 yang akan jatuh pada pekan kedua April, berbagai perusahaan telah menyalurkan THR bersamaan dengan gaji bulanan pegawainya di minggu terakhir Maret.

Akan tetapi, bagi banyak orang, hari gajian kali ini justru jadi hari yang mengejutkan. Termasuk salah seorang karyawan perusahaan e-commerce di Jakarta, Dila (nama disamarkan).

"Ini udah THR-an? Serius? Kok segini?" ucap para karyawan.

Potongan THR dan Gaji Membengkak

Berbagai pertanyaan itu terlontar setelah mereka mengecek rekening tabungan tepat pada hari gajian atau payday pada 25 Maret 2024. Di luar THR dan tunjangan lembur yang sifatnya tak tetap, Dila biasanya mendapat penghasilan kotor sebesar Rp12,8 juta per bulan, termasuk gaji pokok senilai Rp11 juta.

Setelah dipotong PPh serta iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, angka bersihnya kira-kira Rp11,6 juta. Itu menggunakan perhitungan PPh dengan asumsi Dila tidak pernah lembur dan menggunakan fasilitas asuransi dan kesehatan (benefit in kinds).

Pada Maret 2024, Dila mendapat THR senilai satu bulan gaji pokok dan tunjangan lembur hingga Rp2,1 juta. Oleh karena itu, penghasilan kotornya mencapai sekitar Rp26 juta.

Akan tetapi, angka bersih yang masuk ke rekeningnya hanya Rp22,1 juta. Di luar potongan untuk iuran BPJS, PPh-nya saja menyentuh Rp3,4 juta.

"Pajak THR tahun ini kayak diam-diam menghanyutkan," ujar Dila.

"Mencoba menerima tapi enggak ikhlas," ucapnya menambahkan.

Dila pun bersimpati dengan sejumlah teman sekantornya, yang menurutnya langsung murung begitu melihat rekening. Apalagi, beberapa di antaranya adalah bagian dari "generasi sandwich" yang harus menanggung hidup diri sendiri, orang tua atau saudara, serta anaknya.

Dia menduga, ada rencana-rencana keuangan yang tak bisa mereka jalankan karena besaran THR tak sesuai harapan.

"Memang privilese paling gede adalah masih belum jadi 'generasi sandwich'," tutur Dila.

Mengapa Potongan Pajak Maret 2024 Melonjak?

Sejak 1 Januari 2024, pemerintah menerapkan skema penghitungan baru untuk potongan pajak atas penghasilan individu, atau kerap disebut PPh pasal 21. Aturan itu merujuk nomor pasal di Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Skema baru ini menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) yang terbagi menjadi dua jenis: tarif efektif bulanan untuk pegawai tetap dan pensiunan serta tarif efektif harian untuk pegawai tidak tetap.

Karena Dila adalah pegawai tetap yang bekerja di perusahaan swasta, penghitungan pajaknya menggunakan tarif efektif bulanan. Di skema lama, seorang wajib pajak mesti menghitung jumlah total pemasukan bersihnya selama setahun, lalu menguranginya dengan angka penghasilan tidak kena pajak (PTKP), agar mendapat besaran penghasilan kena pajak (PKP).

Tarif pajak dengan lima lapisan berbeda lantas dikenakan ke PKP itu untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar dalam setahun. Angka setahun itu lalu dibagi 12 untuk mendapat angka potongan PPh bulanan.

Sedangkan di skema baru yang menggunakan TER, potongan PPh dihitung tiap bulannya dari Januari hingga November alih-alih mencari rata-rata setahun. Semakin besar penghasilan bruto bulanan, kian tinggi pula persentase TER yang digunakan dalam perhitungan.

Jadi, angkanya bisa berbeda dari satu bulan ke bulan lain tergantung besaran pemasukan bruto seseorang. Oleh karena itu, potongan PPh di bulan Maret atas pemasukan yang mencakup THR jadi lebih besar dibandingkan Februari yang tanpa THR.

Contohnya Dila yang pada Maret 2024, potongan PPh-nya mencapai Rp3,4 juta karena pemasukan brutonya melonjak setelah ada tambahan THR, tunjangan lembur, dan komponen layanan asuransi dan kesehatan (yang juga masuk perhitungan PPh).

Padahal pada bulan lainnya, saat tak ada tambahan-tambahan tersebut, potongan pajak Dila berdasarkan hitungan TER hanya sekitar Rp840 ribu. Hal serupa dirasakan Anita (nama disamarkan).

"Setelah dihitung, saya harus membayar pajak 3,6 kali lebih banyak dibanding pembayaran pajak pada bulan lain tanpa adanya THR," katanya.

"Hal ini membuat saya harus mengatur ulang anggaran rumah tangga. Apalagi ini momen mudik, sudah hitung-hitungan budget berapa untuk mudik dan menyisihkan untuk tabungan. Akhirnya uang untuk menabung itu harus direlakan untuk membayar pajak," tutur Anita menambahkan.

Mengapa TER tidak diterapkan pada Desember? Karena Desember akan menjadi bulan penghitungan kelebihan atau kekurangan bayar pajak seseorang. Jadi pada Desember, perusahaan-perusahaan akan menggunakan skema lama untuk menghitung total PPh yang harus dibayar selama setahun.

Lalu, hasilnya akan dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong dengan skema TER pada Januari-November. Hasil pengurangan terakhir akan menjadi angka PPh Desember. Bila angkanya minus, yang berarti ada kelebihan bayar dari karyawan, perusahaan terkait diharapkan segera mengembalikannya ke karyawan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti mengatakan bahwa ujung-ujungnya beban pajak kumulatif seseorang selama setahun akan tetap sama.

"TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Beban pajak yang ditanggung wajib pajak (selama setahun) akan tetap sama," ujarnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

Sentimen: positif (97%)