Sentimen
Singgung Soal Hilirisasi, Islah Bahrawi: Harusnya Menyentuh Masyarakat Kelas Bawah dan Menengah
Fajar.co.id
Jenis Media: Nasional

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kritik pedas terhadap wacana Generasi Emas 2045 dan hilirisasi mineral yang kurang merata terus bergulir.
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Islah Bahrawi, mengungkapkan pandangannya terhadap program-program tersebut.
Menurut Islah, Generasi Emas 2045 hanya akan menjadi sekadar fantasi belaka jika tidak diiringi dengan kebijakan hilirisasi yang merata.
Ia menyoroti narasi yang selama ini dibangun seputar hilirisasi mineral, yang seringkali hanya menguntungkan segelintir pengusaha besar di sektor tersebut.
"Hilirisasi yang ada selama ini hanya menguntungkan segelintir pengusaha besar di sektor mineral," ujar Islah dalam keterangannya di aplikasi X @islah_bahrawi (1/3/2024).
Dikatakan Islah, saat ini Indonesia menghadapi paradoks, membeli kopi yang mahal yang dikemas ulang di luar negeri, sementara biji kopi mentahnya dibeli dengan harga murah dari petani Aceh dan Toraja yang hidupnya serba kekurangan.
"Hilirisasi harusnya menyentuh masyarakat kelas bawah dan menengah, terutama sektor perkebunan dan pertanian rakyat," ucapnya.
"Bayangkan, selama ini kita membeli mahal secangkir kopi yang dikemas ulang di Amerika, sementara biji kopi mentahnya dibeli murah dari petani Aceh dan Toraja, yang hidupnya gitu-gitu aja," timpalnya.
Islah juga menyoroti fakta bahwa meskipun Indonesia doyan makan nasi, namun produksi beras lokal kurang mendapat perhatian.
"Coba lihat indeks ekspor dan konsumsi beras di bawah ini. Kelihatan kan, bangsa ini doyan makan nasi tapi nanem padi males," cetusnya.
Hal ini terjadi karena pemerintahan yang terlalu fokus pada hilirisasi hasil tambang, yang cuannya besar namun tidak seimbang dengan kesejahteraan petani dan masyarakat kelas bawah.
"Mengapa pemerintah tidak membuat program Hilirisasi Sumber Daya Alam Hijau, seperti kopi dan rempah-rempah, misalnya? Ya males lah, kan tidak menghasilkan cuan besar bagi oligarki!," tandasnya.
Islah menambahkan, program Bansos dan makan gratis, meskipun baik, tidak akan menjadi solusi jangka panjang untuk memperbaiki resiliensi ekonomi kelas bawah dan menengah.
"Untuk menjaga resiliensi ekonomi kelas bawah dan menengah, cukup dibuai dengan Bansos dan makan gratis. What the hell?," imbuhnya.
Islah bilang, konon bangsa Indonesia ingin lepas dari "Middle Income Trap". Namun yang terjadi hanya sekadar pembicaraan belaka.
"Faktanya hanya sekedar bacot dari Pemilu ke Pemilu saja. Beneran deh, inilah efek dari terlalu lama jadi pemuja Berhala, sampe ndak sadar antara dibegoin atau akhirnya jadi begok beneran," kuncinya.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: negatif (66%)