Sentimen
Negatif (98%)
19 Feb 2024 : 07.35
Informasi Tambahan

Event: Hari Pers Nasional

Institusi: Dewan Pers

Kab/Kota: Ancol

HPN 2024: Perusahaan vs Masyarakat Adat Indonesia, Masalah yang Belum Terselesaikan

19 Feb 2024 : 07.35 Views 6

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

HPN 2024: Perusahaan vs Masyarakat Adat Indonesia, Masalah yang Belum Terselesaikan

PIKIRAN RAKYAT - Perusahaan dan Masyarakat Adat di Indonesia sering kali bersitegang, hal ini disampaikan Syahrul Fitra Senior Forest Campaigner Greenpeace Indonesia. Ia mengungkap hal itu dalam Hari Pers Nasional 2024 di Jakarta pada Minggu, 18 Februari 2024.

Menurut Syahrul Fitra, konflik antara kedua pihak itu hampir terjadi di banyak tempat di Indonesia. Konflik di Papua adalah salah satu yang disorot olehnya dalam acara bertajuk "Selamatkan Planet Bumi melalui Penerapan Prinsip ESG" tersebut.

"(Konflik) itu hampir terjadi di semua di Indonesia, kalau Bapak Ibu lihat dari Papua, mungkin ini adalah isu atau liputan yang sering kali muncul," ujarnya.

Menurut Syahrul Fitra, masalah tersebut bahkan banyak yang belum terselesaikan sampai hari ini. Meski begitu, ia tidak memungkinkan perusahaan tersebut dari sisi internal memang memiliki permasalahan tersendiri.

"Jadi pertanyaan soal apakah bagaimana konflik Masyarakat Adat, dan berbagai konflik yang muncul antara perusahaan dan Masyarakat Adat itu selalu terjadi. Jadi masalah sosial ini belum terselesaikan sampai hari ini," katanya.

"Selain masalah dari sisi internal mereka (seperti) soal karyawan, perbudakan, dan sebagainya, itu sifatnya internal di perusahaan, tapi yang sifatnya eksternal itu dampaknya jauh lebih luas lagi," ujarnya melanjutkan.

Media massa bisa berperan dalam memcegah kerusakan lingkungan

Menurut Syahrul Fitra, insan pers bisa membantu mencegah kerusakan lingkungan yang diakibatkan perusahaan yang mengeksploitasi hutan dan lingkungan tersebut. Caranya yakni dengan terus mengungkapnya lewat pemberitaan.

“Saya contohkan di sini, ketika Majalah Tempo meliput nikel yang merusak hutan, beberapa minggu setelah itu pemerintah menetapkan adanya satu perusahaan yang bermasalah dan ada yang ditetapkan tersangka,” katanya dalam acara yang digelar di Candi Bentar, Ancol, Jakarta Utara.

Ia pun berharap agar lebih banyak lagi insan pers yang melakukan kontrol terhadap pembangunan di Indonesia tersebut. Menurutnya, itu adalah bagian dari upaya agar menjaga alam dari kerusakan akibat bisnis tambang yang ugal-ugalan.

“Semoga ke depannya pers semakin banyak lagi memberitakan hal ini, bukan yang kantor di Jakarta saja, tapi semua media di manapun di seluruh wilayah Indonesia secara aktif terus-menerus memberitakan dan menyuarakan ini,” ujarnya.

“Mungkin sudah sering menghadapi, ada salah satu anggota PWI yang dikriminalisasi, yang dipenjarakan dengan tuduhan bahwa beritanya tidak benar dan sebagainya. Padahal ada mekanisme Dewan Pers,” ujarnya.

Syahrul Fitra tidak memungkiri jika ada jurnalis yang justru mendapat intimidasi saat memberitakan tentang masalah akibat pertambangan tersebut. Mereka kerap kali dituduh memberikan informasi yang tidak benar padahal sudah melakukan investigasi mendalam terhadap permasalahan yang menyeret perusahaan besar tersebut.***

Sentimen: negatif (98.4%)