7 Modus Kecurangan di TPS Pemilu 2024, Salah Satunya Praktik 'Beli Suara'
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Sebanyak empat miliar Warga Negara Indonesia (WNI) akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024 di lebih dari 60 negara di seluruh dunia. Proses pemilu dimulai sehari setelahnya, menuju pemilu berikutnya. Selama periode itu, manipulasi atau kecurangan pemilih dapat terjadi kapan saja.
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta mengatakan adanya potensi kecurangan saat pencoblosan hingga perhitungan surat suara pada Pemilu 2024 jauh lebih besar dari tahun 2019
Apa saja modus kecurangan saat pencoblosan? Vote buying atau beli suara
Sekjen KIPP, Kaka Suminta mengatakan bahwa praktik beli suara menjadi modus kecurangan konvensional yang berlangsung di setiap Pemilu. Pada Pemilu 2024, cara beli suara ini dipastikan akan terjadi, calon legislatif (caleg) menjanjikan apa yang disebut 'uang transportasi' jika pemilih yang berada di dekat lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) memilih dia.
Pemberian 'uang transportasi' itu akan diberian jika pemilih tersebut dipastikan telah mencoblos namanya di surat suara dengan bukti berupa foto atau video.
Besaran 'uang transportasi' yang diberikan bervariasi, mulai Rp50.000-Rp200.000 per kepala keluarga. "Praktik Vote buying begini marak di daerah yang minim pengawasan dibanding perkotaan," ujar Kaka kepada BBC News Indonesia.
Menyuap petugas KPPS, PPS, dan PPK
Kaka Suminta berpendapat tiga golongan anggota KPPS, PPS, dan PPK ini dinilai rawan digoda untuk berbuat curang. Kecurangan ini biasanya terjadi ketiga petugas KPPS ditawari uang agar mau mentransfer perolehan suara dari caleg yang tidak punya saksi di TPS.
"Jadi caleg yang tidak punya saksi itu berpotensi mengalami pengurangan atau pengalihan suara ke calon yang menguasai TPS itu dan diperkuat adanya pemberian uang, kalau ketahuan, dalihnya kekeliruan," ujar Kaka.
Intimidasi Penyelenggara Pemilu
Fenomena ini dikhawatirkan terjadi pada Pemilu 2024, kata Kaka, adanya intimidasi dari aparatur negara kepada penyelenggara Pemilu.
Kaka khawatir kehadiran fisik aparat polisi/TNI maupun aparatur desa/kecamatan/kelurahan yang menjadi kader partai tertentu mendatangi TPS. Di sana, aparatur pemerintahan bisa saja mendekati pemilih dan secara terselubung mengajak agar memilih calon tertentu.
Indikasi Kecurangan Indoformasi Sirekap
Penggunaan Sirekap oleh petugas pemilu mulai dari KPPS dan PPK belum jelas betul, begitu pula aturan mainnya. Potensi kecurangan ini muncul ketika ada perbedaan jumlah suara antara yang tersimpan di sistem komputer Sirekam dan formulir C-1.
Mobilisasi Pemilh Daftar Pemilih Khusus (DPK)
Di surat edaran tertulis bahwa daftar DPK yang punya Kartu Tanpa Penduduk Elektronik (KTP-el) boleh mencoblos meskipun bukan di tempat domisili. Sementara jika merujuk UU, DPK yang memiliki KRP-el bisa mencoblos asal tetap berada di wilayah domisili.
Kongkalikong Mencoblos Surat Suara Cadangan
Praktik kongkalikong yang marak terjadi pada Pemilu 2019 yakni mencoblos surat suara cadangan. Tetapi kkecurangan ini tidak dilakukan oleh satu pihak, tetapi dilakukan secara sengaja oleh calon atau partai politik atau tim capres atau caleg tertentu kepada penyelenggara Pemilu.
Potensi Penggelembungan Suara saat Jeda Istirahat
Jeda istirahat makan siang menjadin waktu paling rawan terjadi kecurangan berupa penggelembungan suara. Pada waktu ini, TPS tidak ada yang mengawasi, para saksi biasanya akan lengah karena jam istirahat, saat itulah surat suara yang lebih bisa dicoblos untuk kepentingan pihak tertentu.
Itulah informasi tentang 7 modus kecurangan di TPS Pemilu 2024.***
Sentimen: negatif (100%)