Sentimen
Positif (100%)
2 Feb 2024 : 13.05
Informasi Tambahan

Event: Pemilu 2019

Kab/Kota: bandung, Bekasi, Cikarang, Serang

Kampanye Digital Lebih Disukai Gen Z ketimbang Blusukan, Kenapa?

2 Feb 2024 : 13.05 Views 5

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Kampanye Digital Lebih Disukai Gen Z ketimbang Blusukan, Kenapa?

PIKIRAN RAKYAT - Pemilih generasi milenial dan gen Z mendominasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Ada 66.822.389 orang dari kalangan milenial dan 46.800.161 orang generasi Z dari 204.807.222 DPT. Banyaknya jumlah pemilih dari kalangan muda itu menentukan siapa yang akan menjadi jawara dalam Pilpres 2024.

Berdasarkan laporan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Consulting bertajuk Antusiasme Gen Z Terhadap Pemilu 2024 (diakses 1 Februari 2024), sebanyak 46,88 persen generasi Z bakal menjalani pencoblosan pemilihan umum pertama, sebanyak 48,25 persen generasi Z akan menjalani untuk kali kedua.

Pada Pemilu 2019, sebanyak 73,90 persen generasi Z yang berpartisipasi. Peneliti UMN Consulting Irfan Winaldi menilai, hasil tersebut menunjukkan bahwa generasi Z merupakan pemilih yang bertanggung jawab. "Artinya, Gen Z menyadari bahwa sosok pemimpin yang mereka pilih akan menentukan nasib mereka nantinya."

Dalam laporan itu, disebutkan pula bahwa media dan keluarga merupakan pihak yang paling berperan memberikan edukasi politik pada kalangan muda itu.

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menghadiri kampanye akbar di Stadion Mini Cikarang, Desa Karang Asih Kecamatan, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Senin, 22 Januari 2024.

Peneliti UMN Consulting Albertus Magnus Prestianta menilai, media sosial merupakan jendela perjumpaan Gen Z dengan informasi. Saat ada sesuatu yang menarik perhatian, Gen Z akan mencerna dan menganalisis informasi itu, tidak jarang mereka akan membandingkan dengan sumber lain di media sosial dan menggunakan media massa arus utama untuk menguji validitas informasi.

"Selain mengandalkan informasi digital, Gen Z juga bergantung dengan relasi terdekatnya atau teman sejawat. Namun, ketika tidak membicarakannya dengan orangtua, guru, atau dosen di sekolah atau universitas. Semua dilakukan untuk memvalidasi kebenaran dan memperoleh perspektif yang utuh," tuturnya.

Kendati media memiliki peran dalam mengedukasi politik, keputusan memilih tetap berada di tangan generasi Z. Lalu, kampanye apa yang disukai kalangan tersebut?

Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menyapa para pendukungnya saat menghadiri kampanye di Stadion Maulana Yusuf, Serang, Banten, Sabtu, 27 Januari 2024. Di sela-sela kampanye Prabowo menerima dukungan dari sejumlah relawan santri dan ulama Banten.

Laporan UMN Consulting itu menyebutkan, sebanyak 50,62 persen Gen Z menyukai kampanye melalui media sosial, lalu 19,20 persen kampanye blusukan. Albertus Magnus lantas mengungkap alasan di balik ketertarikan generasi Z terhadap kampanye digital.

"Gen Z menyukai kampanye digital karena transparan, mudah diakses, dan meninggalkan jejak (mudah ditelusuri). Gen Z juga menyukai blusukan karena memiliki nilai hidup kepedulian akan sesama dan lingkungan (Universalism dan Benevolence). Dalam berkampanye, berikan dan tunjukkan kepedulian terhadap isu sosial, ekonomi, kesejahteraan, pekerjaan, kesehatan, dan lingkungan (green living). Be genuine. Jika berhadapan dengan Gen Z, 'jangan fake', kalau ketahuan nanti cancel (culture)," katanya.

Menakar efektivitas kampanye lewat media sosial

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo berorasi saat kampanye terbuka perdana bertajuk Hajatan Rakyat di Lapangan Tegalega, Bandung, Jawa Barat, Minggu, 21 Januari 2024.

Pengamat politik Silvianus Alvin menilai, kampanye melalui media sosial masih efektif bila dilakukan di kota-kota besar. Hal itu tak lepas dari geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

"Kalau kita hanya bicara di Jawa, misalnya di Jawa dan kota-kota besarnya saja, mungkin kampanye media sosial masih efektif. Kenapa? Karena akses internet misalnya, kemudian bagaimana media sosial safety, seperti mereka sudah punya kemampuan untuk menggunakan media sosial tersebut," kata dosen Fakultas Ilmu Komunikasi UMN itu saat dihubungi, Rabu, 31 Januari 2024.

Bukan tanpa alasan, dia menilai, pulau Jawa dan kota-kota besar itu sudah mumpuni. Namun, untuk wilayah-wilayah Indonesia lain, tetap memerlukan alat-alat kampanye berbentuk fisik, seperti poster dan baliho, lantaran belum tentu mengakses media sosial.

"Di Jawa ini masih kuat, memang lebih efektif untuk menggunakan media sosial, tapi kalau di luar sana (daerah pelosok), selain alat-alat kampanye yang bentuknya fisik, kehadiran langsung atau blusukannya itu, pertemuan tatap muka langsung itu menjadi kunci utama," tutur dia.

Pengamat Budaya Urban Jejen Jaelani mengungkapkan, ruang publik masih menjadi pilihan utama para politisi  memilih baliho sebagai sarana kampanye. Ada hal yang membuat medium kampanye itu masih efektif.

"Ruang publik masih menjadi primadona karena mau enggak mau, ketika warga keluar rumah akan melihatnya (baliho). Jadi tanpa memilih, karena kalau di media sosial orang masih punya pilihan, bisa dengan diblok atau di-skip begitu saja," kata akademisi Institut Teknologi Sumatera itu saat dihubungi belum lama ini.

"Begitu orang keluar dari rumah, lalu ke jalan, mereka akan melihat apa yang terpampang di luar ruang. Jadi mau tidak mau, ruang publik ini masih menjadi ruang yang sangat seksi untuk kampanye, saking seksinya, dia (tempat dipasang baliho) diperebutkan," ujarnya lagi.***

Sentimen: positif (100%)