Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: covid-19
Anggaran Pertahanan Tinggi, Kenapa Masih Utang Luar Negeri?
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2017/10/12/19531491507191672ee1-hut-ke-72-tni.jpg)
DI TENGAH keterbatasan ruang fiskal dalam APBN, terdapat kenaikan anggaran pertahanan yang cukup signifikan dari 20,75 miliar dollar AS ke 25 miliar dollar AS pada Alokasi TKD TA 2024.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam lima tahun terakhir Pemerintah menaruh atensi khusus dalam aspek pertahanan negara.
Pada 2018-2021, realisasi anggaran fungsi pertahanan meningkat sebesar 5,6 persen, meski memang sempat ada penurunan pada 2022 karena pandemi COVID-19 yang mengakibatkan seluruh kementerian perlu melakukan realokasi dan re-focussing anggaran.
Namun kemudian, secara bertahap penambahan anggaran pertahanan dilakukan lagi sampai pada 2023. Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi sebesar Rp 134,32 triliun. Sementara untuk 2024, jumlah tersebut naik menjadi Rp 139 triliun.
Angka belanja di Kementerian Pertahahan memang benar menjadi angka terbesar kedua dari seluruh kementerian. Meski angka itu belum dianggap ideal karena masih 0,78 persen PDB di mana seharusnya berada diangka 2-3 persen PDB.
Setiap tahun pinjaman luar negeri Kementerian Pertahanan terus meningkat hingga mencapai 5,96 miliar dollar AS tahun 2022 dan 7,13 miliar dollar AS per kuartal III/2023.
Pada 2023, impor alutsista Indonesia didominasi tank dan kendaraan perang senilai 77,59 juta dollar AS, bom dan amunisi senilai 27,52 juta dollar AS, serta senjata militer selain pistol senilai 19,30 juta dollar AS.
Kebijakan yang perlu diambil karena keterbatasan ruang fiskal APBN dalam memenuhi keharusan untuk melakukan optimalisasi pertahanan negara, salah satunya mencapai Minimum Essential Forces (MEF) 2024 yang hingga saat ini masih berada di angka 65,4 persen.
MEF erat kaitannya dengan modernisasi alutsista yang menjadi salah satu program andalan Kementerian Pertahanan.
Modernisasi seringkali dianggap sebagai bentuk pembelian alutsista baru berteknologi tinggi atau penggunaan alutsista hasil industri pertahanan nasional.
Padahal, modernisasi alutsista tidak sebatas itu; aspek dari penguatan SDM pengguna alutsista, rancang bangun keberlanjutan alutsista, hingga pemeliharaan dari alutsista itu juga turut masuk dalam ranah modernisasi.
Modernisasi dengan mengandalkan industri pertahanan dalam negeri yang masih merangkak untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi hingga menjadi lead integrator dalam ekosistem industri pertahanan juga bukan satu alternatif yang tepat untuk solusi jangka pendek.
Adanya rangkaian permasalahan internal seperti riset, SDM, dan kepastian end user mengakibatkan kapasitas industri pertahanan domestik menjadi terbatas.
Sementara, melakukan pembelian alutsista baru juga membutuhkan biaya tidak kecil. Di samping itu, dalam melakukan kerja sama pertahanan khususnya dalam jual beli alutsista terdapat afiliasi blok teknologi dari Blok Barat, Blok Timur dan Non-Blok.
Hal itu membuat negara perlu secara matang menimbang dengan negara mana harus bertransaksi karena nantinya hal tersebut juga akan memengaruhi dinamika keamanan global dan regional.
Sentimen: positif (97.7%)