Sentimen
Negatif (96%)
31 Jan 2024 : 06.01

Etika Kekuasaan Penguasa yang Semakin Tidak Etis

31 Jan 2024 : 06.01 Views 11

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Etika Kekuasaan Penguasa yang Semakin Tidak Etis

Liberty may be endangered by the abuse of liberty, but also by the abuse of power (James Madison).

BEBERAPA waktu belakangan, kita acapkali menyaksikan permainan kekuasaan sangat kentara yang terus mencoba merekayasa arah politik elektoral agar hasil akhir pemilihan sesuai dengan selera jejaring penguasa yang sedang bertakhta.

Sangat miris memang. Kekuasaan yang dititipkan dengan tulus oleh rakyat lebih kurang empat tahun lalu, pada akhirnya digunakan untuk melanggengkan ambisi kekuasaan, dengan cara-cara yang tidak lagi menghormati kedaulatan rakyat. Etika politik ditabrak, rambu-rambu moral demokrasi diabaikan.

Fase inilah sebenarnya yang menjadi salah satu fase yang dikhawatirkan oleh James Madison, sebagaimana penulis kutip di awal tulisan.

Indonesia selama ini selalu berhasil membendung kebebasan mutlak dengan berbagai cara dan pasal dalam perundangan agar tidak terjadi anarki politik di level akar rumput.

Namun, sejarah juga membuktikan bahwa Indonesia pernah tercatat mengalami kesulitan keluar dari siklus penyalahgunaan kekuasaan, membuat sejarah negeri ini akhirnya hanya didominasi oleh cerita penguasa-penguasa yang berusaha untuk tetap berkuasa.

Jika tidak bisa bertahan berkuasa secara langsung, maka secara tidak langsung pun tak masalah.

Imbasnya, di satu sisi kebebasan politik digaungkan sebagai landasan utama dalam dinamika elektoral. Di sisi lain, kekuasan dimainkan dan direkayasa untuk membuat kebebasan politik masyarakat kehilangan pengaruh di dalam menentukan arah politik negeri ini.

Perpaduan jejaring kuasa dan modal dihadirkan secara telanjang untuk membuat pilihan rakyat tak lagi berdasarkan hati nurani, tapi berdasarkan godaan-godaan "post truth" yang diproduksi secara masif untuk mengaburkan fakta-fakta yang seharusnya dijadikan pertimbangan oleh pemilih dalam memilih.

Lihat saja, sejak awal Presiden Jokowi dengan santai mengabaikan banyak prinsip-prinsip etika politik, terutama terkait dengan keputusannya membiarkan Gibran Rakabuming Raka ikut ke dalam arena kontestasi Pilpres 2024.

Keputusan membiarkan, bahkan mendukung, tindakan Gibran tersebut sebenarnya secara moral adalah pelanggaran etika politik paling besar yang dilakukan Presiden Jokowi, karena membuka jalan bagi lahirnya dinasti politik baru di negeri ini yang didukung langsung tanpa tedeng aling-aling oleh jejaring kekuasaan yang sedang berkuasa.

Sementara penerobosan asas-asas etika lainnya setelah itu mengikuti dengan sangat telanjang juga, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembelaan atas pelanggaran etika pertama dan terbesar tersebut, semacam membela kesalahan dengan kesalahan-kesalahan baru.

Pasalnya, untuk menutupi dan membela kesalahan tidak mungkin dengan kebenaran, sudah pasti dengan kesalahan-kesalahan baru.

Jadi pelanggaran etika pertama tersebut akan menjadi justifikasi bagi presiden untuk melakukan pelanggaran etika lainnya sampai pemilihan umum selesai, termasuk soal pernyataan "off side" presiden yang mengatakan bahwa presiden boleh ikut berkampanye, boleh memihak, dan sejenisnya, meskipun tidak memakai fasilitas negara.

George W. Bush atau Bush Yunior tak pernah terlibat dalam kampanye John McCain untuk melawan Obama tahun 2008.

Sentimen: negatif (96.9%)