Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNPAD
Kab/Kota: bandung, Sukabumi, Solo
Kasus: HAM, penganiayaan
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Khoirunnisa Nur Agustyati

Firman Manan
Menebak Pesan yang Ingin Disampaikan Mahfud MD Jika Mundur sebagai Menkopolhukam
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Kurang dari sebulan masa kampanye selesai, disusul sepekan kemudian warga yang memiliki hak pilih akan menyalurkan suaranya untuk memilih presiden dan wakilnya, serta wakil-wakil rakyat mulai dari tingkat pusat hingga kota/kabupaten.
Di saat yang sama, muncul seruan dari Calon Presiden pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo yang menyarankan pasangannya Mahfud MD, untuk mundur dari jabatannya sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam).
Sebelum saran ini digelindingkan, seruan serupa diteriakkan Fraksi PDIP Solo yang meminta Gibran Rakabuming Raka yang menjadi pasangan Prabowo Subianto dalam pilpres 2024, mundur dari jabatannya sebagai Walikota Solo.
Seperti yang dikatakan Ganjar, pejabat publik yang masih menjabat dan ikut kontestasi politik berpotensi besar menyalahgunakan jabatan dan fasilitas negara.
Baca Juga: Simpatisan Paslon 02 yang Diduga Jadi Korban Penganiayaan di Bandung Akhirnya Lapor Polisi
Ini sebuah kebetulan atau memang skenario yang dirancang untuk mendongkrak elektabilitas kandidat nomor urut 3 atau ada pesan lain yang disampaikan?
“Sebetulnya sinyalnya sudah terlihat setelah debat terakhir. Ada kalimat dari Mahfud MD yang menyampaikan rasa terima kasih terhadap Presiden Jokowi. Namun, saya berkeyakinan ini memang sudah didiskusikan,” ujar pengamat politik Universitas Padjadjaran Firman Manan kepada Pikiran Rakyat pada Selasa, 23 Januari 2024.
Menurut Firman, memang ada pesan khusus dari wacana mundurnya Mahfud MD sebagai menkopolhukam. Menaikkan elektabilitas, kata Firman, juga bisa. Akan tetapi tidak akan berpengaruh secara signifikan karena langkah mundurnya Mahfud MD ini.
Baca Juga: Migrasi KTP Digital di Kabupaten Bandung Baru 2 Persen, Disdukcapil Pasang Target Tinggi
“Bicara pengaruh secara elektoral dengan peta yang sudah ada sekarang, pengaruh tidak akan terlalu besar. Tidak akan membuat pasangan Ganjar-Mahfud (GaMa) ujug-ujug unggul. Perilaku memilih dari pemilih ini dipengaruhi banyak faktor,” katanya.
Ada yang memilih karena melihat debat, faktor Jokowi, atau faktor lain. Namun, tidak akan membuat pemilih, terutama strong voters beralih. Firman mengatakan semakin dekat hari pemungutan suara, strong voters sudah di angka 80-90 persen.
“Yang paling mungkin bisa mengungguli pasangan Anies dan Muhaimin (AMIN) karena isu mundurnya Mahfud ini tidak mudah menjadikannya sebagai insentif elektoral,” ujarnya.
Baca Juga: Timnas AMIN Bentuk Satgas Saksi, Akan Sediakan 2 Saksi di Masing-masing TPS
Firman mengatakan jika benar Mahfud mundur dari jabatan menteri, bisa jadi memunculkan sentimen negatif dengan anggapan Mahfud telah meninggalkan tanggung jawab. Karena posisi menkopolhukam ini merupakan posisi strategis, kata Firman, bisa berperan terkait isu netralitas TNI dan Polri.
“Kalau memang ditinggalkan, Mahfud tidak ada lagi akses, tidak ada jangkauan untuk mendorong netralitas TNI dan Polri. BIsa saja ada kerugian di situ,” ujarnya.
Akan tetapi Firman mengatakan bisa jadi asumsi akan lolos ke putaran dua menjadi dorongan Mahfud untuk mundur, sehingga leluasa fokus pada pertarungan politik. Karena jika memang lolos hingga putaran dua, proses kontestasi lebih panjang sampai dengan Juni 2024.
Namun yang jelas, kata Firman, ada sisi positif dari mundurnya Mahfud yang menunjukkan praktik baru terkait etika.
Baca Juga: TPN Jawab Kabar Mahfud MD Mundur dari Jabatan Menkopolhukam
“Seperti yang dikatakan Ganjar, walaupun ada ketentuan soal cuti, konflik kepentingan tetap rentan terjadi, kalau kandidat masih menduduki jabatan publik. Itu bisa menimbulkan sentimen positif, karena publik melihat Mahfud menyadari ada potensi konflik kepentingan, sehingga memilih mengundurkan diri,” katanya.
Koreksi dan etika terhadap kebijakan Jokowi
Firman menyebutkan langkah Mahfud ini, bila benar mengundurkan diri, memang ingin memberikan pesan koreksi dan etika, terhadap kebijakan Presiden Jokowi yang membiarkan pejabat publik tetap berada di posisinya. Selain itu, ada opini yang ingin dibangun tentang peluang konflik kepentingan yang terjadi karena bertahan dengan jabatannya.
Perludem pernah menyampaikan saran serupa agar mereka yang ikut kontestasi Pemilu 2024 mundur dari jabatannya. Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai para menteri atau pejabat yang ikut dalam kontestasi Pemilu 2024, sebaiknya mundur dari jabatannya. Meskipun, kata dia, dalam aturan diperbolehkan untuk mengajukan cuti.
Baca Juga: Kasus Perundungan Pelajar SD di Sukabumi, Dua ABH Dikembalikan ke Orangtua
Ia mencontohkan banyak menteri yang juga bertarung di Pileg 2024. Padahal menteri itu pembantunya presiden yang diminta kerja penuh waktu.
“Karena kalau nanti lebih sibuk ngurusin pencalonan, ngurusin kampanye, jadi enggak maksimal membantu pemerintahnya,” kata Khoirunnisa, sebagaimana disampaikan dari situs resmi Perludem pada Oktober 2023.
Khoirunnisa menuturkan tahapan setelah pendaftaran dan penetapan calon, akan menjadi waktu krusial bagi para menteri tersebut. Nantinya, menurut dia, ada kemungkinan abuse of power di Pilpres 2024.
“Ya memang nggak ada aturan yang harus mundur ya, aturannya cuma cuti, tapi sekarang yang jadi persoalan ini kita kan belum masuk masa kampanye kan, masa kampanye masih bulan November, jadi waktu-waktu sekarang yang justru krusial, kalau sudah masa kampanye mereka harus cuti, kalau sekarang bisa berdalih ini belum masa kampanye,”ujarnya.
Ia menyebutkan permintaan mundur itu berupa seruan etis, karena potensi penggunaan fasilitas negara itu ada dan besar. Setidaknya ada 2 menteri yang menjadi kandidat pilpres 2024. Juga ada 9 menteri dan wakil menteri yang ikut dalam pileg 2024.***
Sentimen: negatif (100%)