Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Cilandak, Gandaria Selatan, Cipete Utara
Kasus: pelecehan seksual
Kisah ART Nyaleg di Jakarta, 'Dana Kampanye dari Hasil Mengosek WC'
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Seorang asisten rumah tangga (PRT), Yuni Sri Rahayu memilih untuk terjun ke dunia Politik. Dia menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPRD DKI Jakarta nomor urut empat.
Di rumah kontrakan di wilayah Cipete Utara, Jakarta Selatan, dia tinggal bersama dengan keempat anaknya. Rumah kontrakan yang disewa dengan harga Rp1,2 juta per bulan itu, dia menceritakan perjalanan hidupnya dari ART sejak 2008 hingga kini menjadi seorang caleg.
Cerita itu dituturkannya di ruang utama kontrakan, dengan kamar tidur dan ruang tamu hanya disekat lemari. Yuni Sri Rahayu mengaku, pernah mengalami diskriminasi, pelecehan seksual, hingga kekerasan verbal dan ekonomi.
Meski begitu, dia bersyukur atas kondisi hidupnya saat ini. Menurutnya, ART lain kerap mengalami kondisi lebih buruk.
Seorang diri menghidupi keempat anaknya, Yuni Sri Rahayu kini bekerja di tiga orang majikan dengan penghasilan kira-kira Rp5 juta per bulan. Dia lalu mendapat penugasan dari organisasinya, Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapulidi, untuk menjadi caleg melalui Partai Buruh.
“Waktu dicalonkan, aku bersikeras tidak mau. Aku didesak untuk mengisi kekosongan suara 30 persen perempuan. Dari situ akhirnya mau tidak mau coba dulu karena cuma mengisi kekosongan dan ada tes juga. Jadi belum tentu lolos,” tuturnya, Rabu 17 Januari 2024.
Perjalanan Menjadi Caleg
Satu demi satu proses pendaftaran dilewati, hingga akhirnya Yuni Sri Rahayu menjadi daftar calon tetap (DCT). Kehidupan ART yang jauh dari layak dan rawan mengalami kekerasan menjadi pijakan baginya untuk terus melangkah.
Meski, dia kerap diselimuti rasa tidak percaya diri karena bersaing dengan calon-calon yang memiliki amunisi dana, popularitas, jaringan sosial di masyarakat, hingga gempuran politik uang.
“Harus ada perwakilan dari PRT yang menjadi anggota dewan sehingga bisa turun andil mengambil kebijakan kami para PRT,” ucap Yuni Sri Rahayu.
Dia, yang menyebut dirinya sebagai caleg duafa atau miskin kota, juga mengalami hambatan saat berkampanye. Namun, dia tidak menjelaskan lebih rinci permasalahan yang dialaminya.
“Di wilayah sendiri saja aku tidak boleh bersosialisasi dengan alasan yang tidak masuk akal. Mungkin karena tidak bermodal, aku pun bukan orang sini asli, istilahnya pendatang. Diskriminasi kependudukan saya alami,” kata Yuni Sri Rahayu.
Selain itu, dia mengatakan bahwa dirinya hanya mampu mengalokasikan dana Rp1,5 juta untuk kampanye. Dana itu pun dikeluarkan, dengan menyisihkan pengeluaran untuk kebutuhan keluarga yang juga harus dipenuhi.
“Dana kampanye aku sisihkan dari upah. Kasarnya dari hasil saya mengosek (bersihkan) WC,” ucap Yuni Sri Rahayu.
Proses Berkampanye
Dengan mengendarai sepeda motornya, Yuni Sri Rahayu mendatangi rumah seorang teman di Terogong, Cilandak. Di sana, ada sejumlah ART dan ibu rumah tangga (IRT) yang telah berkumpul.
Di hadapan mereka, dia menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki dana untuk dibagi-bagikan. Namun, menegaskan bahwa misinya maju sebagai caleg adalah demi keterwakilan perempuan dalam politik.
“Saya minta dukungan dari kawan-kawan supaya ada perwakilan perempuan, dan dari PRT bisa masuk (parlemen). Saya tidak ada pelicin, tapi jika ada masalah kami siap advokasi,” tutur Yuni Sri Rahayu.
Seorang ART yang hadir, Sumainah (34) sempat mengatakan tidak akan memilih (golput). Alasannya, karena sikap seseorang ketika sudah terpilih biasanya akan langsung berubah.
“Yang jadi pemimpin mah enak, saya cari duit sendiri (PRT). Mau tidak terima kita kalau ke rumahnya?” ujarnya.
"Aku buka [pintu]. Aku saja lagi pikir kalau terpilih, aku masih mau kok kerja sebagai PRT. Aku sayang sama bos aku," tutur Yuni Sri Rahayu menimpali.
"Saya berharap jangan sampai kacang lupa kulitnya kalau nanti terpilih," ucap ART lain menanggapi.
Sumainah tinggal di kontrakan dengan biaya sewa Rp1,2 juta per bulan. Dia mengaku, salut ada ART seperti Yuni Sri Rahayu yang berani menjadi caleg.
“Kita PRT itu juga punya mimpi, tidak direndahkan. Insya Allah (pilih Yuni). Tidak menjanjikan memilih, tapi insya Allah,” ujarnya.
Dia menjadi tulang punggung ketiga anaknya dengan gaji Rp2 juta per bulan. Adapun suami Sumainah bekerja serabutan.
Setelah itu, Yuni Sri Rahayu mengunjungi deretan petak kontrakan di Gandaria Selatan, Cilandak. Dia mengetuk satu demi satu pintu rumah untuk memperkenalkan diri dan membagikan kalender serta stiker kampanyenya.
Ada warga yang merespon positif, tetapi tak sedikit juga yang bersikap acuh saat dia berkampanye. Di ujung pertemuan, dia menyimpan harap untuk menang, di tengah beragam tantangan yang dihadapi.
“Apapun hasilnya Insya Allah aku terima. Karena memang untuk Jala PRT mungkin 10-15 tahun lagi baru akan mendatangkan caleg yang benar-benar mumpuni jadi anggota dewan," kara Yuni Sri Rahayu.
"Untuk menuju ke sana, sekarang lah proses belajarnya,” ucapnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***
Sentimen: negatif (66.6%)