Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Trisakti
Kab/Kota: Jayapura
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Negara Berhak Tuntut Ganti Rugi ke Lukas Enembe, tetapi Pembuktiannya Sulit
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/10/18/652f6daa899eb.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyampaikan, pertanggungjawaban pidana seorang terdakwa kasus dugaan korupsi gugur setelah ia meninggal dunia.
Hal ini disampaikan Fickar menanggapi perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Lukas Enembe meninggal dunia dalam perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (26/12/2023).
"Dengan meninggalnya seseorang, 'in casu' Lukas Enembe, maka semua tuntutan pidana terhadapnya hapus dengan sendirinya, termasuk tuntutan pudana mengembalikan uang hasil korupsi," ungkap Fickar kepada Kompas.com, Kamis (28/12/2023).
Baca juga: Kerusuhan Terjadi Saat Arak-arakan Jenazah Lukas Enembe di Jayapura Papua, Apa Penyebabnya?
Fickar pun menyampaikan, mekanisme soal gugurnya pertanggungjawaban pidana telah diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
Namun demikian, negara bisa menuntut secara perdata jika mempunyai bukti bahwa tindakan terdakwa yang telah meninggal dunia telah menimbulkan kerugian negara.
Untuk menuntut hal ini, negara harus bisa membuktikan secara langsung adanya aset negara yang telah diambil dan dibaliknamakan atas nama terdakwa atau kekuarganya.
"Pertanggungjawaban pidana itu bersifat pribadi, tanggung jawabnya tidak bisa beralih atau diwariskan pada kekuarganya. Karena itu, jika negara menghendaki aset hasil korupsi yang dikuasai ahli warisnya menjadi tidak mudah," kata Fickar.
"Sulit membuktikan langsung bahwa adanya aset hasil dari perbuatan pidana korupsi karena tidak lagi dapat dibuktikan jika terdakwa atau pelakunya sudah meninggal sebelum adanya putusan yang berkekuatan hukum pasti," ucap dia.
Baca juga: Ricuh Saat Kedatangan Jenazah Lukas Enembe di Papua, Mahfud Minta Aparat Tak Represif
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjatuhkan hukuman terhadap Lukas Enembe menjadi 10 tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
Dalam putusannya, PT DKI mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman selama delapan tahun penjara.
Hukuman ini diubah setelah Majelis Hakim Tinggi menerima upaya hukum banding yang diajukan Lukas Enembe dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 tahun,” demikian bunyi putusan dikutip dari laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis (7/12/2023).
Adapun putusan ini diketuk pada Kamis (6/12/2023) oleh majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Tinggi Herri Swantoro dengan anggota Hakim Tinggi Anthon R Saragih dan Brhotma Maya Marbun.
Dalam pertimbangannya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menilai Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi saat menjabat sebagai Gubernur Papua 2013-2022.
Baca juga: Jenazah Lukas Enembe Masih Diarak, Pemakaman Batal Digelar Hari Ini
Sentimen: negatif (100%)