Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia, UGM, Universitas Brawijaya, UNAIR, Universitas Airlangga
Kab/Kota: Semarang, Surabaya, Sidoarjo, Depok, Malang, Manggarai, Yogyakarta, Sleman, Sumba
Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa dan Peran Kampus
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/07/11/64ad1839982f3.jpeg)
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Jika Anda merasa depresi dan mulai berpikir untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke tenaga profesional, seperti psikolog atau psikiater.
SEORANG mahasiswa asal Bali yang kuliah di Yogyakarta, berinisial PPR (20) diduga mengakhiri hidupnya di kamar kos, kawasan Nglaren, Condongcatur, Depok, Sleman.
Ia ditemukan dalam posisi leher dililit tali rafia yang diikat di paku tembok kamar kos, Sabtu (23/12/2023) pagi.
Kapolsek Depok Timur menyebutkan bahwa terdapat kertas dengan tulisan dengan bahasa Inggris yang isinya “ucapan terima kasih dan sampai ketemu di kemudian hari”. Motif sementara adalah masalah asmara (Tribunnews, 24/12/2023).
Di Malang, eks Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) berinisial LD loncat dari lantai 12 gedung fakultas ilmu komputer (FILKOM) dan diketemukan tewas pada 14 Desember 2023.
Di Surabaya, mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga Surabaya berinisial CA (21) diduga mengakhiri hidupnya dengan menghirup zat beracun di dalam mobilnya di Sidoarjo pada 5 November 2023.
Di Semarang, NJW (20) mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) melompat dari lantai 4 Mal Paragon Semarang hingga tewas pada 10 Oktober 2023.
Di Yogyakarta, seorang mahasiswa FISIPOL UGM berinisial TSR meloncat hingga tewas dari lantai 11 hotel di Sleman pada 8 Oktober 2023.
Masih di Yogyakarta, SMQF (18) mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melompat dari lantai 4 gedung Unires UMY hingga tewas pada 2 Oktober 2023.
Di Jakarta, MPD (21) mahasiswi S1 FISIP Universitas Indonesia (UI) mengakhiri hidupnya dengan meloncat dari lantai 18 salah satu apartemen di bilangan Jakarta Selatan, pada 8 Maret 2023. MPD akan wisuda program sarjana tiga hari kemudian, yaitu pada 11 Maret 2023.
Kasus serupa terjadi di belahan timur Indonesia. Kompas.id (31/10/2023) melaporkan bahwa di Nusa Tenggara Timur (NTT) selama Oktober 2023, tiga mahasiswa dari perguruan tinggi berbeda di NTT bunuh diri.
Para korban adalah mahasiswa semester atas yang tidak lama lagi diwisuda.
Pada Senin (30/10/2023), seorang mahasiswa Universitas Widya Mandira, Kupang, berinisial ARD (24) dari Adonara ditemukan tewas di kamar indekosnya di Kelurahan Penfui Timur, Kota Kupang. Ia meninggal dengan cara gantung diri.
Seminggu sebelumnya, pada Senin (23/10/2023), seorang mahasiswi Politeknik Kesehatan Negeri Kupang, AL (26) asal Sumba Timur, melompat dari Jembatan Liliba Kota Kupang.
Korban adalah mahasiswi diploma tiga keperawatan. Ia mengajak kedua orangtua dari Sumba dengan alasan mengikuti wisuda dirinya.
Namun, sebenarnya korban belum wisuda karena beberapa tugas belum rampung dan terancam drop out.
Kasus ketiga, seorang mahasiswi di Ruteng, R (24) asal Manggarai, tewas bunuh diri awal Oktober 2023, dengan cara gantung diri di kamar mandi. Kasus ini tidak banyak diketahui publik. Diduga, korban bunuh diri karena masalah asmara.
Data kepolisian RI pada Januari-Juli 2023 mencatat ada 663 kasus bunuh diri atau tiga kasus setiap harinya.
Dibandingkan periode sama pada 2022, jumlah kasus bunuh diri naik 36,4 persen. Kasus terbanyak ada di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi prevalensi bunuh diri di Indonesia mencapai 2,6 per 100.000 penduduk atau termasuk rendah.
Perkiraan ini dibuat karena Indonesia tidak melaporkan angka bunuh diri yang telah terjadi. Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta, maka diperkirakan ada 7000 kasus bunuh diri setiap tahun-nya (Wahyudi, Kompas.id, 15/10/2023).
Penelitian dari Sanderson Onie, et.al (2023) mengonfirmasi asumsi tersebut. Indonesia belum secara resmi melaporkan tingkat bunuh diri warga negaranya.
WHO memperkirakan tingkat bunuh diri yang rendah di Indonesia (2,6/100.000). WHO telah mengklasifikasikan data tersebut berkualitas rendah, tetapi terlanjur diklaim sebagai data resmi. Juga, banyak kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan.
Investigasi dari Onie, et.al (2023) juga mengungkapkan tentang peran dari keluarga ‘pelaku bunuh diri’ untuk menyembunyikan fakta bahwa telah terjadi bunuh diri dari anggota keluarganya. Hal ini dilakukan karena kekhawatiran akan stigma dan didera rasa malu.
Tidak jarang pihak keluarga juga memengaruhi pihak dokter atau polisi untuk tidak mencatat kematian anggota keluarga mereka sebagai bunuh diri.
Selanjutnya Onie, et.al (2023) mengungkapkan bahwa di antara para profesional kesehatan, bahkan tanpa adanya permintaan apa pun, ada aturan tidak tertulis untuk tidak menyebutkan peristiwa kematian terentu sebagai ‘bunuh diri’ karena menganggapnya sebagai suatu pelaporan yang tabu.
Sentimen: netral (66.6%)