Sentimen
Negatif (100%)
9 Des 2023 : 18.15
Informasi Tambahan

Institusi: ITB

Kab/Kota: bandung, Gunung, Yogyakarta

Kenapa Jalur Pendakian Marapi Masih Dibuka Meski Statusnya Waspada?

9 Des 2023 : 18.15 Views 9

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Kenapa Jalur Pendakian Marapi Masih Dibuka Meski Statusnya Waspada?

PIKIRAN RAKYAT - Jalur pendakian Gunung Marapi, Sumatra Barat, masih tetap dibuka meski statusnya sudah dinyatakan waspada. Akibatnya, puluhan pendaki menjadi korban erupsi Gunung Marapi pada Minggu 3 Desember 2023.

Jatuhnya 23 korban jiwa itu pun dinilai menjadi bukti bahwa prosedur dan rambu-rambu keselamatan telah diabaikan. Pengamat kebencanaan dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurna mengatakan bahwa korban tewas semestinya bisa dicegah andai rekomendasi untuk tidak mendekati kawah dalam radius tiga kilometer dipatuhi.

"Kalau dilihat ada pendaki yang sampai merapat dekat ke kawah, maka SOP [standard operational procedure] tersebut diabaikan oleh pendaki dan pihak-pihak yang seharusnya memberi peringatan untuk itu," katanya, Selasa 5 Desember 2023.

Pendakian Ditutup Lalu Dibuka Lagi

Gunung Marapi telah berstatus Waspada atau level II sejak 2011. Aktivitas erupsi Gunung Marapi sempat meningkat pada 7 Januari 2023, sehingga pihak berwenang menutup sementara jalur pendakian.

Akan tetapi, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat membuka kembali jalur pendakian ke Marapi pada 24 Juli 2023. Meski, gunung dengan ketinggian 2.885 meter itu masih berstatus Waspada.

PLH BKSDA Sumatra Barat, Dian Indriati mengatakan bahwa pihaknya memberikan izin pendakian Gunung Marapi karena adanya kesepakatan dengan semua pihak terkait, termasuk pemda. Sejak izin pendakian dikeluarkan pada Juli 2023, tidak tercatat aktivitas signifikan pada Gunung Marapi.

Bahkan pada 3 Desember 2023, sejumlah pendaki yang selamat menyatakan 'tidak ada tanda-tanda erupsi'. Keterangan itu diperkuat oleh catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bahwa tidak ada gempa atau erupsi di Marapi selama dua pekan sebelum kejadian.

Meski demikian, pakar vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurachman mengatakan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Marapi "sangat sulit diprediksi". Bencana kali ini pun telah menunjukkan bahwa pengabaian prosedur keselamatan dapat berakibat fatal ketika bersanding dengan gunung yang berkarakter seperti Marapi.

Mengapa Banyak Pendaki Berada di Area Sekitar Kawah?

Dalam proses evakuasi pada Selasa 5 Desember 2023, sejumlah petugas dari tim SAR tampak menggotong kantong jenazah korban erupsi di dekat kawah Gunung Marapi. Di belakang mereka, kepulan asap dari erupsi berskala kecil terlihat dengan jelas.

Korban meninggal lainnya juga ditemukan di titik-titik yang masuk dalam kawasan paling rawan bencana di Marapi, yang semestinya terlarang didatangi. Namun nyatanya, banyak pendaki sampai ke puncak dan kawah, bahkan bermalam di sekitarnya.

Salah satu korban selamat, Irvanda Mulya mengaku tidak diperingatkan oleh petugas di posko pendakian bahwa mereka dilarang mendekat dalam radius tiga kilometer dari puncak. Meski begitu, dia melihat rambu-rambu jarak aman, imbauan untuk berhati-hati, serta jalur evakuasi jika terjadi erupsi.

"Enggak ada diperingatkan atau aba-aba gitu," ucapnya.

Pada Sabtu 2 Desember 2023 malam, mereka bahkan berkemah di sekitar Tugu Abel, yang jika ditarik garis lurus di peta, hanya berjarak sekitar 600 meter dari kawah. Tugu Abel merupakan monumen yang dibangun sebagai peringatan atas tewasnya seorang pendaki bernama Abel Tasman akibat erupsi Marapi pada 5 Juli 1992.

Sebelum bencana itu terjadi, banyak pendaki yang mencapai bahkan berkemah di kawasan sekitar puncak dan kawah Marapi. Hal itu tergambar dari foto-foto dan video-video yang diunggah di media sosial serta Google Maps. Beberapa foto bahkan memperlihatkan area puncak ramai oleh tenda-tenda para pendaki.

Kata BKSDA Sumbar

Terkait diabaikannya rekomendasi jarak aman itu, pelaksana harian Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat, Dian Indriati mengatakan bahwa para petugas pendamping di setiap pintu masuk "telah memberi arahan kepada para pendaki".

Para pendaki juga wajib mendaftar secara daring untuk mendapatkan Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi (Simaksi). Menurutnya, pada proses itu juga tertera SOP dan aturan pendakian.

Akan tetapi, di dalam SOP tersebut tidak tertera secara tegas larangan untuk mendekat pada radius tiga kilometer dari kawah.

"Jika ada pendaki yang merasa tidak diberikan pemahaman ini akan menjadi bahan evaluasi kami," ujar Dian Indriati.

Dia mengungkapkan, papan peringatan untuk tidak mendekati kawah serta peringatan bahwa radius tiga kilometer 'sangat berbahaya' juga terpasang. Namun, peringatan itu tampaknya diabaikan oleh para pendaki.

"Dengan adanya papan peringatan dan larangan itu sudah semestinya menjadi imbauan bagi mereka. Dan ini selalu disampaikan oleh petugas kami untuk berhati-hati, jaga keselamatan, dan jangan mendekati kawah," tutur Dian Indriati.

Situasi tersebut pun dinilai pengamat telah menggambarkan bagaimana prinsip kehati-hatian tidak diterapkan di Marapi. Para pendaki pun tampaknya tidak cukup memahami risiko bencana yang mengintai.

"Saya menilai masing-masing pihak merasa situasinya biasa-biasa saja. BKSDA membuka izin online dengan persyaratan yang kurang memadai. Di sisi lain, pendaki juga merasa biasa naik gunung sehingga tidak perlu berhati-hati," kata Eko Teguh Paripurna, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.***

Sentimen: negatif (100%)