Sentimen
Negatif (99%)
15 Nov 2023 : 19.15
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Institusi: Universitas Indonesia

Tokoh Terkait

Pakar Ingatkan Ada Ongkos Mahal yang Dibayar Jika Aparat Keamanan Tak Netral dalam Pemilu

15 Nov 2023 : 19.15 Views 15

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Pakar Ingatkan Ada Ongkos Mahal yang Dibayar Jika Aparat Keamanan Tak Netral dalam Pemilu

JAKARTA, KOMPAS.com -Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengingatkan, akan ada ongkos yang mahal jika aparat keamanan termasuk TNI/Polri tidak menjaga netralitas dalam Pemilu tahun depan.

Biaya mahal karena ketidaknetralan pihak-pihak tertentu ini pernah menjadi pengalaman Indonesia pada tahun 2016 silam.

Kala itu, Pilkada di 10 Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, harus diulang karena adanya campur tangan aparat.

"Pentingnya aparat keamanan dan birokrasi itu netral sudah sangat terang-benderang menjadi pengalaman kita di Pilkada. Sebagai contoh ketika aparat tidak netral ongkosnya mahal sekali," kata Titi dalam diskusi catatan kritis KontraS di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Baca juga: KontraS Cium Potensi Kecurangan dalam Pilpres 2024, Ini Berbagai Indikatornya

Titi menyampaikan, dalam kasus di Mamberamo Raya, Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menggelar sidang akibat Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Mamberamo Raya.

Saat itu diduga ada keterlibatan 20 anggota brimob yang mengintervensi proses PSU.

Mereka melakukan intimidasi kepada Kepala Kampung Fona agar memilih salah satu kandidat, dengan iming-iming mendapat uang senilai Rp 500.000.

Para warga pun diancam akan ditembak bila tidak memilih salah satu kandidat.

"Itu Pilkada di beberapa TPS harus diulang karena ada keterlibatan aparat dalam hal ini Polri Brimob dalam proses pemungutan suara. Bayangkan, berapa biaya untuk pemungutan suara ulang di TPS. Ini di Papua lho, yang lokasinya sangat remote," ucap Titi.

Baca juga: Pasangan Capres-cawapres Suarakan Pemilu 2024 Bebas Kecurangan

Oleh karena itu, Titi meminta semua pihak berlaku netral hingga proses pemungutan suara pada 14 Februari 2024 mendatang.

Menurut Titi, netralitas aparat keamanan merupakan satu dari 6 hal yang perlu dijaga.

Adapun lima lainnya meliputi penyediaan kerangka hukum Pemilu yang demokratis; diselenggarakan penyelenggara Pemilu yang independen, profesional, dan kredibel; diikuti peserta Pemilu yang kompetitif dalam arena kontestasi yang adil dan setara; efektivitas penegakan hukum pemilu; serta pemilih berdaya dan terinformasi baik.

"Itu rangkaian proses di mana antara satu tahapan dan tahapan lain saling terhubung yang sama-sama harus kita jaga. Jadi ekses dalam ketidaknetralan itu adalah mempertaruhkan hasil, bahkan Pemilu bisa diulang gara-gara ketidaknetralan," jelas Titi.

Baca juga: Aiman Ungkap Oknum Polisi Tak Netral, Kabaharkam Polri: Siapa Orangnya? Buka, Jangan Hanya Berani Bicara

Dalam catatan kritisnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencium berbagai potensi pelanggaran, kecurangan, penyalahgunaan kewenangan dalam pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden pada 14 Februari 2024.

Potensi itu terjadi karena sikap tidak netral atau memihak kepada salah satu calon tertentu.

Sentimen: negatif (99.6%)