Sentimen
Negatif (100%)
4 Nov 2023 : 03.23
Informasi Tambahan

Institusi: Imparsial

Kab/Kota: Gunung

Kasus: nepotisme

Sorotan Demokrasi di Penghujung Rezim Jokowi, Imparsial Bilang Tak Boleh Dibiarkan

4 Nov 2023 : 03.23 Views 5

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Sorotan Demokrasi di Penghujung Rezim Jokowi, Imparsial Bilang Tak Boleh Dibiarkan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Isu kemunduran demokrasi di penghujung era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), belakangan ini menjadi ramai diperbincangkan. Tidak hanya menjadi sorotan dalam negeri, masalah demokrasi ini juga menjadi sorotan media asing terutama di Jerman dan Amerika Serikat.

Menyikapi perkembangan politik tanah air dan pemberitaan media asing yang menyoroti dinasti politik yang dijalankan Jokowi, Wakil Direktur Imparsial, Ardi Manto Putra mengatakan kemunduran demokrasi di penghujung rezim Jokowi tidak boleh dibiarkan.

"Putusan MK yang memuluskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai puncak gunung es kemunduran demokrasi Indonesia," ujar Ardi dikutip dari siaran persnya, Jumat (3/11).

Dia menyebut baru-baru ini salah satu media asal Jerman, Handelsblatt, menyoroti langkah politik putra sulung Presiden Jokowi, Gibran yang maju sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

"Menurut media tersebut, pencalonan Gibran dipandang sebagai pembangunan politik dinasti yang merusak dan mematikan demokrasi di Indonesia," ucap Ardi.

Menurut Ardi, sebelumnya, kondisi kemunduran demokrasi di Indonesia juga diberitakan oleh Time, media yang berbasis di Amerika Serikat.

Imparsial memandang kondisi kemunduran demokrasi di Indonesia yang menjadi sorotan dua media asing tersebut adalah persoalan politik yang nyata-nyata terjadi dan sulit untuk dibantah, terutama jika mencermati dinamika politik elektoral menjelang 2024.

Ardi menyebut putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi tiket bagi Gibran bin Jokowi maju di Pilpres, sesungguhnya merupakan puncak gunung es dalam kemunduran demokrasi Indonesia.

Sebab, jauh sebelumnya, kata Ardi, terjadinya kemunduran tersebut telah banyak diangkat oleh sejumlah pakar dan analis politik baik dari dalam maupun luar negeri, terutama ihwal menurunnya tingkat kebebasan di Indonesia.

Dalam realitasnya, lanjut Ardi, alih-alih memperbaiki kondisi demokrasi di Indonesia, menjelang akan berakhir masa periode jabatan yang kedua, Presiden Jokowi justru mempertontonkan dirinya sebagai perusak demokrasi.

"Dengan berupaya membangun 'politik dinasti' yang sarat dengan praktik kolusi dan nepotisme melalui pencalonan anaknya, Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024," tutur Ardi.

Imparsial menilai kondisi kemunduran demokrasi di akhir rezim Jokowi tidak bisa dan tidak boleh dibiarkan terus terjadi, mengingat demokrasi merupakan capaian politik yang diperjuangkan dengan susah payah pada 1998 dan harus terus dipertahankan.

Oleh karena itu, kata Ardi, guna merespons kondisi itu dibutuhkan adanya bangunan gerakan pro demokrasi untuk menyelamatkan demokrasi dari kemunduran.

"Termasuk dengan menjadikan politik elektoral sebagai momentum dan media untuk mengoreksi semua kebijakan dan langkah politik Presiden Joko Widodo yang memundurkan capaian politik reformasi 1998 tersebut," ujar Ardi. (jpnn/fajar)

Sentimen: negatif (100%)