Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Cimahi, Depok
Kasus: kebakaran
Penanganan Sampah Akibat Kebakaran TPA Sarimukti Dinilai Lambat, Bencana Lingkungan Mengintai
Ayobandung.com
Jenis Media: Nasional

AYOBANDUNG.COM -- Penanggulangan sampah di area metropolitan Bandung Raya yakni Kota Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Bandung Barat dinilai lambat di tengah kedaruratan kebakaran TPA Sarimukti. Solusi pemilahan untuk mengurangi volume sampah tidak berjalan karena belum didukung penegakan regulasi dan fasilitas infrastruktur.
Akibat kondisi ini sampah masih menumpuk di setiap TPS dan TPS3R bahkan hingga sudut jalan. Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat mencatat selama sebulan TPA Sarimukti ditutup ada 56 ribu sampah di Bandung Raya. Untuk mengatasi hal itu, Pemprov Jabar membuka TPS sementara, namun hanya bisa menampung 31 ton sampah. Artinya hingga saat ini masih ada 25 ribu ton sampah menggunung.
"Jika terus dibiarkan dan tidak ada penanganan cepat dan terencana secara baik tentu akan menjadi bencana lingkungan," kata Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jawa Barat, Meiki W Paendong, Sabtu 23 September 2023.
Meiki menilai persoalan sampah yang terjadi saat ini faktanya tidak dipandang sebagai suatu kedaruratan. Penanganannya dirasa lambat. Penutupan TPA Sarimukti harusnya bisa dijadikan momentum oleh pemda dan pemkot mewajibkan semua pihak penghasil sampah untuk melakukan pemilahan sampah. Sambil secara pararel menyiapkan fasilitas pengolahan sampah organik.
Baca Juga: Dijuluki Kota Belimbing, Ternyata Sejarah Nama Kota Depok Berasal dari Singkatan Bahasa Belanda!
Misalnya mengurangi jenis sampah sisa makanan (food waste). Merujuk data dari Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat jumlah sampah sisa makanan yang berasal dari Kota Bandung sebanyak 1.396,2 ton per hari. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.008,2 ton per hari merupakan sampah sisa makanan yang berasal dari kawasan komersil.
"Seharusnya Pemkot dan Pemkab memblokir TPS untuk sampah organik lalu mendorong setiap rumah tangga melakukan pengomposan mandiri dan komunal. Kemudian untuk non organik ditarik, maka dipastikan akan banyak yang mengupayakan," terang Meiki.
"Tapi tentunya harus ada penegakan hukum bagi yang melanggar dan kesiapan fasilitas pengolahan organik yang tetap dalam skema kedaruratan," tambahnya.
Di sisi lain kabupaten/kota di metropolitan Bandung hanya pada sampah yang telah tercampur. Misalnya, Satgas Darurat Sampah Kota Bandung.
"Satgas Darurat Sampah Bandung terlalu berfokus tangani sampah tercampur yang sudah terlanjur diproduksi. Dampaknya sampah tercampur baru akan selalu ada setiap hari,” papar Meiki.
Baca Juga: Carita Pondok: CINTA KATEGORI DUA
Masih menurut Dia, dalam hal ini Pemkab dan Pemkot di Cekungan Bandung pun enggan mengupayakan pergeseran anggaran untuk menangani kedaruratan sampah yang terjadi padahal kondisinya telah darurat.
"Regulasi udah ada Undang-undang Pengelolaan Sampah 18 tahun 2008. Tapi pemerintah kurang jalankan penegakan hukumnya. Supaya semua penghasil sampah sadar perlu ada penegakan hukum.
Soal infrastruktur juga pemerintah seharusnya memfasilitasi. Refocusing anggaran misalnya untuk pengadaan komposter di tiap RT/RW bahkan rumah warga. Anggaran jangan malah membeli teknologi yang malah hasilkan masalah lingkungan bar," tandasnya.
Sentimen: negatif (100%)