Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Taspen
Kab/Kota: bandung, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Makasar, Garut, Madura
Tokoh Terkait

Kamaruddin Simanjuntak
Kampung Saparantu dan Kampung Sindur, Nama dari Satu Jenis Pohon yang Sama
Ayobandung.com
Jenis Media: Nasional

Oleh T Bachtiar
Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung
DI JAWA BARAT ada nama geografi Saparantu, ada juga nama geografi Sindur. Bahasa yang berkembang di masyarakat, menyebabkan berbeda dalam menamai pohon yang tumbuh di kawasan itu. Bila pohon itu menjadi ciribumi yang mandiri, maka nama pohonnya dijadikan nama geografi. Saparantu dan sindur merupakan satu jenis pohon yang sama.
Di Kabupaten Garut, ada nama geografi Kampung Saparantu di Desa Pangrumasan (+800 m), Kecamatan Pendeuy. Masih di Kabupaten Garut, terdapat juga nama geografi Kampung Saparantu di Desa Jagabaya (+0 m – 200 m), Kecamatan Mekarmukti. Di Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, ada Kampung Saparantu yang termasuk ke dalam Desa Kademangan (+ 300 m). Begitu pun di Desa Girimukti (+0 m – 400 m), Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, ada nama Kampung Saparantu.
Pohon saparantu itu sama dengan pohon sindur, sehingga di Kabupaten Bogor ada nama geografi Desa Gunungsindur (+100 m) di Kecamatan Gunungsindur. Di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, ada Kampung Sindur yang termasuk Desa Alamendah (+1.400 m – 2.200 m). Bahkan, nama Kampung Sindur di Kabupaten Bandung itu dijadikan nama sekolah dasar, SDN Sindur, seperti yang terdapat di Kampung Cipanawa, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali.
Secara keilmuan, kedua nama pohon yang menjadi nama geografi di Jawa Barat itu berasal dari satu jenis pohon yang sama. Inilah persamaan nama atau alias untuk kedua pohon itu: Sindora javanica (Koord. & Valeton) Backer ex K. Heyne, Sindora javanica (Koord. & Valeton) Backer, Sindora sumatrana Koord., Sindora sumatrana var. javanica Koord. & Valeton, Sindora sumatrana var. stipulata Moll & Janssonius.
Baca Juga: Mau Tangani Kasus Rina Lauwy dengan Dirut Taspen Secara Gratis, Kamaruddin Simanjuntak Sebut Ada Peran Pendeta
Di beberapa tempat di Indonesia, pohon saparantu atau pohon sindur ini mempunyai nama lain sesuai dengan yang berkembang di masyarakatnya, seperti: di Jawa Barat menggunakan nama saparantu dan sindur, di Jawa saprantu, di Madura samarantok, samparantok, samparwali, di Bali samparwantu, dan di Makasar sambaramentu.
Jika dilihat dari persebaran nama-nama geografi yang memakai nama pohon saparantu dan pohon sindur di Jawa Barat, menunjukkan bahwa jenis pohon ini tersebar di ketinggian tempat antara +0 m sampai dengan +2.200 m. Padahal dalam beberapa sumber, dituliskan bahwa pohon ini tumbuh di bawah ketinggian di + 500 m. Pohon saparantu atau pohon sindur, tersebar secara alami di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat. Pohon ini justru tumbuh di tanah yang miskin hara, berpasir, atau berbatu, dan di kawasan kars, seperti yang terdapat di Pulau Nusakambangan.
Di Jawa Barat, jenis pohon ini pernah tersebar di Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, dan di Kabupaten Bogor. Sangat mungkin, di daerah lain pun tumbuh dan berkembang, namun tidak menjadi ciribumi tempat itu, sehingga tidak dijadikan nama geografi.
Walau pohon saparantu atau pohon sindur itu masih tumbuh sampai sekarang, keadaannya sudah sangat langka. Status keberadaannya sudah kritis, karena jenis tumbuhan ini sudah menjelang punah.
Pohon saparantu tingginya mencapai 25 m sampai 35 m. Batangnya lurus membulat, dengan diameter batangnya 80 cm atau lebih. Kulit luarnya berwarna abu-abu kehitaman, sedangkan bagian dalamnya berwarna marun kehitaman.
Kayu saparantu atau kayu sindur termasuk kayu perdagangan kelas komersial indah II. Tekstur kayunya halus, sehingga banyak dijadikan bahan bangunan, perkakas, ukiran, lantai, dan perkapalan.
Buahnya berbentuk bundar pipih, kulit buahnya keras, berduri pendek dan tajam. Secara tradisional, biji saparantu yang bulat hitam sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat, jauh sebelum obat-obat pabrik berkembang untuk menjaga kesehatannya, seperti dimanfaatkan oleh ibu setelah melahirkan. Masyarakat menggunakannya untuk pengobatan pendarahan rahim, keguguran, sakit kulit, dan sariawan.
Mengingat persebaran pohon saparantu yang sangat terbatas, serta jumlah pohonnya sudah sangat jarang, diperparah dengan tingginya alih fungsi kawasan hutan, maka status keberadaan pohon saparantu sudah kritis.
Baca Juga: Belum Resmi Bercerai dengan Rina Lauwy, Dirut PT Taspen Diduga Telah Lakukan Prewedding dengan Perempuan Lain
Secara alami, biji saparantu dapat tersebar dengan bantuan satwa, terutama burung dan tupai. Tapi dalam keadaan yang kritis ini, diperlukan tindakan nyata dalam pembudidayaannya dengan cara perbanyakan biji. Kebun-kebun pembibitan pohon saparantu yang selalu menyediakan bibit siap tanam dalam jumlah yang banyak. Bibit pohon ini dapat ditanam di kawasan lindung, di lahan restorasi, dan lahan lainnya yang lingkungannya cocok untuk tumbuh pohon ini.
Bibit pohon saparantu ini dapat juga dimanfaatkan, dibeli oleh masyarakat yang akan menghijaukan lahan miliknya, mengingat pohon saparantu sangat istimewa menjadi bahan bangunan dan buahnya untuk kesehatan. Tanpa upaya nyata, pohon saparantu benar-benar akan menemui kepunahannya.***
Sentimen: positif (100%)