Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Yogyakarta
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Penanganan Perkara Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Dekati Akhir
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/03/07/64071fecb6c6f.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, penanganan dugaan tindak pidana korupsi eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto terus berjalan.
"Poin utamanya adalah proses penanganan perkara ini terus berjalan, bahkan kemudian sudah mendekati akhir, selelsai pada proses-proses berikutnya," ucap Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/9/2023).
Ali menyebut, penyelidikan dalam kasus ini selesai dilakukan dan akan memasuki tahap analisis akhir.
Baca juga: Soal Kasus Kepala Bea Cukai Yogyakarta, KPK Segera Gelar Perkara jika Bukti Cukup
Dia mengatakan, ada 17 orang saksi yang diperiksa terkait kasus ini.
KPK juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kemudian juga dengan Direktorat LHKPN dan Direktorat Deteksi Analisis Korupsi di KPK untuk kemudian teman-teman penyelidik menyimpulkan dari seluruh kegiatan penyelidikan," kata Ali.
Dia menyebut, KPK akan mengumumkan tersangka jika penanganan tersebut masuk ke tahap penyidikan dan bukti lengkap.
"Nanti pada saatnya saja ketika waktu dan tempat yang tepat, kami pasti akan sampaikan atas dugaan korupsi yang sedang dilakukan proses penyelidikan dan sudah selesai dimaksud," kata dia.
Penyelidikan kasus Eko Darmanto berawal dari pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Baca juga: KPK: Penyelidikan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Masuk Tahap Akhir
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut, LHKPN Eko masuk dalam kategori outlier atau menyimpang.
Seperti beberapa pejabat lainnya, kekayaan Eko diperiksa KPK karena ia memamerkan sejumlah mobil antik di media sosial. Kekayaan Eko yang dilaporkan sebesar Rp 6.720.864.39.
Namun, laporan kekayaan itu menjadi mencurigakan karena utangnya melonjak secara signifikan, yakni Rp 9.018.740.000.
Utang Rp 9 miliar itu dinilai tidak sesuai dengan penghasilannya sebagai aparatur sipil negara (ASN) dengan penghasilan Rp 500 juta per tahun.
“LHKPN beliau (Eko Darmanto) masuk kategori outlier karena utangnya yang besar Rp 9 miliar," kata Pahala dalam konferensi pers di KPK, Rabu (8/3/2023).
Menurut Pahala, Eko harta Eko mencapai Rp 9 miliar karena memiliki perusahaan bersama satu orang rekannya.
“Saham ini dicatat di surat berharga tapi perusahaan ini sebenarnya kalau ada pekerjaan, butuh dana, maka beliau yang akan menyediakan dananya," kata Pahala.
"Untuk itu, Beliau buka kredit, kalau kita bilang overdraft. Jadi kredit Rp 7 miliar jaminannya rumahnya. Kalau butuh uang, diambil seperlunya, kalau enggak butuh, ya 0 saja. Tetapi, karena overdraft-nya Rp 7 miliar, Beliau catat di LHKPN utang Rp 7 miliar, jaminan rumah. Itu yang bikin utangnya tinggi. Menurut Beliau itu," ujar dia lagi.
-. - "-", -. -
Sentimen: netral (48.5%)