Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: UGM
Partai Terkait
Tokoh Terkait
NU Jadi Primadona, Suaranya Dinilai Jadi Penentu Capres-Cawapres Menangi Pilpres 2024
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Nahdlatul Ulama (NU) diniali menjadi salah satu primadona dalam pertarungan Pilpres 2024. Suaranya pun kini diperebutkan oleh para Calon Presiden (Capres), termasuk dalam menentukan siapa calon wakil presiden (Cawapres) mereka.
Pakar sosiologi politik sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi pun menyebut bahwa Nahdlatul Ulama (NU) berpotensi menentukan kemenangan Capres 2024.
Hal itu disampaikan, melihat survei berbagai lembaga yang menyatakan jarak keterpilihan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berselisih tipis. Angka itu pun masih masuk dalam batas galat (margin of error).
Baca Juga: Melihat Kans Anies Baswedan-Cak Imin dan Suara Nahdliyin di Pilpres 2024
“Data dari lembaga survei kredibel menunjukkan bahwa jarak Pak Prabowo dan Pak Ganjar masih dalam rentang margin of error. Kalau dengan Mas Anies memang agak jauh jaraknya, jadi kita coba menganalisis yang jaraknya dekat dulu, antara Pak Ganjar dan Pak Prabowo,” tutur Kuskridho Ambardi dalam keterangan tertulis, Kamis 31 Agustus 2023.
Dengan hasil survei yang masih dalam rentang batas galat, apabila survei Ganjar Pranowo ditambah 2 persen dan Prabowo Subianto dikurangi 2 persen atau sebaliknya, diperlukan suara tambahan 5–7 persen bagi keduanya untuk memenangkan Pilpres 2024.
“Ketika 5 sampai 7 persen itu dibutuhkan, NU sebagai basis massa terbesar di Indonesia, saya kira sangat bisa,” ucap Kuskridho Ambardi.
Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2010–2019 itu menganalisis bahwa dukungan dari NU sangat diperlukan. Pasalnya, organisasi yang telah berusia 2 abad itu memiliki basis massa loyal tradisional yang bisa digerakkan oleh sebuah tim.
Menurutnya, NU juga memiliki pengalaman menggerakkan massa dan banyak tokoh NU yang memiliki pengalaman elektoral. Dia pun menjelaskan karena pengurus Pengurus Besar NU (PBNU) terikat khitah untuk tidak berpolitik praktis, mereka tidak bisa secara terang-terangan menggerakkan warga NU. Sehingga, legislatif suara nahdliyin tersebar di banyak partai politik di setiap pemilihan.
Baca Juga: Soal Deklarasi Duet Anies Baswedan-Cak Imin, Ketum PBNU: Selamat Sudah Dapat Jodoh
“Padahal di luar struktur, PBNU bisa membentuk tim bersifat ad hoc, misalnya, yang bisa menjadi semacam mesin komando yang merencanakan strategi untuk mengajak pulang kandang warganya dalam satu komando PBNU,” kata Kuskridho Ambardi.
Doktor ilmu politik dari Ohio State University itu pun menambahkan struktur formal di NU memang berbentuk semacam federasi yang memiliki pemimpin di masing-masing pesantren. Namun, dengan “mesin komando” yang dimiliki oleh PBNU ini, pondok-pondok pesantren maupun warga NU akan ikut dalam satu barisan dalam bergerak memenangkan calon yang didukung PBNU.
Ketum PBNU: Tak Ada Capres-Cawapres Atas Nama NU!
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf mengingatkan agar jangan sampai ada Calon Presiden (Capres) maupun Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang mengatasnamakan NU.
"Saya sudah berbicara berulang kali. Jadi saya tegaskan sekali lagi bahwa tidak ada calon atas nama NU. Saya ulangi ya, tidak ada calon atas nama NU!" ujar Yahya Cholil Staquf, Sabtu 2 September 2023.
Baca Juga: Anies Baswedan-Cak Imin Belum Tentu Didukung Nahdiyin, Gus Falah: Suara NU di PKB Berapa Sih? Hanya 10 Persen
"Jadi kalau ada calon itu ya atas nama kredibilitasnya sendiri, kapasitasnya sendiri, dan seterusnya. Tidak ada atas nama NU," ucapnya menambahkan.
Yahya Cholil Staquf menjelaskan bahwa secara struktural, NU maupun kiai-kiai NU juga tidak akan memberikan dukungan kepada calon tertentu. Kalaupun ada warga NU yang ingin mencalonkan diri, dia mempersilakan untuk bisa berjuang lewat partai politik, bukan lewat NU.
“Kalau ada klaim, kiai-kiai NU merestui, itu sama sekali tidak betul. Selama ini tidak ada pembicaraan terkait calon presiden atau wakil presiden,” tuturnya.
“Orang tahu NU ini punya warga banyak sekali. Survei Alvara 52,9 persen populasi muslim Indonesia mengaku NU,” kata Yahya Cholil Staquf menambahkan.
Menurutnya, warga NU sangat cerdas sehingga tidak bisa lagi ditarik-tarik untuk memenuhi ambisi calon tertentu. Dia juga memastikan bahwa keputusan Muktamar NU, sebagai lembaga tidak akan ikut dukung mendukung dan juga tidak akan jadi kompetitor dalam politik.
“Pola pikir NU ini dulu dianggap kayak kebo (kerbau). Ini menghina sekali, padahal warga NU ini sudah cerdas, mereka sudah bisa menilai orang. Kami tidak mau NU ini dicocok-cocok hidungnya dibawa ke sana ke mari,” ujar Yahya Cholil Staquf.***
Sentimen: positif (98.8%)