Sentimen
Positif (98%)
1 Sep 2023 : 02.49
Informasi Tambahan

Kasus: stunting

Prevalensi "Stunting" Ideal di Bawah 10 persen

1 Sep 2023 : 02.49 Views 44

Koran-Jakarta.com Koran-Jakarta.com Jenis Media: Nasional

Prevalensi "Stunting" Ideal di Bawah 10 persen

JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan pemerintah berkomitmen mengejar target prevalensi stunting 14 persen pada 2024. Meski begitu, hal tersebut tidak cukup sebab prevalensi ideal suatu negara yaitu 10 persen.

"14 persen itu target tahun 2024. Stunting itu kan menggerus pendapatan perkapita karena orang stunting tidak produktif. Idealnya stunting di bawah 10 persen," ujar Hasto, dalam acara Revius Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting (PPS) Tingkat Nasional Tahun 2023, di Jakarta, Rabu (30/8) kemarin.

Hasto menerangkan, ada beberapa teori menyebut jika prevalensi stunting 8 persen tidak akan berpengaruh terhadap pendapatan per kapita. Menurutnya, Indonesia harus terus menekan prevalensi stunting agar pendapatan per kapita naik sehingga keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

"Teorinya, kalau stunting kurang dari 8 persen, kita tercapai bonus demografi dan Indonesia Emas. Harapan Pak Presiden Jokowi pendapatan per kapita naik berlipat-lipat itu tercapai. Tapi, kalau stuntingnya masih tinggi tidak tercapai orang kita banyak penduduknya yang stunting," jelasnya.

Baca Juga :

Ungkap Penurunan "Stunting" Perlu Pemahaman Masyarakat

Hasto mengungkapkan, target prevalensi stunting 14 persen pada tahun 2024 merupakan satu tahapan. Menurutnya, target prevalensi stunting pada tahun 2045 paling tidak bisa 5 persen.

Dia menambahkan, semakin kecil prevalensi stunting, maka proses menurunnya semakin berat. Hal tersebut sebab pada proses tersebut tinggal penduduk stunting yang intervensinya sulit. "Kalau menurunkan 14 persen ke 10 persen itu sulit. Kalau 30 ke 25 persen itu mudah. Masalahnya yang tidak turun ini paling sulit," katanya.

Anggaran "Stunting"

Hasto menyebut bentuk komitmen serius pemerintah dalam penurunan stunting adalah dengan mengalokasikan anggaran sekitar 30 triliun rupiah. Adapun 20 triliun diserahkan kepada Kementerian Sosial (Kemensos) dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH).

"Dulu ada PKH ada Bantuan Pangan Non Tunai. Sekarang semua dalam bentuk uang tunai, tidak ada bentuk makan. Tapi, peruntukan dana PKH 20 triliun rupiah itu dipakai untuk membeli makanan," ucapnya.

Dia menuturkan, 7 triliun dipegang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan 6 triliun di antaranya untuk BPJS Kesehatan. Adapun untuk anggaran membeli makanan sebesar 1,2 triliun ada di Kemenkes.

Baca Juga :

Mendes PDTT: Dana Desa Dapat Digunakan untuk Posyandu Cegah "Stunting"

"Dulu kebijakannya dalam bentuk makanan pabrikan. Akhirnya ditegur Bapak Presiden jangan pakai pabrikan, tapi makanan produk lokal. Akhirnya kebijakannya diubah menjadi DAK langsung ditransfer ke Puskesmas untuk membeli makanan lokal," tandasnya.


Redaktur : Sriyono

Penulis : Muhamad Ma'rup

Sentimen: positif (98.4%)