Sentimen
Negatif (88%)
12 Agu 2023 : 08.09
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Dukuh, Yogyakarta, Indramayu

Kasus: Kemacetan

Partai Terkait

Jokowi Pertimbangkan Hapus PPDB Zonasi, Upaya Pemerataan Berbuah Praktik Manipulasi

12 Agu 2023 : 08.09 Views 22

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Jokowi Pertimbangkan Hapus PPDB Zonasi, Upaya Pemerataan Berbuah Praktik Manipulasi

PIKIRAN RAKYAT - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mempertimbangkan keputusan menghapus kebijakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun depan.

Pertimbangan penghapusan itu dikatakan Presiden Jokowi setelah melakukan pertemuan dengan pimpinan MPR di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 9 Agustus 2023, dan kembali disampaikan pada Kamis, 10 Agustus 2023 ketika ditanyai media di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta.

Furqan AMC, selaku Ketua DPP PSI mengatakan, walaupun tujuan awal sistem zonasi PPDB ini mulia, di antaranya pemerataan akses pendidikan dan menghilangkan klasifikasi sekolah favorit dan tidak favorit, tapi dalam pelaksanaannya menimbulkan banyak masalah.

"Apabila kita cermati lebih komprehensif, sesungguhnya berbagai masalah penerapan sistem zonasi PPDB tersebut adalah hilir persoalan. Adapun hulu persoalannya adalah jumlah sekolah yang tidak memadai," ucap Furqan dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 10 Agustus 2023.

Baca Juga: Pemprov Jateng Bangun Sekolah di Lahan Distan, Ganjar Pranowo: di Tawangmangu Belum Ada SMA Negeri

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menunjukkan, jumlah sekolah yang sangat jomplang antara SD dan SMP. Tahun ajaran 2021/2022, jumlah SD di seluruh Indonesia itu 148.992 unit, sedangkan jumlah SMP hanya 41.402 unit.

"Sudah otomatis banyak Calon Peserta Didik Baru (CPDB) yang terdiskriminasi, di mana siswa lulusan SD pada akhirnya banyak yang tidak tertampung masuk SMP," tuturnya Furqan.

"Sementara itu jumlah SMP negerinya cuma 57,48 persen, sehingga ketika diterapkan sistem zonasi PPDB, akan semakin menimbulkan persaingan yang gak ketulungan. Fenomena kemacetan leher botol (bottleneck) tak terhindarkan. Pada akhirnya memicu banyak dosa besar pada sistem zonasi PPDB. Berbagai modus dan manipulasi terjadi di mana-mana di berbagai kota," ucapnya.

Baca Juga: Nekat Gelar Kegiatan Orientasi Siswa Padahal Ada Larangan, Ini Dalih Kepsek SMA Negeri 2 Indramayu

Situasi yang kurang lebih sama juga terjadi di SMA. Jumlah SMA di seluruh Indonesia hanya 14.007 unit pada tahun ajaran yang sama. Itupun hanya 49,58 persen SMA yang negeri.

Jika mengambil sampel di Jakarta, data Disdik DKI menunjukkan daya tampung SMA hanya 28 ribu kursi. Sedangkan jumlah CPDB mencapai 139 ribu siswa.

"Daya tampung yang tidak memadai tersebut sudah pasti memicu banyak masalah pada saat zonasi PPDB diterapkan," ucal Furqan.

Situasi yang kurang lebih sama dengan SMP di DKI, di mana daya tampungnya cuma 71 ribu kursi, sementara perkiraan jumlah murid barunya 149 ribu siswa. Untuk kondisi daerah, Furqan mencontohkan yang terjadi di Kabupaten Subang. Di sana, ditemukan satu desa yaitu desa Manggala Mulya, Kecamatan Kalijati yang anak lulusan SMP-nya tidak bisa melanjutkan ke SMA negeri karena  tidak ada sekolah itu di desanya. Sementara SMA negeri terdekat berada di luar zonasi.

Baca Juga: SMA Negeri di Jawa Barat Tidak Merata, Sistem Zonasi Terkendala

Diduga fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Subang, melainkan juga terjadi di berbagai daerah di seantero republik, terutama di wilayah yang jauh dari perkotaan.

"Jadi akar masalahnya adalah jumlah sekolah negeri yang minim, sehingga penerapan sistem zonasi menjadi tidak efektif. Alih-alih jadi solusi pemerataan, malah semakin mendiskriminasi dan menimbulkan banyak masalah baru," kata Furqan.

Menurutnya, solusinya permasalah tersebut adalah percepatan pembangunan sekolah negeri baru di seluruh Indonesia, terutama untuk SMP dan SMA.

"Sungguh sangat disayangkan selama ini laju pembangunan infrastruktur sekolah negeri sangat rendah," ujarnya.

Berdasarkan data BPS, selama 5 tahun terakhir jumlah SMA negeri hanya bertambah 255 unit di seluruh Indonesia.

Di sisi lain, banyak gubernur yang belum pernah membangun SMA negeri baru selama menjabat. Provinsi Jawa Timur, selama dipimpin Khofifah Indar Parawansa, belum satupun membangun SMA negeri baru. Dari awal pelantikan Khofifah, jumlah SMA negeri di Jawa Timur stagnan di angka 423 unit.

Kondisi serupa terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dipimpin Gubernur Hamengkubuwono X. Jumlah SMA negeri di DIY stagnan di angka 69 unit selama 5 tahun terakhir.

Sementara di Provinsi Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo hanya membangun satu SMA negeri baru dalam 5 tahun terakhir. Total SMA negeri di Jawa Tengah pada tahun ajaran 2022/2023 sejumlah 361 unit. Jumlah tersebut malah berkurang satu unit dibandingkan akhir masa pemerintahan Ganjar Pranowo saat periode pertama, yakni 362 unit.

Di Provinsi Jawa Barat, awal Ridwan Kamil dilantik jadi Gubernur jumlah SMA negeri mencapai 495 unit. Di akhir masa pemerintahannya pada 2023, total SMA ada 514 unit. Terdapat pertambahan 19 unit SMA negeri baru semasa pemerintahan Ridwan Kamil.

Adapun di Banten, saat masa pemerintahan Gubernur Wahidin Halim pada 2017-2022 hanya terbangun empat SMA negeri baru. Adapun di DKI Jakarta pada akhir pemerintahan Anis Baswedan, jumlah SMA negeri 117 unit. Padahal tahun ajaran 2017-2018, jumlah SMA negeri di DKI Jakarta ada 124 unit. Jadi, berkurang 7 unit.

Provinsi-provinsi di luar Jawa pun kondisinya tak jauh berbeda. Di Sulawesi Selatan, jumlah SMA negeri stagnan di angka 335 Unit selama 5 tahun terakhir. Di Kalimantan Tengah dan Aceh sekarang malah berkurang satu unit, dari 182 unit di Kalimantan Tengah, dan 395 unit di Aceh pada tahun ajaran 2018-2019.

"Adapun total untuk keseluruhan jumlah sekolah negeri baik SD, SMP, SMA & SMK yang dibangun tahun 2022 di seluruh Indonesia hanya 208 unit," ujar Furqan.***

Sentimen: negatif (88.9%)