Sentimen
Positif (93%)
3 Agu 2023 : 17.10
Informasi Tambahan

Kasus: korupsi

Tokoh Terkait

YLBHI Soroti Dwifungsi TNI-Polri, Minta UU Peradilan Militer Direvisi

3 Agu 2023 : 17.10 Views 9

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

YLBHI Soroti Dwifungsi TNI-Polri, Minta UU Peradilan Militer Direvisi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA– Dwifungsi di tubuh TNI dan Polri menjadi sorotan. Penempatan prajurit TNI dan Polri aktif banyak dilakukan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Wakil Ketua Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana, menyesalkan dwifungsi TNI dan Polri yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo justru dibiarkan DPR.

Saat Jokowi menyebut akan mengevaluasi penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil, Arif berharap bukan sekadar janji kosong. "Harus segera dieksekusi secara komprehensif," harapnya, Selasa, 1 Agustus.

Arif mengatakan, selama ini praktik dwifungsi semacam itu tidak hanya terjadi di tubuh TNI. Tapi juga Polri. Salah satu contohnya bisa dilihat dari penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No. 1 Tahun 2019 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dalam perpres tersebut mengatur pelibatan Kemenko Polhukam di BNPB (pasal 13). Juga mengatur bahwa kepala BNPB dapat dijabat oleh prajurit TNI aktif (pasal 63).

”Juga ada aturan tentang penunjukan anggota TNI aktif sebagai penjabat (Pj) kepala daerah,” kata Arif kepada Jawa Pos (Group FAJAR).

Tidak hanya itu, Arif juga menyinggung Presiden Jokowi yang membiarkan Ketua KPK Firli Bahuri menduduki jabatan sipil ketika masih berstatus perwira Polri aktif.

”Padahal hal itu jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokratisasi penghapusan dwifungsi (ABRI, Red),” imbuhnya.

Mewakili masyarakat sipil yang lain, Arif pun mendesak Presiden juga mengevaluasi sejauh mana mandat reformasi berjalan sebagaimana mestinya. Khususnya terkait penempatan para perwira TNI dan Polri aktif di jabatan sipil yang selama ini dilanggengkan.

"Presiden dan DPR juga harus segara melakukan revisi terhadap UU 31 /1997 tentang Peradilan Militer,” tuturnya.

Peraturan itu dinilai mennjadi penghambat pemberlakuan Pasal 65 UU 34/2004 ayat (2) yang menegaskan bahwa prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer.

Sesuai dengan keterangan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, Mabes TNI turut mengevaluasi diri pasca OTT KPK menjaring perwira TNI aktif. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono memastikan bahwa instansinya tidak hanya menegakkan hukum.

"Pembinaan SDM berkualitas menjadi prioritas Panglima TNI,” ungkap dia saat dikonfirmasi oleh Jawa Pos kemarin.

Selama ini, lanjut Julius, TNI menugaskan prajurit TNI mengisi posisi di instansi sipil sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pemerintah. Maka niatan Presiden Jokowi untuk mengevaluasi penempatan personel TNI dan Polri di instansi-instansi sipil pun menjadi kewenangan pemerintah dan presiden.

Yang jelas, Panglima TNI sebagai pucuk pimpinan institusi militer tanah air sudah menegaskan bahwa peristiwa yang terjadi di Basarnas tidak boleh terulang.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menyampaikan bahwa dirinya optimistis penanganan kasus dugaan korupsi di Basarnas bakal tuntas.

Sebab, TNI juga memproses hukum kabasarnas dan anak buahnya dengan landasan hukum yang kuat. Yakni UU Peradilan Militer. "Puspom TNI sudah melanjutkan mentersangkakan pejabat yang bersangkutan dan sudah ditahan,” kata Mahfud.

Dia sangat yakin proses hukum kabasarnas dan anak buahnya tuntas lantaran peradilan militer jauh dari intervensi politik.

”Kesan saya pribadi, peradilan militer itu kalau sudah mengadili biasanya lebih steril dari intervensi politik. Biasanya lebih steril dari tekanan-tekanan masyarakat sipil,” beber dia.

Berkaitan dengan polemik yang sempat beredar, Mahfud menjelaskan bahwa dalam UU TNI memang tercantum pasal yang menyebut personel TNI aktif bisa diadili lewat peradilan umum bila melakukan tindak pidana yang bersifat umum.

"Tetapi, ada aturan dalam pasal 74 ayat 2 UU tersebut. Dimana disebutkan, sebelum ada UU Peradilan Militer yang baru, yang menggantikan atau menyempurnakan UU Nomor 31 Tahun 1997, itu masih dilakukan oleh peradilan militer,” jelas dia. (tyo/syn/dir/fajar)

Sentimen: positif (93.8%)