Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Dewan Pers
Kab/Kota: bandung
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Panji Gumilang
Perpres Jurnalisme Berkualitas juga Harus Berkeadilan Ekonomi
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Ekosistem berita digital dan eksistensi media berbasis siber menjadi sorotan seiring pembahasan rancangan peraturan presiden yang mengatur tentang platform digital dan dukungan terhadap jurnalisme berkualitas. Perusahaan platform digital dan pengelola media siber pun angkat suara dengan kekhawatiran perpres itu tidak memberikan pemerataan dan keadilan, serta keberagaman informasi untuk masyarakat.
Draf rancangan perpres tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas itu sudah rampung dibahas oleh Dewan Pers dan konstituennya pada pertengahan Februari 2023. Akan tetapi, respons Google beberapa hari yang lalu membuat bahasan mengenai perpres ini kembali menyeruak.
Melalui blognya, Google menyatakan sikap atas rancangan perpres itu. Pernyataan yang disampaikan Michaela Browning, VP, Government Affairs and Public Policy, Google APAC, menyebutkan rasa kecewa dan ketidakpercayaan mereka bahwa rancangan perpres akan memberikan kerangka kerja yang ajek untuk industri berita yang tangguh dan ekosistem kreator yang subur di Indonesia.
Baca Juga: Diskusi Generasi Muda Partai Golkar Ricuh, Seorang Jurnalis Dipukul Massa Tak Dikenal
"Walaupun merasa kecewa dengan arah rancangan perpres yang diusulkan saat ini, kami masih berharap agar dapat mencapai solusi yang baik dan tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan terkait. Kami ingin terus mencari pendekatan terbaik untuk membangun ekosistem berita yang seimbang di Indonesia yaitu, yang dapat menghasilkan berita berkualitas bagi semua orang sekaligus mendukung kelangsungan hidup seluruh penerbit berita, kecil maupun besar," ujarnya pada pernyataan yang dipublikasikan pada Selasa, 25 Juli 2023.
Alasan yang diungkapkan adalah bahwa peraturan itu dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik. Peraturan itu memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.
Ada dua dampak yang disebutkan. Pertama, perpres akan membatasi berita yang tersedia di online. Peraturannya juga dinilai merugikan ratusan penerbit berita kecil di bawah naungan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
"Peraturan ini hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita dan membatasi kemampuan kami untuk menampilkan beragam informasi dari ribuan penerbit berita lainnya di seluruh nusantara," ucapnya.
Baca Juga: Kuasa Hukum Benarkan Panji Gumilang Absen karena Sakit: Beliau Orang Sibuk
Kedua, dampak yang akan mengancam eksistensi media dan kreator berita. Versi terakhir dari peraturan yang diusulkan dinilai berdampak buruk bagi banyak penerbit dan kreator berita yang sedang bertransformasi dan berinovasi.
Kekuasaan baru yang diberikan kepada sebuah lembaga non-pemerintah, yang dibentuk oleh dan terdiri dari perwakilan Dewan Pers, hanya akan menguntungkan sejumlah penerbit berita tradisional saja. Itu terjadi karena lembaga itu akan membatasi konten yang dapat ditampilkan di platform-nya.
Pengelola media siber yang bergabung dengan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) pun menyepakati hal itu. Salah satunya adalah Hilman Hidayat, pembina SMSI Jawa Barat, yang menyatakan setuju dengan sebagian pernyataan Google.
"Keberagaman media dan berita penting di Indonesia, ingat, kita rakyatnya banyak. Jangan sampai informasi yang beredar dikuasai segelintir media besar," kata Hilman di Bandung, pada Kamis, 27 Juli 2023.
Dikatakannya, tidak mungkin semua media besar yang menurut dia dimiliki para konglomerat itu bisa menyampaikan ragam berita di seluruh pelosok Indonesia dari ujung ke ujung. Suatu desa bisa dikenal potensi wisatanya karena telah diliput media lokal di sana. Hal itu pun merupakan karya jurnalistik yang berkualitas.
Karenanya, ia berharap pemerintah maupun Dewan Pers tidak melihat media hanya dari pemiliknya, sejarahnya, atau karena memiliki koran nasional di Jakarta yang juga memiliki media online. Pemerintah harus memerhatikan perusahaan media dari yang besar, menengah, sampai kecil, supaya eksistensinya terjamin.
Baca Juga: Pemerintah Terbitkan Aturan Tarif SPKLU, Simak Rincian Biayanya
Kualitas Jurnalisme di Platform Digital
Menurut Hilman, jurnalisme berkualitas adalah tanggung jawab Dewan Pers untuk membinanya. Namun, hal itu jangan dibelokkan untuk kepentingan segelitir elite media sehingga menghambat media siber yang kecil.
"Kalau kurang berkualitas, ya itu dibina saja oleh Dewan Pers supaya berkualitas. Caranya apa, UKW kan untuk wartawan. Kalau wartawan berkualitas, media ikut naik," katanya.
Dewan Pers pun harus konsisten untuk menyatakan kategori perusahaan media massa yang diakuinya. Upaya verifikasi media yang sudah dilakukannya dikatakannya seperti tidak berdampak apapun dan tidak ada tindak lanjut.
"Media tempat saya sudah verifikasi, terus bagaimana? Hampir tidak ada perlakuan istimewa. Bagaimana media yang sudah diverifikasi dan yang mana yang tidak? Sama saja kok di lapangan perlakuannya. Itu diperbaiki dulu lah," ucap Hilman.
Rancangan perpres yang terdiri dari 14 pasal itu juga menuliskan mengenai tujuannya. Pasal 3 menyebutkan, " Tujuan pembentukan Peraturan Presiden ini untuk memperkuat tanggung jawab Perusahaan Platform Digital guna mendukung jurnalisme berkualitas agar berita yang merupakan karya jurnalistik dihormati dan dihargai kepemilikannya."
Pasal 7 mengatur tentang kewajiban Perusahaan Platform Digital. Kewajiban itu antara lain mendukung jurnalisme berkualitas termasuk mencegah penyebaran dan/atau komersialisasi konten berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Platform digital juga wajib berbagi data aktivitas pengguna serta memberitahukan perubahan algoritma yang harus tetap mendukung hadirnya jurnalisme berkualitas.
Bagi Hasil dan Kepentingan Ekonomi
Perpres itu juga mengatur tentang bagi hasil perusahaan platform digital dan perusahaan pers. Namun mekanismenya belum disebutkan dan nantinya ditetapkan Dewan Pers.
Mengenai bagi hasil atau publisher right itu, Hilman menyatakan sepakat karena hal itu merupakan hal yang penting. Namun, ia mengingatkan sekali lagi supaya hal itu tidak ditentukan segelintir lembaga.
"Publisher right harus mengutamakan asas keadilan dan pemerataan. Itu memang penting dihargai platform, tapi tidak boleh digiring ke lembaga tertentu untuk menentukan media mana yang berhak. Publisher right ini kan ujung-ujungnya ekonomi. Kalau ekonominya dikuasai media besar, yang kecil-kecil enggak akan kebagian, mereka akan mati," ujarnya.
Bagi hasil itu merupakan keinginan pengelola media yang didukungnya. Akan tetapi, pembahasan mengenai itu diharapkannya tidak dibelokkan untuk kepetingan segelintir elite media. Media besar, kecil, ataupun baru tumbuh harus diberikan kesempatakan yang sama. Sementara untuk kualitas, Dewan Pers yang berkewajiban membinanya.
Dikatakannya, saat ini terlihat ada kecenderungan untuk ketidakadilan. Ada penunjukkan untuk menentukan media massa yang bisa mendapatkan hak. Di Indonesia, ada puluhan ribu media siber, ia pun mempertanyakan bagaimana pengeturannya. Hal itu pun berdampak pada kesejahteraan wartawan.
Hilman yang juga merupakan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jabar itu mengatakan, PWI akan menentang aturan yang merugikan anggotanya. Ia mengandaikan apabila media siber yang kecil atau menengah bangkrut, maka wartawannya jadi tidak bisa bekerja. Apabila perusahaan pers terhambat secara ekonomi sehingga kesejahteraan wartawan terabaikan, masalah kode etik pun bisa saja semakin tidak dipatuhi wartawan di lapangan.
"Misalnya aturan itu membuat media kecil hampir jarang dapat iklan, itu merepotkan wartawan sendiri. Wartawan enggak digaji dengan benar, bisa terbayangkan hidupnya? Pelanggaran kode etik pun pasti sering terjadi," tuturnya.
Mengenai hal itu, Google mengklaim bahwa mereka telah mendukung penerbit berita, melalui berbagai program, kemitraan, dan produk yang memberdayakan dan membangun masa depan yang berkelanjutan. Misalnya pada tahun 2022, Google mengirim lebih dari satu miliar kunjungan situs bagi media di Indonesia per bulannya dan membantu mereka mendapatkan penghasilan melalui iklan dan langganan baru.
Sejak tahun 2019, mereka membuat komitmen pendanaan untuk melatih hampir 1.000 penerbit berita di Indonesia melalui Local News Foundry dan Digital Growth Program. Mereka pun memberikan pelatihan keterampilan digital kepada lebih dari 36.900 jurnalis dan mahasiswa jurnalisme dari 568 media dan 175 universitas dari seluruh penjuru negeri sejak 2018.
Mereka juga telah mendanai dan bermitra dengan CekFakta untuk membentuk jaringan dengan 59 media untuk melawan misinformasi dan membangun literasi digital. Di YouTube, mereka juga berbagi hasil dari pendapatan iklan dengan penerbit berita yang memenuhi syarat.***
Sentimen: positif (100%)