Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Tangerang, bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Yogyakarta, Lombok
Tokoh Terkait
76 Tahun Agresi Militer 1: Belanda Sebar Hoaks untuk Kuasai Jawa Barat
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - 76 tahun lalu, Agresi Militer I Belanda berlangsung dan mengoyak Perjanjian Linggarjati antara pemerintah Negeri Kincir Angin dan Indonesia. Wilayah Indonesia pun diserang Belanda dari berbagai penjuru. Serangan juga dilakukan disertai penyebaran hoaks.
Pada 21 Juli 1947, serdadu-serdadu Belanda mulai bergerak menusuk wilayah Indonesia pada pukul 5.30. Selain di darat, serangan kilat itu juga menggunakan pesawat-pesawat terbang yang mengebom pangkalan-pangkalan udara di berbagai tempat. Selain aksi militer, propaganda palsu turut disebarkan di wilayah Jawa Barat.
"Dalam gerakannya itu Belanda telah memalsukan pemancar Divisi Siliwangi," Demikian keterangan dalam buku, Siliwangi Dari Masa Ke Masa mengenang aksi pertama Belanda yang dikenal dengan istilah Clash 1 tersebut.
Hoaks itu berisi perintah kapitulasi atau menyerah dari panglima divisi yang disiarkan menggunakan kode pasukan Siliwangi.
Baca Juga: Bendungan Peninggalan Belanda Jebol, Ancam Suplai Air Masyarakat Tangerang
Siaran palsu tersebut bahkan diterima pimpinan Republik (Indonesia) di Yogyakarta. Mereka pun segera membentuk pasukan lain, Divisi Bambu Runcing guna merebut Jabar karena menganggap Siliwangi telah menyerah.
Hoaks itu juga mampir ke Batalyon 22 Divisi Siliwangi pimpinan Soegih Arto. Jenderal AH Nasution dalam buku, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia sempat mengupasnya. Keterangan pimpinan Divisi Siliwangi itu juga dimuat dalam buku yang ditulis Soegih Arto berjudul, Sanul Daca: Pengalama Pribadi Letjen (Pur) Soegih Ato.
Radiogram palsu tersebut berbunyi, "Batalyon 22 dan 26, kedudukan telah terkepung, diperintahkan kepada Kapten Soegih Arto untuk melaporkan diri ke Batujajar dan mentaati segala perintah dari Belanda."
Soegih menuturkan, kawat yang diterima itu menggunakan Komandan Siliwangi sebagai pengirim sehingga sangat membingungkan. "Segera saya mengadakan rapat dengan para komandan kompi dan Wedana Cililin. Semua menolak pelaksanaan perintah yang tertera dalam kawat itu dan keputusan ini menjadi bulat dan tegas setelah mendengar laporan dari Kepala Bagian Perhubungan Batalyon," tulis Soegih.
Baca Juga: Belanda Kembalikan Harta Karun Bersejarah ke Indonesia, Nilainya Fantastis
Sang kepala bagian, Letnan Muhtar tersebut mencurigai kawat yang mengatasnamakan Komandan Divisi Siliwangi itu. Soalnya, ketukan tidak ia kenal. Muhtar menjelaskan bahwa ketukan morse itu sangat pribadi sehingga masing-masing dapat mengenal siapa yang mengirimkan pesan. "Cara ketukan morse adalah semacam suara, tiap orang berbeda," tulis Soegih.
Keterangan Muhtar, membuat Divisi 22 meyakini adanya tipu muslihat dari Belanda melalui penyebaran informasi palsu itu. "Dan hal ini ternyata benar, karena Markas Divisi telah diduduki dan Belanda yang mengirimkan kawat itu," kata Soegih.
Tipu muslihat Belanda juga dilancarkan saat menyerang Cirebon sebagaimana catatan Sewaka, Gubernur Jabar saat itu dalam bukunya, Tjorat-Tjaret dari djaman ke djaman. Kala TNI, ALRI dan anggota-anggota perjuangan di Kota Cirebon tengah sibuk mengadakan persiapan menghadapi serbuan Belanda, tiba-tiba ada panggilan telepon.
"Kami dari T.N.I. Bandung jang sekarang ada di Kadipaten dengan segera akan mengirim bala bantuan ke Tjirebon," demikian isi telepon sebagaimana ditulis Sewaka.
Informasi palsu tersebut membuat para pejuang Cirebon berbesar hati lantaran memperoleh bantuan kekuatan guna bertempur.
Tak berapa lama, beberapa jip dan truk dengan memakai bendera merah putih tiba di Kota Cirebon. Kendaraan-kendaraan itu berisi orang-orang berpakaian seragam beserta persenjataannya.
Baca Juga: Harta Karun Lombok yang Dijarah Belanda Bakal Dikembalikan, Ada Ratusan Kilogram Emas hingga Permata
Sepanjang jalan, mereka juga menyerukan pekik merdeka. Seruan itu berbalas pekikan serupa dari rakyat dan para pejuang.
"Setelah rombongan itu datang di tempat-tempat, di mana T.N.I, A.L.R.I dan pemuda-pemuda dari badan perdjoangan sedang sibuk mengatur pekerdjaannja dengan sekunjung-kunjung dan dengan serunja tembakan-tembakan senapa mesin dilepaskan oleh rombongan dan ditudjukan pada anak-anak jang sedang bekerdja itu sehingga tidak sedikit meminta korban djiwa," kata Sewaka.
Kenyataannya, lanjut Sewaka, rombongan tersebut sebetulnya tentara Belanda.
Aksi culas Belanda memanipulasi informasi memang membuat pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta mengira pemerintah RI di Jabar telah lenyap setelah Agresi Militer 1 berlangsung.
Hal itu terkuak saat pemerintah provinsi Jabar yang dipimpin Sewaka berhasil memulihkan hubungan komunikasi dengan Yogyakarta dengan mendirikan pemancar di Lebaksiuh, Kabupaten Tasikmalaya. Dengan pemancar, kontak pemerintahan Jabar dan pemerintahan pusat di Yogyakarta akhirnya pulih.
"Setelah tiga bulan berlalu sedjak Clash baharulah diketahui, bahwa pemerintah R.I. di Djawa Barat memang masih berdjalan, jang setadinja dianggap telah tenggelam di dalam arus Nica seluruhnja," kata Sewaka.***
Sentimen: negatif (100%)