Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: BNI, BRI, Bank Mandiri
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Surabaya
Partai Terkait
Tokoh Terkait
IPW Minta Bareskrim Tolak Permintaan Penghentian Kasus PT BEP
Akurat.co
Jenis Media: News

AKURAT.CO Indonesia Police Watch (IPW) meminta Bareskrim Polri diminta menolak permintaan penghentian penyidikan kasus dugaan pidana perusahaan tambang batu bara PT Batuah Energi Prima (BEP), yang diajukan melalui penerapan restorative justice dengan dalih telah terjadi perdamaian antara para pihak berperkara.
Menurut Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, seharusnya Bareskrim segera menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Sekaligus menahannya untuk mencegah terjadi perintangan penyidikan (obstruction of justice), antara lain dengan memakai modus playing victim.
"Meskipun penerapan restorative justice dimungkinkan berdasarkan ketentuan Perpol Nomor 8 Tahun 2021, namun perdamaian antara pihak yang berperkara dalam kasus PT BEP yang berujung permintaan penghentian penyidikan itu tak lebih merupakan upaya pengelabuan terhadap lembaga kepolisian. Dengan mens rea ingin mengamankan hasil kejahatan barang milik negara berupa batu bara yang masih ada di dalam perut bumi untuk dibagi-bagi antar-kedua pihak yang notabene adalah sama-sama pelaku kejahatan. Oleh karena itu, IPW mendesak Bareskrim Polri menolak dengan tegas permintaan penghentian penyidikan dengan mempertimbangkan adanya kepentingan umum yang lebih luas yang perlu dijaga dalam perkara pidana PT BEP ini, yang diduga telah merugikan negara sekitar Rp8,435 triliun. Seharusnya IUP OP PT BEP dicabut oleh Menteri ESDM," paparnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
baca juga:
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar, Ridwan Hisjam, mendukung pendapat IPW. Menurut dia, Bareskrim harus mengabaikan permintaan penghentian kasus dugaan pidana PT BEP dengan alasan adanya perdamaian antara pelapor dan terlapor. Peristiwa ini ibarat perdamaian antara "begal dan garong" yang keduanya sebagai sesama pelaku kejahatan.
"Saya sudah mempelajari kasusnya. Terdapat kejahatan luar biasa yang dilakukan secara berlanjut oleh pengelola PT BEP yang merugikan negara trilunan rupiah. Dan saya sudah usulkan kepada Menteri ESDM dan Menteri Investasi/Kepala BKPM agar IUP OP PT BEP dicabut," jelasnya.
Berdasarkan catatan IPW, PT BEP pernah jatuh ke dalam genggaman residivis lalu terlempar ke pelukan terlapor perkara pidana. Bermula pada 13 Juli 2011, HBK, seorang mantan narapidana yang berstatus residivis, melalui Permata Resources Group mendapat fasilitas kredit dari Bank BRI Tbk. sebesar USD17,627,937 yang kini berstatus macet kolektibilitas tingkat 5 dan/atau non-performing loan (NPL).
Penggunaannya diduga disimpangkan untuk membeli 95 persen saham PT. BEP. Motif HBK menguasai mayoritas PT BEP bertujuan agar dapat membobol PT Bank Niaga Tbk. sebesar USD70 juta dengan menjaminkan barang milik negara berupa IUP OP PT BEP Nomor 540/688/IUP-OP/MB-OP/MB-PBAT/III/2010 yang dikeluarkan Bupati Kutai Kartanegara tanggal 3 Maret 2010, yang batu baranya masih ada di dalam perut bumi. Pada tahun 2012, HBK kembali membobol PT Bank Bukopin Tbk. sebesar Rp650 miliar. Tak lama kemudian HBK dipidana melakukan penipuan terhadap pengusaha Putra Mas1 Agung sebesar USD38,000,000 dan Rp500 miliar.
Catatan kejahatan lainnya selaku pemilik PT Nusantara Terminal Coal, HBK tercatat hingga sekarang kurang bayar DHPB sebesar Rp919,144 miliar. PNBP - Penggunaan Kawasan Hutan sebesar Rp21,189 miliar. Jaminan reklamasi sebesar Rp18,223 miliar. Iuran Tetap (dead rent) sebesar Rp3,9 miliar dan ngemplang pajak sebesar Rp134,334 miliar. Sehingga pada fase PT BEP dikelola HBK telah merugikan negara dan swasta sebesar Rp3,166 Triliun. Pada tahun 2016, dalam perkara penipuan Nomor 521/Pid.B/2016/PN.JKT.Pst jo putusan MARI Nomor 1442/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst HBK divonis 4 tahun penjara. Dan pada tanggal 8 Juli 2021 kembali divonis 4 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara penipuan yang lain atas laporan pengusaha Putra Mas Agung.
Dalam Genggaman Terduga Pelaku Pidana
Pada 4 September 2018, usai merugikan negara dan swasta sebesar Rp3,166 triliun, HBK diduga sengaja mempailitkan PT BEP, "bermufakat jahat" dengan ER, sindikat mafia kepailitan asal Surabaya yang dikenal sebagai seorang makelar kasus (markus) di kepolisian era Ferdy Sambo menjabat Kadiv Propam Polri. Tak butuh waktu lama, pada 14 Desember 2018 PT BEP pun dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Nomor 28/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Sby menunjuk Dwi Winarko, Hakim Niaga pada PN Surabaya sebagai Hakim Pengawas dan mengangkat Yuda Yustisia dan Suhasto sebagai kurator dan pengurus.
Debut kejahatan pertama usai PT BEP jatuh ke dalam pelukan terlapor perkara pidana, ER melakukan penggalian dan penjualan batu bara secara ilegal yang terkonfirmasi berdasarkan bukti dokumen hasil Gelar Perkara LP Nomor LP/235/X/2021/Polda Kaltim/SPKTIII di Biro Wassidik Bareskrim Polri tanggal 26 April 2022. Tim Penyelidik Dirkrimsus Polda Kaltim melaporkan, sebelum RKAB PT BEP (dalam pailit) tahun 2019 disetujui oleh Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur diketahui telah terjadi penggalian dan penjualan batu bara secara ilegal sebanyak 510,825 metric ton (MT) dan 335.828 MT.
Keuntungan yang tidak sah dari kegiatan pidana ilegal mining oleh PT BEP yang diduga dilakukan ER sebesar Rp1,8 triliun. Pembayaran pembelian batu bara ilegal dari buyer antara lain HR Pte Ltd, PT. JMO, oleh ER, dilakukan dengan cara ditransfer ke PT BEP (dalam pailit) dengan nomor rekening 04137128700 di Bank Permata Syariah Jakarta dan PT PP nomor rekening 1480099228887 di Bank Mandiri milik P, tanpa pernah dilaporkan oleh kurator kepada Hakim Pengawas. Sementara itu PT SGE Tbk. bertindak selaku pendana kegiatan ilegal mining PT BEP uangnya bersumber dari kredit PT BNI Tbk.
Kejahatan berikutnya, berdasarkan hasil audit Irjen Kementerian ESDM diketahui dalam kurun waktu tiga tahun sejak 2020, sejak dikelola ER, PT BEP telah melakukan dugaan penggelapan barang milik negara berupa batu bara DMO sebanyak 1.002.000 MT. Menimbulkan kerugian negara sekitar Rp3 triliun yang merupakan hasil keuntungan penjualan batu bara tidak sah yang diduga dinikmati oleh ER dan kawan-kawan. Melanggar PP Nomor 96 Tahun 2021 Pasal 157 Ayat 1 dan Pasal 158 Ayat 3, tidak mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO). Sejak 2019 hingga 2023 PT BEP mendapatkan RKAB dengan jumlah total 12.345.881 MT. Bila diasumsikan rata-rata per metric ton, ER dan kawan-kawan memperoleh keuntungan yang tidak sah minimal Rp200.000 atau total sebesar Rp2,469 triliun.
Pada tanggal 26 Oktober 2021, tanpa persetujuan HBK, berdasarkan kuasa substitusi dari Bank Cimb Niaga Tbk. yang ditandatangani Carvino Alexander dan Heru Prakoso yang tidak mempunyai kekuatan hukum, ER mendudukkan diri secara palsu sebagai direktur PT BEP (dalam pailit). Kemudian pada 27 Oktober 2021 merancang Nota Kesepahaman Rencana Perdamaian yang pada pokoknya seolah-olah dilakukan perdamaian antara PT BEP, yang diwakili ER selaku debitur palsu, dengan para kreditur yang diduga fiktif. Tak cuma itu, ER merekayasa piutang PT SDN yang didalilkan secara palsu, dijual kepada PT SBS sebesar Rp1.138.057.727.943,2.
Lalu PT SBS dikonstruksikan sebagai kreditur. Padahal PT SBS tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar piutang (cessie) sebesar itu. BS, pemegang 99 persen saham dan Presdir PT SBS sejatinya hanyalah seorang pedagang kopi rumahan yang juga kolega P. Ironisnya, BS yang berprofesi pedagang kopi, oleh ER disandingkan dengan mantan Kapolri, Jenderal (Purn) Timur Pradopo, yang didudukkan sebagai Komisaris Utama PT SBS.
Setelah berhasil membajak manajemen PT BEP (dalam pailit) selama empat tahun sejak 2019, ER berhasil mendapatkan RKAB total sebanyak 9.345.882 MT. HBK selaku korban tak terima lalu meminta stafnya bernama EJA melaporkan ER sesuai LP Nomor LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021 dalam dugaan pidana pemalsuan surat dan/atau menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik dan/atau membuat akta palsu dan/atau pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 264 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dan sudah masuk ke tahap penyidikan. Nilai TPPU sebesar Rp8,435 triliun inilah yang akan dibuktikan penyidik.
Usai Dirtipidum Bareskrim meminta Dirjen Minerba memblokir Moms PT BEP untuk kepentingan penyidikan pada 1 Maret 2023, ER berdamai dengan EJA selaku pelapor dan kuasa HBK. Lalu meminta penyidikan dihentikan melalui restorative justice. Namun, modus kuasa residivis berdamai dengan terlapor perkara pidana ini haruslah ditolak oleh penyidik.
Sentimen: negatif (100%)