Sentimen
Negatif (98%)
14 Mei 2023 : 12.01
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Idul Adha 1441 Hijriah, Salat Idul Fitri

Kasus: pembunuhan, penembakan

Tokoh Terkait
Arifin

Arifin

Jenderal Nasution

Jenderal Nasution

Zaenal Arifin

Zaenal Arifin

14 Mei 1962: Upaya pembunuhan Presiden Soekarno

14 Mei 2023 : 12.01 Views 5

Elshinta.com Elshinta.com Jenis Media: Politik

14 Mei 1962: Upaya pembunuhan Presiden Soekarno

Presiden Soekarno.

Elshinta.com - Presiden pertama RI, Soekarno, beberapa kali lolos dari upaya pembunuhan. Salah satunya yang terjadi pada 14 Mei 1962 pada saat Presiden Soekarno melaksanakan sholat Idul Adha di halaman Istana Merdeka, Jakarta.

Pelaku yang berada di barisan keempat menembakkan peluru tiga kali ke depan dengan menggunakan pistol.

Tembakan pelaku mengenai beberapa orang yaitu Soedarjat dan Soesilo, anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden Soekarno dan Zaenul Arifin, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat - Gotong Royong (DPR-RI).

Beruntung, Presiden Soekano selamat dalam peristiwa ini.

Kronologi

Melansir tribunnews, rangkaian kegiatan salat Idul Adha dimulai pada pagi hari di Istana Merdeka Jakarta tanggal 14 Mei 1962. Para pejabat baik dari instansi pemerintahan dan militer bersama-sama hadir di kompleks Istana Negara Jakarta.

Imam shalat Idul Adha dipimpin oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Idham Chalid. Sementara khatibnya adalah A.H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan dan Keamanan/KSAD.

Selain itu, hadir juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), Zainul Arifin. Zainul Arifin menempati baris paling depan, di sisi kanan Jenderal Nasution yang bersebelahan dengan Presiden Soekarno. Di samping kiri Zainul Arifin ada Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri.

Salat pada rakaat pertama berjalan khidmat.

Setelah rukuk pada rakaat kedua, tiba-tiba terdengar pekik suara takbir dari arah belakang saf pertama. Suara takbir tersebut berada di barisan ke empat yang berjarak kurang dari 6 meter.

Kemudian cepat disusul dengan beberapa kali suara letusan pistol yang memecah kekhidmatan sekaligus menimbulkan kepanikan.

Komisaris Polisi Mangil Martowidjojo, komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden Sukarno dan wakilnya Sudiyo, bergegas melindungi Soekarno. Sedangkan Soedrajat, anggota DKP yang berada belakang Soekarno, membalikkan badan dengan cepat mencabut pistol.

Namun Soedrajat lebih dulu tertembak, jatuh berlumuran darah di belakang Soekarno. Soesilo yang juga seorang anggota DKP memutar badan ke belakang terkena peluru di pelipis kepalanya.

Satu peluru lagi mengenai bahu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), K.H. Zainul Arifin. Zainul Arifin terkulai di atas sajadah dengan bahu berlumuran darah. Peluru yang ditembakkan oleh seseorang mengenai bahu kirinya.

Setelah menembak dua kali, sambil membungkuk, pelaku kemudian mencoba mendekati Soekarno. Seseorang yang bernama Sribusono kemudian menendang kaki pelaku, sehingga membuat jatuh.

Dibantu oleh Musawir, Sribusono menindih penembak. Selanjutnya, pistol dirampas dan pelaku diringkus.Pelaku yang diringkus dalam keadaan pingsan dan babak belur. Tubuh si pelaku diletakkan di depan Masjid Istana Baiturrahim.

Akibat tembakan tersebut, sholat id terhenti.

Setelah sebagian besar jemaah meninggalkan istana, anggota kepolisian melakukan penyisiran dan menemukan sarung pistol dan sepucuk pistol FN 45 di bawah tikar alas salat.  Pistol tersebut adalah senjata yang sama dan sejenis yang dipakai pelaku penembakan.

Ketiga korban, Soedarjat, Soesilo, dan Zaenal Arifin kemudian dibawa ke rumah sakit. Keadaan mereka terselamatkan walau mempunyai efek pasca kejadian.

Pelaku

Pelaku penembakan adalah seorang anggota Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Selain pelaku penembakan, ditangkap juga seorang laki-laki lain yang menyimpan pistol di bawah tikar yang digunakan untuk alas salat Idul Adha di areal Istana Negara.

Oknum penembak berjumlah tiga orang, yakni :

Sanusi alias Fatah alias Soleh alias Uci Sanusi Fikrat alias Sanusi Ufit Kamil alias Harun bin Karta Jaya Permana bin Embut alias Hidayat bin Mustafa.

Sentimen: negatif (98.8%)