Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Palu
Tokoh Terkait

Firman Manan
Pengamat: Potensi Politik Uang Tetap Ada dalam Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang bersifat tertutup dan mengikat menjadikan para hakim diminta lebih bijak lagi untuk memutuskan perkara tentang sistem pemilu proporsional. Evaluasi bisa dilakukan setelah pemilu, bukan saat tahapan sudah berjalan seperti saat ini.
"Saya setuju, ya, bahwa perlu didiskusikan, sistem pemilu tidak ada yang paling baik. Hanya, kalau menurut saya, kalau kita mau diskusikan perubahan sistem ini, nanti setelah Pemilu 2024 selesai, karena sekarang ini sudah dalam tahapan. Saat postelection periode, barulah kalau mau kita bicarakan soal evaluasi sistem, enggak ada masalah. Tapi jangan sekarang, karena mengganti sistem tidak seperti membalikkan telapak, banyak konsekuensi," ucap pengamat politik Firman Manan, di Bandung, 6 Maret 2023.
Berbeda ketika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan keputusan tentang penundaan pemilu, proses hukumnya tidak berhenti karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih bisa mengajukan banding. Baik Presiden dan KPU pun menyatakan bahwa tahapan pemilu tetap bisa dilanjutkan.
Akan tetapi, kata Firman, keputusan MK bersifat harus dilaksanakan dan keputusannya bersifat tertutup. Bila perubahan menjadi sistem proporsional tertutup disetujui, dikhawatirkan ada dampak lanjutan karena baik penyelenggara, peserta pemilu, dan masyarakat pemilih sudah dalam kondisi bersiap untuk pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
Baca Juga: Apa Itu Pemilu Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup? Kelebihan, Kekurangan, dan Sejarah Singkatnya
"Misalnya sebagian bacaleg mundur, karena berpikir buat apa maju kalau nomor urut di bawah karena kalau tertutup yang memilih partai. Partai kecil juga akan menolak, penyelenggara protes, dan lain-lain, itu bisa timbulkan dinamika politik yang tidak menguntungkan. Kalau dinamika politik negatif, (memunculkan) konflik, tahapan akan terganggu. Hakim MK kan kita anggap adalah hakim-hakim yang punya political wisdom sangat luar biasa. Saya tetap dalam pandangan, terus saja dengan sistem terbuka ini sampai tahapan Pemilu 2024 selesai," ujarnya.
MK menangani perkara Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Perkara itu diajukanuntuk memutuskan sistem pemilu berdasarkan permohonan Demas Brian Wicaksono dkk yang diajukan sejak 14 November 2022. Pemohon mengajukan supaya Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup.
Dalam dalilnya, para Pemohon merasa dirugikan karena pasal-pasal tersebut mengatur sistem penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Hal itu telah menjadikan pemilu menjadi berbiaya sangat mahal dan melahirkan masalah yang multikompleks.
Sistem proporsional terbuka dinilai Pemohon menciptakan model kompetisi antarcaleg dalam pemilu yang tidak sehat karena mendorong caleg melakukan kecurangan termasuk dengan pemberian uang pada panitia penyelenggara pemilihan. Apabila pasal-pasal yang diuji dibatalkan, maka itu akan mereduksi praktik politik uang dan membuat pemilu lebih bersih, jujur, dan adil.
Baca Juga: MK Ketok Palu Putuskan Polemik Masa Jabatan Presiden, Saldi Isra: Menghindari Degradasi Norma
MK masih melakukan serangkaian sidang pemeriksaan untuk uji materiil ini. Pada 8 Maret 2023, ada sidang dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait DPP PBB dan pihak terkait Derek Loupatty, dkk. Sebelumnya, beberapa parpol seperti PKS dan PSI sudah menyatakan pendapatnya di sidang MK yang menyatakan bahwa mereka tetap setuju pada sistem proporsional terbuka yang lebih demokratis.
Politik uang bisa terjadi di kedua sistem
Sejak 2004, pemilu legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka. Sistem itu membuat para pemilih bisa langsung memilih kandidat di legislatif dan keterpilihan pun tidak bergantung pada nomor urut yang diberikan partai politik.
Setelah berjalan 4 kali pemilu, Firman Manan menyebutkan bahwa masalah yang utama muncul adalah indikasi politik uang. Kampanye politik diwarnai oleh politik transaksional dari kandidat ke masyarakat pemilih.
Baca Juga: PAN: Politik Uang di Pemilu Sistem Proporsional Tertutup Lebih Berbahaya
"Tapi apa karena itu serta-merta diganti sistemnya? Menurut saya, tidak harus begitu juga. Politik uang adalah soal pengawasan. Selama ini harus diakui kewenangan Bawaslu tidak terlalu besar. Problem politik uang berkaitan dengan kewenangan pengawasan dan penegakan hukum yang belum optimal. Kita harus optimalkan dulu lembaga pengawasan supaya punya kewenangan lebih luas dan penegakan hukum lebih baik sebelum bicara untuk ubah sistem," katanya.
Apalagi, kata dia, sistem proporsional tertutup pun tetap berpeluang memunculkan politik uang. Politik transaksional yang terjadi bergeser pada proses seleksi di dalam parpol. Saat pengurutan nomor urut caleg, bisa terjadi juga transaksi politik uang untuk mendapatkan nomor urut atas.
"(Dalam) sistem proporsional tertutup, pengurutan caleg bisa ditentukan parpol. Dengan sistem internal parpol yang belum baik, keterpilihan caleg sepenuhnya bisa ditentukan elite partai, itulah yang kita sebut oligarki partai," ujarnya.
Selain masalah politik uang, ia mengakui bahwa sistem proporsional terbuka membuat keterikatan warga dengan parpol semakin rendah. Pada survei 2022, warga Jawa Barat yang menyatakan dekat dengan parpol hanya 11 persen. Persentase di tingkat nasional pun tidak berbeda, sekitar 10-12 persen.
Akan tetapi, menurut Firman, itu bukan semata-mata problem sistem proprosional terbuka. Bisa jadi, masalahnya adalah pada npartai politik yang tidak melakukan banyak sosialisasi di luar masa kampanye. Kampanye hanya 5 tahun sekali, tapi di luar itu, seharusnya parpol melakukan fungsi sosialisasi dan mendekatkan diri dengan pemilihnya.
Kelebihan dan kekurangan
Firman menjelaskan, sistem proporsional terbuka memiliki kelebihan karena memunculkan nama kandidat di surat suara. Hal itu membuat masyarakat pemilih memiliki banyak alternatif pilihan daripada sekadar memilih parpol.
Namun, di sisi lain, itu bisa memberi dampak negatif karena pemilih akan bingung apabila terlalu banyak nama. Apalagi kalau pemilih harus menghimpun informasi lebih dulu sebelum menentukan pilihan.
"Positifnya lagi dari sistem proporsional terbuka, idealnya terbentuk kedekatan antara kandidat dengan pemilih. Pemilih kan mencoblos nama atau lihat gambar foto kandidat. Seharusnya, kandidat lebih punya pertanggungjawaban atau akuntabilitas," katanya.
Tetapi, di saat bersamaan, ada pula sisi negatifnya. Kedekatan pemilih dengan parpol semakin jauh. Keterikatan masyarakat pemilih dengan parpol dianggapnya juga penting karena parpol adalah instrumen demokrasi.
Kekurangan lain dari sistem proporsional terbuka adalah sulitnya kandidat dari kelompok marginal untuk masuk dalam lembaga legislatif. Kuota 30 persen perempuan bisa jadi tidak terpenuhi dan kelompok dari suku kecil yang bisa mendapatkan insentif negatif.
Sementara, kata Firman, sistem proporsional tertutup memiliki keuntungan secara teknis. Masyarakat pemilih dimudahkan karena tidak harus mempertimbangkan banyak kandidat, melainkan langsung memilih parpol.
Keuntungan untuk parpol adalah kedekatan dengan publik akan semakin meningkat. Konsolidasi parpol pun seharusnya lebih terjamin karena semua ditentukan partai. Selain itu, partai bisa punya sikap politik menempatkan anggota legislatif perempuan.
Namun, karena semua ditentukan parpol, rakyat tidak punya banyak pilihan dan pemilu kurang demokratis bila dibandingkan sistem proprosional terbuka. Saat semua hal ditentukan parpol, terjadi oligarki parpol yakni proses politik ditentukan elite parpol.***
Sentimen: netral (99.2%)